PEMBINAAN GURU DENGAN PENDEKATAN KOLABORATIF
REVISI MAKALAH
Diajukan Untuk
Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah
Supervisi Pendidikan Islam
Dosen Pengampu:
1.
Prof. Dr. Achmad
Patoni, M.Ag
2.
Dr.
Hj.
Binti Maunah, M.Pd.I
Disusun Oleh:
Hasan Khariri
NIM. 17501164008
SEMESTER II.A
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
ISLAM
PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
TULUNGAGUNG
MEI 2017
PRAKATA
Puji
ayukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadiran
Allah SWT yang telah memberi petunjuk kepada umat manusia, sehingga penulis
mampu menyelesaikan makalah dengan berjudul “Pembinaan Guru dengan Pendekatan
Kolaboratif”.
Sholawat
serta salam semoga tercurahkan kepada bagonda
Rosulullah SAW yang telah memberikan petunjuk kepada umat manusia, sehingga
manusia dapat terbebas dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah.
Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Bapak
Dr. H. Maftukhin, M. Ag selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah memberikan
fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas tepat
waktu.
2.
Bapak Prof. Dr. H.
Achmad Patoni, M. Ag selaku direktur Pascasarjana IAIN Tulungagung yang selalu
memberikan dorongan semangat dalam mengemban ilmu pengetahuan selama
perkuliahan.
3.
Bapak
Prof. Dr. Achmad Patoni, M.Ag dan Ibu
Dr. Hj.
Binti Maunah, M.Pd.I selaku dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Lembaga Pendidikan Islam.
4.
Seluruh civitas
kampus Pascasarjana yang selalu memberikan dukungan selama perkuliahan.
5.
Ayah dan Ibunda
tercinta, yang selalu memberikan support dan doanya kepada penulis.
6.
Teman-teman
angkatan 2016 yang telah membantu terselesainya tugas ini.
Penulis menyadari
bahwa karya tulis ini sangatlah sederhana dan masih jauh dari kesempurnaan,
sehingga penulis mengharapkan dengan senang hati terbuka menerima kritik demi
kesempurnaan karya tulis ini.
Semoga apa yang
telah penulis paparkan dalam karya tulis ini dapat memberikan banyak manfaat
kepada semua pihak, utamanya demi meningkatkan mutu pengetahuan kita. Amin ya
Rabal ‘Alamin.
Tulungagung, 15
Mei 2017
Penulis
DAFTAR ISI
COVER..................................................................................................................
PRAKATA.............................................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
A.
Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 3
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 3
C.
Tujuan................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 5
A. Pembinaan Guru-guru dalam
Pergaulan Profesional ....................... 5
B. Pendekatan Supervisi
Pendidikan.................................................... 7
C. Pengertian Pendekatan Kolaboratif................................................ 10
D.
Karakteristik
Pembinaan Guru dengan Pendekatan
Kolaboratif..................................................................................... 11
BAB III ANALISIS TEORI............................................................................. 13
A.
Pembinaan Guru-guru dalam Pergaulan Profesional ..................... 13
B. Pendekatan Supervisi
Pendidikan.................................................. 14
C. Pengertian Pendekatan Kolaboratif................................................ 15
D. Karakteristik Pembinaan Guru dengan Pendekatan
Kolaboratif..................................................................................... 16
BAB IV PENUTUP........................................................................................... 17
A.
Kesimpulan..................................................................................... 17
B.
Saran............................................................................................... 17
DAFTAR RUJUKAN....................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Personil sekolah yang memadai kemampuannya menjadi perhatian utama bagi
setiap lembaga pendidikan. Diantara personil yang ada, guru merupakan jajaran
terdepan dalam menentukan kualitas pendidikan. Guru setiap hari bertatap muka
dengan siswa dalam proses pembelajaran. Karena itu guru yang berkualitas sangat
dibutuhkan oleh setiap sekolah. Peningkatan kualitas pendidikan di sekolah
memerlukan pendidikan profesional dan sistematis dalam mencapai sasarannya.
Efektivitas kegiatan kependidikan di suatu sekolah dipengaruhi banyaknya
variabel baik yang menyangkut aspek personal, operasional, maupun material yang
perlu mendapatkan pembinaan dan pengembangan secara berkelanjutan.
Kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah memiliki kewajiban membina
kemampuan para guru. Dengan kata lain kepala sekolah hendaknya dapat
melaksanakan supervisi secara efektif. Sementara ini pelaksanaan supervisi di
sekolah seringkali masih bersifat umum. Aspek-aspek yang menjadi perhatian
kurang jelas, sehingga pemberian umpan balik terlalu umum dan kurang mengarah
ke aspek yang dibutuhkan guru. Sementara guru sendiripun kadang kurang memahami
manfaat supervisi. Hal ini disebabkan tidak dilibatkannya guru dalam
perencanaan pelaksanaan supervisi. Padahal proses pelaksanaan supervisi yang
melibatkan guru sejak tahap perencanaan memungkinkan guru mengetahui manfaat
supervisi bagi dirinya. Supervisi merupakan pendekatan yang melibatkan guru
sejak tahap perencanaan.
Supervisi pada dasarnya diarahkan pada tiga kegiatan, yakni: supervisi
akademis, supervisi administrasi dan supervisi lembaga. Ketiga kegiatan besar
tersebut masing-masing memiliki garapan serta wilayah tersendiri, supervisi
akademis sendiri dititik beratkan pada pengamatan supervisor tentang
masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan akademis, diantaranya hal-hal
yang langung berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada waktu siswa
sedang dalam proses mempelajari sesuatu. Sedangkan supervisi administrasi
menitik beratkan pada pengamatan supervisor pada aspek-aspek administrasi yang
berfungsi sebagai pendukung dan pelancar terlaksananya pembelajaran dan
administrasi lembaga sendiri diarahkan pada kegiatan dalam rangka menyebarkan
objek pengamatan supervisor tentang aspek-aspek yang berada di seantero sekolah
dan berperan dalam meningkatkan nama baik sekolah atau kinerja sekolah secara
keseluruhan. Proses pembinaan dan pengembangan keseluruhan situasi merupakan
kajian supervisi pendidikan.[1]
Sasaran pengawasan di lingkungan kelembagaan pendidikan selama ini
menunjukkan kesan seolah-olah segi fisik material yang tampak merupakan saaran
yang sangat penting, namun pengolahan dana, sistem kepegawaian, perlengkapan
serta sistem informasi yang dipergunakan oleh lembaga nyaris merupakan sesuatu
yang terabaikan.
Supervisi kelembagaan menebarkan objek pengamatan supervisor pada
aspe-aspek yang berada d lingkungan sekolah, artinya lebih bertumpu pada citra
dan kualitas sekolah, sebab dapat dimaklumi bahwa sekolah yang memiliki
popularitas akan menjadi lembaga pendidikan yang secara otomatis dapat menarik
perhatian masyarakat yang pada gilirannya akan menyekolahkan anak-anak mereka
ke sekolah dimaksud. Bukan saja supervisor aktif untuk memberikan kualitas
sekolah lebih baik akan tetapi membina guru-guru dan memberikan perhatian yang
akan mendorong kinerja lebih bermanfaat di lembaga maupun sekolah.
Maka dari itu pembinaan guru dengan menggunakan pendekatan kolaboratif
sangat bermanfaat untuk memberikan usulan atau keaktifan dalam memecahkan
masalah atau problem yang dihadapi di
lembaga pendidikan.
Setiap guru selalu berbeda ide maupun usulan yang akan
memberikan yang lebih baik demi kemajuan sekolah, dalam hal ini supervisor
sangat berpengaruh untuk membina guru lebih mandiri dan mampu memecahkan
masalah bersama. Hal ini sesuai dengan firman Allah, sebagai beriku
:
Artinya:
“Bagi manusia ada
malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,
maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia”(Q.S Ar’ad:11)[2]
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah tidak akan
merubah keadaan yang lebih buruk bagi setiap orang yang ingin merubah lebih
baik lagi, situasi seperti ini sama ketika di hubungkan peran pendekatan
colaboratif terhadap pembinaan guru akan memberikan efek yang positif karna
bukan hanya supervisor sebagai pemecah masalah akan tetapi semua anggota
merupakan demokrasi dalam memecahkan masalah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian
diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini, sebagai berikut:
1. Bagaimana Pembinaan guru dalam
pergaulan professional?
2. Bagaimana pendekatan supervise
pendidikan ?
3. Bagaimana pengertian
pendekatan colaboratif ?
4. Bagaimana karakteristik pembinaan guru dengan pendekatan kolaboratif ?
C. Tujuan
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diaras,
maka tujuan penyusunan karya tulis ini, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pembinaan
guru di lingkungan sekolah
2. Untuk mengetahui pendekatan
supervise pendidikan
3. Untuk mengetahui pengertian pendekatan kolaboratif
4. Untuk mengetahui karakteristik
pembinaan guru dengan pendekatan kolaboratif
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembinaan Guru-guru dalam
Pergaulan Profesional
Upaya untuk meningkatkan
guru-guru dapat melalui aktivitas maupun pelatihan yang di berikan terhadap
guru dan supervisor mampu membina para guru agar bergerak lebih baik dan lebih
professional.
Pembinaan guru sangatlah
penting dalam meningkatkan mutu pendidikan.di sekolahan. Pembinaan guru selama
ini adalah dari kepala sekolah dan pengawas. Sumbangan supervisor dalam hal ini
tidak dapat diberikan secara langsung. Karna mempertimbangkan jabatan untuk
menyesuaikan yang sebaik-baiknya dalam membentuk sikap dan kebiasaan kerja yang
tepat.
Sebagai contoh tentang apa
yang dimaksud dengan sikap-sikap dan kebiasaan kerja yang tepat ialah:
1.
Sikap impersonal dan kebiasaan mengendalikan diri atas kritik-kritik dari
supervisor, kepala sekolah atau pengawas.
2.
Penghargaan yang layak terhadap kemampuan dan kelebihan para petugas dan
guru-guru lain.[3]
3.
Kemampuan mengikuti dan mendukung kebijaksanaan atasan atau kelompok.
4.
Kemampuan menghargai kesuksesan-kesuksesan dari rekan-rekan sejawat.
5.
Kesudian dan kebiasaan selalu menahan diri dari pembicaraan yang kurang
enak dari orang lain.
Membina guru hanya lewat kehadiran di waktu rapat
untuk berceramah tidak akan banyak meningkatkan kinerja guru dalam meningkatkan
mutu pendidikan.
Perbaikan mutu pengajaranan di sekolahan berkaitan
dengan proses supervise. Dalam hal itu sudah seharusnya supervisor yang
merupakan unsur penting bagi keefektifan layanan supervisi mendorong guru, agar
berupaya melakukan peningkatan diri senidri.[4]
Misalnya, bagaimana bisa melaksanakan tugas untuk
membina guru kalau tidak pernah menjadi guru. Menjadi pengawas bukanlah
memarahi guru, melainkan membina bahkan sebagai mitra kerja. Bila perlu,
pengawas memberikan contoh cara pembelajaran materi tertentu jika guru
mengalami kesulitan di kelas.
Sehubungan pembinaan guru, penataran atau pelatihan guru yang sering dikatakan menghabiskan
dana yang tidak sedikit namun belum banyak berarti dalam peningkatan kinerga
para guru. Pendapat ini ada benarnya. Ada beberapa kendala atau kelemahan yang
ada. Pertama, motivasi guru tentu tidak semuanyasangat rendah dalam mengikuti
kegiatan. Mereka sekadar ikut karena taat perintah kepala sekolah atau sekadar
mendapatkan serifikat untuk kenaikan pangkat. Kedua, ada yang berpikir negatif
sebelum kegiatan dimulai baik terhadap nara sumber atau guru pendamping walau
guru yang bersangkutan kinerjanya di sekolah belum dapat dikatakan baik.
Akhirnya, beberapa pengalaman berharga dalam pelatihan lewat negitu saja.
Ketiga, ada guru terlalu banyak berharap namun tanpa kreatif dalam kegiatan.
Semestinya dalam kegiatan inilah terjadi tukar pengalaman atau berdiskusi
tentang permasalahan yang dihadapi di sekolah. Keempat, sistem pelatihan perlu
disempurbakan. Setelah kegiatan seolah proyek sudah selesai. Hendaknya ada tindak lanjutnya di lapangan. Setelah
pelatihan perlu ada pemantauan atau pembinaan beberapa bulan di sekolah tempat
tugas peserta oleh nara sumber atau tim pelatih (instruktur). Di samping itu
pemantauan atau pembinaan juga berfungsi untuk mengevaluasi apakah kegiatan
pelatihan efektif atau tidak.
Jadi, kegiatan pelatihan tidak selesai dalam beberapa
hari saja sebab akan cendrung teori tanpa praktek. Pelatihan guru sesungguhnya
tidak pernah berhenti karena guru adalah seorang pembelejar. Guru tidak akan
bisa membelajarkan siswanya kalau ia sendiri tidak belajar atau berlatih
terus-menerus.
Jadi, Supervisor hendaknya berusaha menstimulir atau
menambah keyakinan dan minat masing-masing guru terhadap tanggung jawabnya.
B.
Pendekatan Supervisi Pendidikan
Pendekatan merupakan cara mendekatkan
diri kepada objek atau langkah-langkah menuju objek. Pendekatan berasal dari kata approach yang berarti cara mendekatkan diri kepada
objel atau langkah-langkah menuju objek.[5] Dalam supervisi pendidikan, terdapat beberapa pendekatan antara lain:
a.
Pendekatan Supervisi Ilmiah (Scientific Approach to Supervision)
Pendekatan scientific (ilmiah)
adalah pendekatan yang merujuk teknik-teknik investigasi atas fenomena atau
gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan
sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry)
harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang diobservasi, empiris, dan
terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Pawlas dan Oliva
menerangkan bahwa, “Scientific supervisors look for fixed principles of
teaching. The teacher performance can than be judge on how well they follow the
instructional principles in their theaching”.[6] Pendekatan ini dalam mengumpulkan datanya dilakukan
secara ilmiah dengan metode ilmiah, data dianalisis secara ilmiah dengan cara
ilmiah dan secara objektif. Sehingga supervisi ilmiah memiliki ciri-ciri antara
lain; dilaksanaka secara terencana dan kontinu, sistematis, obyektif,
menggunakan alat (instrumen) yang valid dan reliabel sehingga dapat memberi
informasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penelitian terhadap perbaikan
pembelajaran.[7]
b.
Pendekatan Supervisi Klinis
pendekatan ini hubungan pengawas dan guru ibarat dokter
dengan pasien. Pendekatan ini lebih meng-human-kan atau memanusiakan guru, guru
dianggap sebagai kolega (teman sejawat). Sehingga guru tidak merasa ada jarak
dengan pengawas.
c.
Pendekatan Supervisi Artistik
Sejalan dengan tugasya, supervisor juga pengajar yang
kegiatannya memerlukan pengetahuan, keterampilan, dan seni. Jadi, supervisi
artistik adalah supervisi dimana supervisor dalam melakuakan kegiatan supervisi
dituntut berpengetahuan, berketerampilan, dan tidak kaku karena kegiatan
supervisi juga mengandung nilai seni.
Pendekatan yang digunakan dalam menerapkan supervisi modern didasarkan pada
prinsip-prinsip psikologis. Suatu pendekatan atau teknik pemberian supervisi,
sangat bergantung kepada prototipe guru.
Adapun dalam
bukunya yang berjudul supervisi pendidikan, penulis Luk-luk Nur Mufidah,[8] menguraikan pendekatan
supervisi pendidikan terbagi menjadi
tiga pendekatan antara lain ialah:
1.
Pendekatan langsung (direktif)
Pendekatan
direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat langsung.
Supervisor memberikan arahan langsung, sudah tentu pengaruh perilaku supervisor
lebih dominan. Pendekatan direktif ini berdasarkan pada pemahaman terhadap
psikologis behauioristis. Prinsip behaviorisme ialah bahwa segala perbuatan
berasal dari refleks, yaitu respons terhadap rangsangan atau stimulus. Oleh
karena guru memiliki kekurangan, maka perlu diberikan rangsangan agar ia bisa
bereaksi lebih baik. Supervisor dapat menggunakan penguatan (reinforcement)
atau hukuman (punishment). Pendekatan seperti ini dapat dilakukan dengan
perilaku supervisor seperti berikut ini:
a) Menjelaskan
b) Menyajikan
c) Mengarahkan
d) Memberi contoh
e) Menerapkan tolok ukur
f) Menguatkan
2. Pendekatan tidak langsung
(Non-Direktif)
Yang dimaksud
dengan pendekatan tidak langsung (non-direktif) adalah cara pendekatan terhadap
permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara
langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dulu mendengarkan secara
aktif apa yang dikemukakan oleh guru. Ia memberi kesempatan sebanyak mungkin
kepada guru.
untuk
mengemukakan permasalahan yang mereka alami. Pendekatan non-direktif ini
berdasarkan pada pemahaman psikologis humanistik. Psikologi humanistik sangat
menghargai orang yang akan dibantu. Oleh karena pribadi guru yang dibina begitu
dihormati, maka ia lebih banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi
guru-guru. Guru mengemukakan masalahnya. Supervisor mencoba mendengarkan, dan
memahami apa yang dialami. Perilaku supervisor dalam pendekatan non-direktif
adalah sebagai berikut:
a) Mendengarkan
b) Memberi penguatan
c) Menjelaskan
d) Menyajikan
e) Memecahkan
masalah
3. Pendekatan kolaboratif
Beberapa pendekatan kolaboratif yang diterapkan oleh supervisor terhadap
guru-guru maupun sebagai pembinaan oleh supervisor. Hal ini memang sangat
penting untuk diperhatikan agar kualitas supervisi pendidikan mampu memberikan
warna yang baik dan memberikan nilai-nilai positif bagi guru atau yang berlibat
di dalam supervisi pendidikan. Beberapa pendekatan antara lain:
a)
Menyajikan
b)
Menjelaskan
c)
Mendengarkan
d)
Memecahkan masalah
C.
Pengertian Pendekatan Kolaboratif
Pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara
pendekatan direktif dan non-direktif menjadi suatu cara pendekatan baru. Pada
pendekatan ini, baik supervisor maupun guru bersama-sama bersepakat untuk
menetapkan struktur proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan
terhadap masalah yang dihadapi guru. Pendekatan ini didasarkan pada psikologi
kognitif. Psikologi kognitif beranggapan bahwa belajar adalah perpaduan antara
kegiatan individu dengan lingkungan yang pada gilirannya akan berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu.[9]
Guru memiliki potensi tapi harus
diberi kesempatan atau perangkat. Sehingga hasil dari supervisi ini adalah
kontrak antara pengawas dan guru, baik supervisor dan guru bersama-sama dan
bersepakat untuk menetapkan struktur, proses, dan kriteria dalam melaksanakan
proses percakapan terhadap msalah yang dihadapi guru.[10]
Dengan demikian, pendekatan kolaboratif supervisor dalam pendekatan ini adalah sebagai berikut:
1. Menyajikan, langkah pertama
dari supervisor atau pengawas ialah menyajikan pembahasan yang akan di bahas
terhadap para guru.
2. Menjelaskan, supervisor menjelaskan secara benar dan memfokuskan
inti permasalah agar lebih jelas dan dapat di fahami setiap anggota guru.
3. Mendengarkan, ketika para guru berbincang-bincang dan berbagai
ulasan pendapat maka supervisor mendengarkan tanggapan guru dan memahami betul
apa yang dibahas.
4. Memecahkan masalah, setelah persoalan mau pun permasalahan menemukan
titik penyebab atau faktor masalah yang di temukan oleh para guru maka
supervisor mampu memecahkan masalah yang berlangsung. Supervisor sekaligus membimbing
para guru untuk menyukseskan.
5. Negosiasi,[11] disamping itu supervisor
memberikan solusi tawaran atau negosiasi kepada para guru agar tidak
menimbulkan nilai egois yang dimiliki oleh supervisor. Hal ini supervisor
bersifat netral dan tidak ada sifat kepentingan pribadi.
Tugas supervisor diatas adalah mendengarkan dan
memperhatikan secara cermat akan keprihatinan guru terhadap masalah perbaikan
pengajaranya, dan sekaligus pula gagasan-gagasan.
Jika diperhatikan, pola pendekatan di atas merupakan
aspek tanggung jawab terlaksananya kegiatan supervisi. Artinya supervisi dan supervisor berbagi tanggung jawab.
Dalam bukunya Binti Maunah[12]
supervisi pendidikan Islam, menjelaskan bahwa Wiles dan Lovell memandangnya dari
segi perkembanganya historis model atau pendekatan supervisi. Mereka
mengemukakan bahwa supervisi kolaboratif adalah gagasan yang di ilhami oleh
ajaran gerakan hubungan kemanusiaan. Gagasan itu sekaligus merupakan reaksi
terhadap praktik model supervisi klasik, yang menetapkan fungsi supervisi
sebagai berikut:
is cooperating, sharing ideas,
soving probles, and providing feedback on observation of teaching, with or for
a person with greater orless influence.
Artinya: adalah bekerja sama, berbagi ide, memecahkan masalah, dan
memberikan umpan balik pada pengamatan mengajar, dengan atau untuk orang dengan
pengaruh yang lebih besar atau kurang.
Walaupun pendekatan ini telah dikenal oleh para
supervisor, namun dalam prakteknya pendekatan ini lebih banyak memperoleh
perhatian dan diimplementasikan oleh para pakar supervisik klinik.[13]
D.
Karakteristik Pembinaan Guru dengan Pendekatan Kolaboratif
Sebagaimana telah diketahui bahwa supervisi adalah suatu teknik pelayanan
yang tujuan utamanya mempelajari dan memperbaiki secara bersama-sama. Kegiatan
ini diarahkan untuk membantu kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya agar
dapat mencapai target yang diinginkan.
Salah satu pendekatan dalam melaksanakan supevisi adalah pendekatan
kolaboratif. Pendekatan ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.
Supervisor bertindak sebagai mitra atau rekan kerja.
2.
Kedua belah pihak berbagi kepakaran.
3.
Pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan inkuiri yakni, mencoba
memahami apa yang dilakukan oleh orang yang amati.
4.
Diskusi sebagai langkah lanjut dari pengalaman bersifat terbuka atau
fleksibel dan tujuannya jelas.
5.
Tujuan supervisi ialah membantu guru dan kepala sekolah berkembang menjadi
tenaga-tenaga profesional melalui kegiatan-kegiatan reflektif.
Dengan memahami karakteristik diatas dapat diilustrasikan bahwa dengan
pendekatan kolaboratif, supervisi yang diterapkan akan terasa tenang dan tidak
mengandung ketegangan. Bahkan sebaliknya yang muncul adalah suasana akrab dan
saling memahami antar satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi karena
supervisor menempatkan dirinya sebagai mitra bagi guru yang disupervisi bukan
sebagai arspektor yang mencari kesalahan dari guru.
Disamping itu supervisi kolaboratif memberikan ruang terbuka bagi guru
sehingga guru mendapat kesempatan yang luas guna menyampaikan ide ataupun
maslah-masalah yang muncul dalam proses pembelajaran. Sehingga dari diskusi
yang dilakukan akan mucul ide-ide baru yang merupakan penyelesaian problem solving dalam problem-problem yang ditemukan
dalam proses pembelajaran.
BAB III
ANALISIS TEORI
A. Pembinaan Guru-guru dalam
Pergaulan Profesional
Dalam hal ini guru di bimbing
dengan melakukan berbagai kegiatan dan supervisor tidak dapat diberikan secara
langsung. Melihat dari jabatan agar dapat menyesuaikan sikap dan kebiasaan yang
tepat. Contoh sikap tersebut seperti penghargaan yang layak terhadap kemampuan
dan kelebihan para petugas dan guru-guru lain.[15] Pengertian
tersebut sangat sempit karna merupakan kebiasaan yang memang harus dipenuhi
guru maupun kinerjanya tanpa membuka kesadaran sebagai kinerja yang memajukan
profesinalnya. Penulis lebih melihat kebudayaan sekolah maupun guru sebagai
kinerja untuk lembaga sekolah. Budaya
kerja, ini merupakan sekumpulan pola perilaku maupun sikap yang melekat secara keseluruhan pada diri setiap individu
dalam sebuah lembaga. Membangun budaya berarti juga meningkatkan dan
mempertahankan sisi-sisi positif, serta berupaya membiasakan pola perilaku tertentu agar tercipta suatu bentuk baru yang
lebih baik serta
memberikan kebiasaan yang tepat.
Adapun
pengertian budaya kerja menurut Hadari Nawawi dalam bukunya Manajemen Sumber
Daya Manusia menjelaskan bahwa budaya kerja adalah kebiasaan yang dilakukan
berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaraan terhadap
kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi
secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan
yang harus ditaati dalam rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.[16]
Dari
uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan perilaku yang dilakukan
berulang-ulang oleh setiap individu dalam suatu organisasi dan telah menjadi
kebiasaan dalam pelaksanaan pekerjaan. Hal ini sesuai dengan firman Allah, sebagai berikut:
Artinya:
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah
pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan
mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan
bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah
kepadamu”.” (QS. Fushilat: 30)[17]
Dari uraian di atas bahwa, ayat tersebut menjelaskan
contoh sesuatu kegiatan yang baik harus berulang-ulang karna aspek budaya kerja
merupakan perilaku yang dilakukan berulang-ulang oleh setiap individu dalam
suatu organisasi dan telah menjadi kebiasaan dalam pelaksanaan pekerjaan.
B.
Pendekatan Supervisi Pendidikan
Secara garis besar ada tiga pendekatan supervisi
pendidikan yang di tulis oleh Luk-luk Nur Mufidah dan Binti Maunah dalam
bukunya ialah pendekatan direktif, nondirektif, dan kolaboratif. Hal ini
mencakup tindakan guru maupun supervisi kepada aspek kegiatan. Dalam
pengembangan supervisi pendidikan beberapa model pengembangan ialah model
supervise konvensional,ilmiah, klinis, dan artistik.
Beberapa kajian diatas yang memang sudah melekat terhadap
supervisi pendidikan dan terbukti kualitas yang sudah di terapkan di berbagai
lembaga pendidikan. Maka dari itu penulis hanya bisa mendukung konsep diatas
yang sudah dibangun oleh pakar cindekiawan.
Dalam hal ini penulis menambahkan dari konsep
pendekatan supervisi beserta model pendekatan supervisi dengan implikasi nilai-nilai
keagamaa. Dalam keagamaan ini tergantung objek sasaran agama itu sendiri. Untuk
meningkatkan dan mengembangkan kajian supervisi pendidikan yang ada. Seperti
yang telah ditemukan oleh penulis dalam bukunya sosiologi agama yang dikutip
oleh Dandang Khamad, bahwa peran pemimpin agama lebih luas.[18]
Peran tersebut sebagai berikut:
1.
Pemimpin agama sebagai motivator
2.
Pemimpin agama sebagai moral
3.
Pemimpin agama sebagai mediator
Untuk menghubungkan konsep pendekatan maupun model
supervisi pendidikan yang sudah ada maka beberapa nilai kepemimpinan agama bisa
memberikan warna yang melengkapi dari berbagai sikap maupun pembinaanya.
Realitas terbukti dari berbagai lembaga pendidikan
Islam lebih maju bahkan mapan meskipun tidak bercantum tangan terhadap
pemerintahan. Seperti yayasan pendidikan Islam yang saat ini melaju lebih cepat
bila dibandingkan pendidikan negeri.
C.
Pengertian Pendekatan Kolaboratif
Pendekatan kolaboratif adalah pendekatan memadukan pendekatan
direktif dan non-direktif menjadi suatu cara pendekatan baru. Pendekatan ini
didasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi kognitif beranggapan bahwa
belajar adalah perpaduan antara kegiatan individu dengan lingkungan yang pada
gilirannya akan berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu.[19]
Sesui pembahasan diatas ialah piskologi
kognitif merupakan perpaduan belajar antara kegiatan individu dengan
lingkungan. Penulis sedikit menjanggal jika memang pendekatan kolaboratif
didasarkan oleh psikologi kognitif karna berbeda dari ungkapan Danim bahwa psikologi
kognitif adalah cabang psikologi yang mempelajari proses mental termasuk
bagaimana orang berpikir, merasakan, mengingat, dan belajar. Sebagai bagian
bidang ilmu kognitif yang lebih besar, cabang psikologi ini berhubungan dengan
disiplin ilmu lain termasuk ilmu saraf, filsafat, dan linguistik.[20]
Lebih mudah memahami bahwa
psikologi kognitif mengarah pola berfikir berfikir. Kenyataan yang ada bahwa
kolaboratif membandingkan berbagai aspek yang diselesaikan dalam kesepakatan
bersama. Jika psikologi kognitif hadir pada pendekatan kolaboratif maka yang
ada memunculkan berbagai ide-ide dalam kepentingan.
D.
Karakteristik Pembinaan Guru dengan Pendekatan Kolaboratif
Bahwa supervisi adalah suatu teknik pelayanan yang tujuan utamanya
mempelajari dan memperbaiki secara bersama. Kegiatan ini diarahkan untuk
membantu kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya agar dapat mencapai target
yang diinginkan seperti Ada data yang objektif yang diperoleh dari keadaan yang riil.[21] Namun perkembangan sosial
masyarakat sangat mempengaruh konsep pada diri manusa yang berbeda-beda untuk
mencari atau menyesuaikan keserasian dalam menerapkan pendekatan kolaboratif.
Satu orang dengan orang lain ada berbedaan dalam karakteristik karna melihat
dari pengalaman seseorang akan berbeda dari pengalaman lainya maka akan
menimbulkan perubahan dalam kepribadian seseorang sesuai lingkungan
keseharianya.
Dengan demikian karakteristik pembinaan guru dengan
pendekatan kolaboratif menimbulakn beberapa perbedaan yang diperoleh dalam
setiap pembinaan guru. Dikarnakan faktor yang mempengaruhi perubahan seseorang.
Faktor tersebut ialah faktor keluarga, faktor kebudayaan, faktor pendidikan
sekolah, faktor ekonomi, faktor masyarakat atau social, faktor politik, faktor
agama.[22]
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan dari pemaparan pembahasan dan analisis
teori maka dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut:
1. Bahwa pembinaan guru dalam pergaulan
profesi merupakan budaya kerja perilaku
yang dilakukan berulang-ulang oleh setiap individu dalam suatu organisasi dan
telah menjadi kebiasaan dalam pelaksanaan pekerjaan. Istilah ini memberikan kegiatan
positif yang harus istiqomah.
2. Konsep pendekatan supervisi
beserta model pendekatan supervise ialah dengan implikasi nilai-nilai keagamaa.
Dalam keagamaan ini tergantung objek sasaran agama itu sendiri seperti pemimpin
agama mampu menghubungkan dengan dakwahnya sebagai moralitas nilai-nilai
keagamaan.
3. Pengertian pendekatan
kolaboratif merupakan perpaduan antara pendekatan direktif dan nondirektif
secara berhubungan untuk mengarahkan bersama, bukan karna didsari pada
psikologi kognitit tapi lebih bersifat hubungan secara langsung untuk
memecahkan masalah.
4. Karakteristik pembinaan guru
dengan pendekatan kolaboratif merupakan perilaku supervise maupun supervisor
yang mencerminkan nilai-nilai tindakan dalam pelaksanaan pembinaan namun dalam
setiap pembinaan ada beberapa faktor yang mempengaruhi supervise maupun
supervator dalam perubahan seseorang. Faktor tersebut ialah faktor keluarga, faktor
kebudayaan, faktor pendidikan sekolah, faktor ekonomi, faktor masyarakat atau
social, faktor politik, faktor agama.
B.
Saran
Dari uraian diatas maka penulis mempunyai beberapa
saran untuk pihak-pihak yang bersangkutan dengan permasalahan sosial dan
pendidikan. Adapun sasaran tersebut, sebagai berikut:
1. Bagi kepala sekolah
Seharusnya lebih memperhatikan guru dan karyawan yang digunakan pada proses
bekerja yang tengah berlangsung pada lembaganya saat ini. Agar proses pembinaan
tersebut tidak hanya merupakan suatu kegiatan melainkan juga pembinaan
jasmaniah, rohaniah, intelegensi dan perilaku sosial dalam menyelesaikan
permasalahan secara bersama.
2. Bagi personalia pendidikan
Seharusnya membiasakan untuk menghargai pendapat orang lain dalam forum
diskusi maupun rapat pembinaan guru-guru
3. Bagi pendekatan kolaboratif
Pendekatan kolaboratif seharusnya berkembang secara cepat karena
mempertemukan titik permasalahan dalam satu tempat atau waktu untuk
menyelesaikan dengan di dasari piskologi kognitif.
4. Bagi pembaca
Karya tulis ini dapat digunakan sebagai bahan menambah wawasan terkait
pembinaan guru dengan pendekatan kolaboratif.
DAFTAR RUJUK
Maunah , Binti. Supervisi Pendidikan Islam Teori dan Praktik.
Yogyakarta: Teras, 2009.
Mufidah, Luk-luk Nur. Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: Teras,
2009.
Ngalim, Purwanto. Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Rosdakarya. Bandung: Rosdakarya, 2003.
Pawlas, George E. & Oliva, Peter F. Supervision for Today’s School. USA:Thomson Press, 2007.
Purwanto, Ngalim. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya, 2000.
Yayasan Penyelenggaraan
Penerjemah atau Tafsir Al Quran Revisi Terjemah
Lajnah Penafsiran Mushaf Al
Quran Kementrian Agama RI, Al Quran
Tajwid dan Terjemah, Bandung: Syaamil Quran, 2010.
Sahertin, Ahmad. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta, Rineka Cipta, 2008.
Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Supervisi. Jakarta: Rineka
Cipta, 2004.
Hadari Nawawi. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2003.
[1]Purwanto Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Rosdakarya , (Bandung: Rosdakarya, 2003), 9.
[2]Yayasan
Penyelenggaraan Penerjemah atau Tafsir Al Quran Revisi Terjemah Lajnah
Penafsiran Mushaf Al Quran Kementrian Agama RI, Al Quran Tajwid dan Terjemah, (Bandung: Syaamil Quran, 2010), 250.
[6]George E. Pawlas & Peter F. Oliva, Supervision
for Today’s School, (USA:
Thomson Press, 2007), 8.
[10]Ahmad Sahertin, Konsep
Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, (Jakarta, Rineka Cipta, 2008),
49-50.
[16]Hadari
Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2003), 65.
[17]Yayasan
Penyelenggaraan Penerjemah atau Tafsir Al Quran Revisi Terjemah Lajnah
Penafsiran Mushaf Al Quran Kementrian Agama RI, Al Quran Tajwid dan Terjemah, (Bandung: Syaamil Quran, 2010), 480.
[22]Syamsu Yusuf, Teori Kepribadian,
(Bandung:PT. Remaja Rosdakarya), 27-29.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar