Sabtu, 13 Mei 2017

PERAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERUBAHAN SOSIAL

PERAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERUBAHAN SOSIAL

REVISI MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah
Sosiologi Pendidikan

Dosen Pengampu:
1.      Dr. Hj. Binti Maunah, M. Pd.I
2.      Dr. H. Nur Efendi. M. Ag

Description: Description: Description: Description: G:\iain\iaintul.jpg











Disusun Oleh:

Hasan Khariri
NIM 17501164008


                                                    SEMESTER II.A
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG
                               MARET 2017
PRAKATA
Puji ayukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadiran Allah SWT yang telah memberi petunjuk kepada umat manusia, sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah dengan berjudul “Peran Pendidikan Islam Dalam Perubahan Sosial”.
Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada bagonda Rosulullah SAW yang telah memberikan petunjuk kepada umat manusia, sehingga manusia dapat terbebas dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah.
Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1.      Bapak Dr. H. Maftukhin, M. Ag selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah memberikan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas tepat waktu.
2.      Bapak Prof. Dr. H. Achmad Patoni, M. Ag selaku direktur Pascasarjana IAIN Tulungagung yang selalu memberikan dorongan semangat dalam mengemban ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
3.      Bapak Dr. H. Nur Efendi. M. Ag dan Ibu Dr. Hj. Binti Maunah, M. Pd.I selaku dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Lembaga Pendidikan Islam.
4.      Seluruh civitas kampus Pascasarjana yang selalu memberikan dukungan selama perkuliahan.
5.      Ayah dan Ibunda tercinta, yang selalu memberikan support dan doanya kepada penulis.
6.      Teman-teman angkatan 2016 yang telah membantu terselesainya tugas ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini sangatlah sederhana dan masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan dengan senang hati terbuka menerima kritik demi kesempurnaan karya tulis ini.
Semoga apa yang telah penulis paparkan dalam karya tulis ini dapat memberikan banyak manfaat kepada semua pihak, utamanya demi meningkatkan mutu pengetahuan kita. Amin ya Rabal ‘Alamin.

Tulungagung, 15 Mei 2017

                                                                   Penulis


DAFTAR ISI


PRAKATA.................................................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
           A. Latar Belakang............................................................................. 1
           B. Rumusan Masalah......................................................................... 3
           C. Tujuan........................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 5
A.    Definisi Pendidikan Islam, Perubahan Sosial dan Masyarakat... 5
B.     Revitalisasi Pendidikan Islam................................................... 10
C.     Proses Perubahan Sosial dalam Islam........................................ 15

BAB III ANALISIS................................................................................. 20

BAB IV PENUTUP................................................................................. 22
A.    Kesimpulan................................................................................ 21
B.     Saran.......................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKAN........................................................................... 23


 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perubahan sosial memang awalnya terpengaruh oleh orang lain sampai negara lain sehingga sosial akan mengalami perubahan dengan sendirinya. Karna sifat sosial itu interaksi dengan yang lain, interaksi manusia dengan manusia, interaksi negara dengan negara atau sebaliknya. Dalam interaksi sosial ini tentunya akan menimbulkan beberapa perbedaan, perbedaan ini yang akan menjadi sebuah perubahan. Negara lain ada yang memiliki literatul liberal dengan cepat pembahruan mereka berhasil atau tidak maka negara lainya akan melihat dengan negara yang berkembang. Adapun di dunia pendidikan Islam selalu mengalami perubahan, baik dari kebutuhan manusia, visi misi atau arsitek pembangunannya.
Dalam langkah kegiatan pendidikan selanjutnya, ketiga sasaran tersebut, menjadi kerangka kebudayaan hidup manusia.[1]
Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Kemajuan dan kemunduran umat Islam sangat berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukan oleh para masyarakat dalam menunjang pradaban hidup mereka karena itulah pada banyak masyarakat selalu mendapatkan problematika yang bermacam-macam yang datang secara langsung maupun tidak langsung dari komunitas yang dijadikan sebagai sasaran dakwah.
Keadaan ini akan menstimulasi terjadinya keterbukaan wawasan dan penguasaan keterampilan dasar yang mereka butuhkan. Pada tahap ini masyarakat hanya dapat berpartisipasi pada tingkat yang rendah, yaitu sekedar menjadi pengikut atau obyek pembangunan saja, belum menjadi subyek pembangunan masyarakat di dalam membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi, dan melakukan inovasi-inovasi di dalam lingkungannya. Apabila masyarakat telah mencapai tahap ketiga ini maka masyarakat dapat secara mandiri melakukan pembangunan.
Perkembangan agama Islam di Indonesia sangat pesat yang dimulai dari masuknya dari daerah Aceh dengan tujuan menyebarkan agama dakwah dengan menjual rempat-rempah.
Menurut Emile Durkheim,[2] ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun immaterial. Penekannya adalah pada pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial diartikan sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan.
Untuk mempelajari perubahan pada masyarakat, perlu diketahui sebab-sebab yang melatari terjadinya perubahan itu. Apabila diteliti lebih mendalam sebab terjadinya suatu perubahan masyarakat, mungkin karena adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak lagi memuaskan.
Penyebab perubahan sosial dalam suatu masyarakat dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor dari dalam dan luar. Faktor penyebab yang berasal dari dalam masyarakat sendiri antara lain bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk, penemuan baru, pertentangan dalam masyarakat, terjadinya pemberontakan atau revolusi. Sedangkan faktor penyebab dari luar masyarakat adalah lingkungan fisik sekitar, peperangan, pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Kondisi masyarakat Indonesia saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Berbagai macam kasus atau perilaku sosial yang amoral sering kali terjadi, mulai dari perampokan, pelecehan seksual, pencurian, minum-minuman keras, narkoba, kekerasan dan lain sebagainya. Padahal, di Indonesia banyak lembaga-lembaga pendidikan. Seharusnya dengan adanya lembaga pendidikan maka kondisi bangsa juga akan menjadi baik.
Hal di atas sungguh sangat paradoks. Di satu sisi Indonesia mempunyai banyak lembaga pendidikan, mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi (PT). Namun di sisi lain, Indonesia mengalami dekadensi moral. Sehingga menjadikan situasi sosial masyarakat  tidak kondusif.
Lebih-lebih masyarakat Indonesia adalah mayoritas muslim, dan juga mayoritas pelaku kejahatan sosial juga mengaku dirinya muslim. Satu hal yang menjadi tanda tanya besar. Kenapa bangsa Indonesia yang mayoritas muslim masih banyak ditemukan kejahatan-kejahatan di masyarakat?.
Menurut penulis letak kesalahannya adalah pada pendidikan moralnya yang kurang optimal. Dalam hal ini, pendidikan Islam memegang peranan penting untuk merubah kondisi sosial masyarakat Indonesia. Karena Islam adalah agama yang telah menyebarkan nilai-nilai sosial mulia, seperti nilai moralitas, humanitas dan religiusitas. Maka sudah saatnya pendidikan Islam sadar akan perannya di tengah kondisi bangsa yang morat-marit ini.
Maka dari itu perlu adanya  itu penulis tertarik untuk mengangkat judul Peranan Pendidikan Islam dalam perubahan Sosial, agar peran pendidikan Islam mampu menuju masyarakat religius dengan harapan, pendidikan islam bisa lebih diperhatikan lagi oleh para praktisi pendidikan demi kontribusi yanng berarti untuk meningkatkan kualitas moral bangsa. Semoga dengan adanya penulis gagasan perubahan sosial atau pembahruan dapat memberikan nilai-nilai positif secara nasionalis.

B.     Rumusan Masalah
1.    Bagaimana Pengertian Peran Pendidikan Islam dalam perubahan sosial?
2.    Bagaimana Proses Perubahan Sosial dalam Islam?
3.    Bagaimana Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial menuju Masyaraka Religius?
C.    Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian peran pendidikan Islam dalam perubahan sosial
2.    Untuk mengetahu proses perubahan sosial dalam Islam
3.    Untuk mengetahui pendidikan Islam dalam perubahan sosial menuju masyarakat religius

















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Islam, Perubahan Sosial
1.    Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan proses pendewasaan anak melalui berbagai program dan kegiatan dalam konteks, baik formal maupun non formal. Dan hasil akhir pendidikan adalah pembentukan insan yang berkualitas, berakhlak mulia, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri dan berguna bagi sesama manusia, masyarakat dan bangsanya.[3] Pendidikan Islam bukan hanya fokus sebagai landasan keimanan atau bertaqwa tapi pendidikan Islam mampu membarikan nilai nasionalis terhadap yang lain. Karna perubahan itu kebutuhan maka nilai Islam dapat meluncur lebih luas.
Beberapa lembaga tidak mampu mengikuti arus sosial sampai akhirnya pendidikan berhenti tidak bisa berkembnag. Adanya perubahan sosial juga persaingan dari lingkunganya. Pendidikan Islam mampu merubah lebih dewasa, buktinya banyak lembaga pendidikan Islam yang berkembang seperti pendidikan Islam di jawa timur, jombang yayasan Darrul ‘Ulum dan pondok pesantren tebu ireng. Di kediri ada lembaga Islam seperti pondok pesantren lirboyo dari salaf menuju modern.
Di dalam Islam terdapat tiga istilah pendidikan Islam, yatiu tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Pertama, kata raba yarbu, yang berarti bertambah atau tumbuh. Kedua, kata rabia yarba, yang berarti tumbuh dan berkembang. Ketiga, kata raba yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga dan memelihara. Firman Alah yang mendukung istilah tarbiyah antara lain terdapat pada surat Al-Isra’ ayat 24.
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".
Istilah kedua adalah ta’lim, yaitu proses pembelajaran secara terus menerus sejak manusia lahir melalui pengembangan fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan dan hati. Maka disini timbul perubahan dalam proses pembelajaran yang terus mengevaluasi dari berbagai pembelajaran. Adapun istilah ta’dib berasal dari kata adab yang berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hirarkis sesuai dengan berbagai tingkatan dan derajat tingkatannya serta tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kapasitas dan potensi jasmani, intelektual, maupun rohani seseorang. Dengan demikian ini, kata adab mencakup pengertian ilmu dan amal.
Sementara itu, terma pendidikan Islami dapat dipahami sebagai proses pewarisan atau usaha sadar muslim dalam mewariskan pengalaman, ajaran, dogma, dan tradisi kepada generasi berikutnya. Ada beberapa pergeseran dan mengalami pemunduran pendidikan Islam namun selama ini pendidikan Islam selalu mengalami perubahan yang positif. Dalam terma pendidikan Islami, tidak terbatas pada pewarisan ajaran yang sesuai dengan teks-teks agama tetapi juga tradisi, dogma, kebiasaan, pengalaman, dan hal-hal yang baik yang pernah dilakukan oleh komunitas muslim masa lalu. Jadi, pendidikan di kalangan dunia Islam tidak terbatas pada mempelajari teks-teks agama, melainkan juga pada tradisi, pandangan, dan praktik-praktik transformasi pengetahuan serta cara mewariskan pengetahuan, ilmu, dan keyakinan.[4] Pewarisan tentu menjaga dan membahur ke masyarakat sehingga manusia melihat objek pendidikan dari sebelumnya menuju yang sekarang dan dari sekarang memandang kedepanya.
2.    Perubahan Sosial
Perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat dalam hubungan sosial sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial. Perubahan-perubahan sosial sebagai variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Yang paling terlihat ialah material, dimana material berperan sangat penting untuk perubahan lebih baik lagi.
Perubahan sosial merupakan segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Ada tiga tahapan perubahan masyarakat. Pertama, tahap masyarakat ganda, yakni ketika terpaksa ada pemilahan antara masyarakat madani (civil society) dengan masyarakat politik (political society) atau antara masyarakat dengan negara. Karena adanya pemilahan ini, maka dapat terjadi negara tidak memberikan layanan dan perlindungan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Kedua, tahap masyarakat tunggal, yaitu ketika masyarakat madani sudah berhasil dibangun. Ketiga, tahap masyarakat etis (ethical society) yang merupakan tahap akhir dari perkembangan tersebut. Masyarakat etis, yakni masyarakat yang dibentuk oleh kesadaran etis, bukan oleh kepentingan bendawi. Pendidikan pada masyarakat sebagai alat transfer keahlian teknis, akan tetapi sebagai suatu bagian dalam mempengaruhi manusia.

3.    Revitalisasi Pendidikan Islam
Secara kualitas, tuntutan masyarakat di era globalisasi terhadap institusi pendidikan Islam tidak berbeda dengan yang dihadapi institusi pendidikan di Indonesia pada umumnya, mengingat semakin tingginya tingkat kompetisi bagi lulusan di dunia kerja. Namun, ruang lingkup pendidikan Islam yang luas, di mana penyelenggaraannya di madrasah, sekolah umum, dan secara tradisional di pesantren dan majelis taklim, secara kependidikan berpotensi semakin baik. Hal ini mengingat penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology) dalam dunia pendidikan sangat membantu dalam meningkatkan layanan pendidikan yang prima, baik secara administratif maupun akademik.[5] Pengelolaan pendidikan Islam juga harus profesional, bukan pengajar yang dituntut harus profesional akan teatapi wilayah tata usaha dari layanan, humas, informasi, administrasi harus profesional untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam.
Sementara itu, diversifikasi pendidikan Islam yang ditandai dengan penguatan pada disiplin ilmu-ilmu kemanusiaan dan sosial (human and social sciences), dan ilmu-ilmu alam (natural sciences) semakin membuktikan kesetaraan institusi pendidikan Islam dengan sekolah umum. Meskipun memang secara mendasar fokus pendidikan Islam terletak pada pendidikan agama dan keagamaan. Justru dengan demikian secara keilmuan lulusan dari lembaga pendidikan Islam diharapkan memiliki nilai lebih (added value) bahkan keunggulan komparatif (comparative advantage), berupa wawasan dan pengetahuan keislaman yang relatif lebih baik. Hal ini sebagai dasar Islam untuk menghasilkan insan yang sempurna namun bukan saja dalam taraf keislamanya yang selalu dikembangkan dengan berjalanya waktu pendidikan Islam juga mampu mencetak cedikiawan yang profesional, moderat, pruralis sampai berwawasan nasionalis.
Harapan untuk memiliki nilai lebih bagi institusi pendidikan Islam tentu bukan persoalan mudah. Ada sejumlah persyaratan yang terlebih dahulu harus dipenuhi untuk mencapai target itu. Dari segi kurikulum, misalnya, kita tidak mungkin menjadikan lembaga pendidikan Islam mampu melahirkan lulusan yang ideal, ketika struktur kurikulum tidak memberi ruang yang cukup bagi penguatan bidang-bidang umum secara spesifik dan intensif; dan begitupun sebaliknya.
Pada tingkat madrasah dan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), pemenuhan kurikulum secara nasional perlu diekstensifikasi dengan bidang-bidang keislaman dan kemampuan bahasa asing. Hal ini tidak memungkinkan jika pembelajaran dilakukan tanpa terintegrasi dengan pola pesantren (islamic boarding school). Dengan pola pendidikan berasrama, penguatan bidang-bidang profesional dapat dilakukan secara simultan dengan penguatan pada bidang-bidang keislaman dan pendidikan karakter (akhlak al-karimah). Selain itu, interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan pengelola asrama memungkinkan terciptanya pembiasaan dalam penggunaan bahasa asing, semangat kemandirian, kultur akademik yang kompetitif, bahkan yang tak kalah penting adalah aspek keteladanan pengamalan ajaran agama.[6] Mungkin adanya pendidikan pesantren Islam dengan pendidikan Islam secara formal akan jauh berbeda dari segi lingkunganya, budayanya, kebutuhanya. Perbedaan ini bukan penghambat adanya konflik namun mereka saling melengkapi. Adanya penguasaan bahasa asing dituntut untuk bisa menguasai di lembaga pendidikan Islam secara formal, namun berbeda dengan pendidikan pesantren salaf yang memang mereka menguasai dalam bahsa tertentu agar fokus dalam kajian Islam. Pesaantren juga telah mengalami perubahan yang cukup berkembang dari yang salaf ke modern. Hampir pesantren yang sekarang timbul sistem modern dalam pembelajaran maupun visi misinya karna mereka ingin maju adanya perubahan sosial.
Inovasi dan pembaharuan juga diperlukan dalam pola pengelolaan pendidikan Islam. Sebab, dalam masyarakat global saat ini, institusi pendidikan Islam dituntut memiliki kinerja yang produktif, efektif, transparan, dan akuntabel. Di pihak lain, penerapan tata kelola yang bersih dan baik (clean and good governance) merupakan imbas positif dari demokratisasi pada level pemerintahan yang kemudian menjadi tuntutan di semua level organisasi, termasuk pada tingkat lembaga pendidikan. Sebab, secara tidak langsung, baik atau buruknya pengelolaan pendidikan akan berdampak pada layanan terhadap peserta didik di semua jenjang pendidikan.[7]
Alhasil, pendidikan Islam di semua jenis, jenjang, bentuk, dan pola penyelenggaraannya perlu lebih diperkuat lagi peranannya; pertama, dari aspek keilmuan perlu dilakukan diferensiasi yang lebih spesifik antara orientasi pengembangan akademik dan orientasi keterampilan hidup. Kedua, dalam kapasitasnya sebagai transmitter ajaran dan nilai-nilai keislaman dapat dimulai dengan pembudayaan dan peneladanan pengamalan ajaran Islam pada level institusional (sekolah dan madrasah). Dengan penguatan pada dua peran penting pendidikan Islam tersebut, pembangunan masyarakat relijius dikonstruksi secara sistemik, dengan tidak saja atas partisipasi dan kesadaran dari masyarakat sendiri, tapi juga ada upaya-upaya fasilitasi dari negara melalui Kementerian Agama sebagai regulator penyelenggaraan pendidikan Islam di Indonesia.

B.     Proses Perubahan Sosial dalam Islam
Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam, tentu sangat memperhatikan keadaan masyarakat. Hal ini terlihat dari bukti sejarah, bagaimana Nabi Muhammad SAW membangun masyarakat Arab. Kemudian terus berkembang hingga Islam tersebar ke seuruh penjuru dunia. Dan sudah barang tentu, Islam membangun masyarakat melalui pendidikan. Karena proses pendidikan merupakan salah satu cara yang efektif dalam membangun umat.
Untuk melakukan sebuah perubahan, maka ada dua hal yang perlu diperhatikan oleh manusia sebagai pelaku perubahan, yaitu:
1.    Membangun kecerdasan dan memperluas wawasan dakwah.
Manusia sebagai makhluk yang luar biasa mempunyai potensi yang luar biasa besarnya sehingga dapat mendayagunakan alam dan sesama manusia dalam rangka mebangun peradaban. Kemajuan suatu bangsa pada umumnya ditentukan oleh bangsa itu dalam mendayagunakan sumber daya manusia melalui pergumulannya mengembangkan ilmu pengetahuan. Maka sudah barang tentu di dalam proses pendidikan manusia menempati sebagai subjek dan objek pendidikan itu sendiri.
Banyak indikasi di dalam al-Quran yang memerintahkan supaya manusia, khususnya umat Islam bersikap cerdas dan selalu menambah wawasan keilmuannya, di antaranya:
Pertama, Allah memerintahkan manusia agar senntiasa berpikir dan menggunakan pikirannya untuk memecahkan permasalahan-permasalahan hidup yang dihadapi. Dan potensi untuk menambah wawasan tersebut sudah Allah sediakan untuk manusia, seperi penglihatan, pendengaran dan perasaan.
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS. An-Nahl: 78)
Kedua, Allah SWT memberikan kebebasan untuk menuntut ilmu,  Allah telah melakukan liberalisasi dalam bidang ilmu. Semua manusia (khususnya muslim) baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan mencari ilmu kepada siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Kemudian orang-orang yang sudah mendapatkan ilmu diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyebarkan ilmu tersebut serta tidak menyembunyikannya. Hal ini dimaksudkan untuk kemaslahan umat manusia. Hal ini tersirat dalam:
وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ  ؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Artinya: “Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (QS. Al-Baqarah: 31)
Ketiga, Dengan akal manusia diperintahkan untuk membuktikan kekuasaan Allah dengan cara mengkaji dan mengelola alam demi keperluan hidupnya dengan cara yang bijak dan menghindari  berbuat kerusakan dan pertumpahan darah.

وَلَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ بَعۡدَ إِصۡلَٰحِهَا وَٱدۡعُوهُ خَوۡفٗا وَطَمَعًاۚ إِنَّ رَحۡمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ مِّنَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
Artinya:”Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (Tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-A’raaf: 56)
Keempat, manusia diperintahkan untuk fantasyiru fil ’ardh (bertebaran di muka bumi) dalam rangka mencari ilu pengetahuan. Karena setiap bangsa diberi ilmu keistimewaan sendiri-sendiri. Dan ilmu pengetahuan atau perkembangan pemikiran umat manusia tidak berhenti, apalagi mundur, melainkan terus berputar dan berpindah dari suatu bangsa pada kurn waktu tertentu.
 فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ الَّهِ وَاذْكُرُوا الَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jum’ah: 10)
Reserach pada ayat ayat kauniyah dimotivasi Al_Qur’an untuk terus dilakukan agar tercipta masyarakat yang berperadaban tinggi bukan masyarakat yang merugi dengan segala keterbelakangannya.
قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ ثُمَّ انْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
Artinya: Katakanlah: "Berjalanlah di muka bumi, Kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu." (QS. Al-An’am: 11)
Kelima, kecintaan terhadap informasi atau ilmu pengetahuan yang akhirnya menumbuhkan pada kecintaan kegiatan belajar. Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa al-Quran pertama diturunkan adalah perintah untuk membaca, yaitu mengkaji tentang hakikat Tuhan, manusia, alam, hubungan antara ketiganya, serta fungsi masing-masing.
خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan” (QS. Al-‘Alaq: 2)
2.    Membangun etos kerja dakwah.
Untuk menuju kepada sebuah perbahan sosial yang signifikan, Islam sangat memperhatikan etos kerja. Karena etos kerja-lah yang akan menjadi pendorong bagi manusia untuk bergerak menuju arah perubahan. Hal ini telah dibuktikan oleh sejarah, bagaimana nabi Muhammad Saw., bisa menguasai daerah Arab dan sekitarnya dan kemudian akhirnya Islam tersebar di seluruh penjuru dunia serta dapat mengubah peradaban manusia. Semua itu karena etos kerja umat Islam sangat kuat. Untuk itu, menurut Malik Fadjar ada beberapa hal penting yang perlu kita ketahui, yaitu:
Pertama, Di dalam Islam, motivasi dasar yang harus diletakkan oleh setiap muslim dalam menjalankan hidup ini adalah pengabdian kepada Allah semata. Islam mengajarkan dalam hidup dan segala aspeknya termasuk dalam mengelola pendidikan dan melakukan perubahan sosial harus diniatkan sebagai pengabdian kepada Allah.
Kedua, Dalam hidup dan bekerja, Islam menganjarkan akan pentingnya berorientasi pada masa depan, kerja keras, teliti, hati-hati, menghargai waktu, penuh rasa tanggung jawab, dan berorientasi pada prestasi. Hidup harus punya cita-cita, hidup dalam Islam harus hemat dan berpola sederhana seta tidak konsumtif dan berlebihan atau tidak kikir. Selain itu, kerja santai, tanpa rencana, malas, boros tenaga, waktu dan biaya adalah bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dan semua masalah yang menjadi tanggung jawabnya harus dihadapi dengan penuh rasa tanggung jawab (responsibility) dan penuh perhitungan. Islam juga menilai, sebaik-baik pekerjaan adalah yang dikerjakan dengan sebaik-baiknya (ahasana ’amala).
Proses perubahan sosial terdiri dari tiga tahap berurutan: (1) invensi yaitu proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan, (2) difusi, ialah proses di mans ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam Sistem sosial, dan (3) konsekwensi yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem social sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunysi akibat. Karena itu perubahan sosial adalah akibat komunikasi sosial.[8]
Beberapa pengamat terutama ahli anthropologi memerinci dua tahap tambahan dalam urutan proses di atas. Salah satunya ialah pengembangan inovasi yang terjadi telah invensi sebelum terjadi difusi. Yang dimaksud ialah proses terbentuknya ide baru dari suatu bentuk hingga menjadi suatu bentuk yang memenuhi kebutuhan audiens penerima yang menghendaki. Kami tidak memasukkan tahap ini karena ia tidak selalu ada. Misalnya, jika inovasi itu dalam bentuk yang siap pakai. Tahap terakhir yang terjadi setelah konsekwensi, adalah menyusutnya inovasi, ini menjadi bagian dari konsekwensi.
Yang memicu terjadinya perubahan dan sebaliknya perubahan sosial dapat juga terhambat kejadiannya selagi ada faktor yang menghambat perkembangannya. Faktor pendorong perubahan sosial meliputi kontak dengan kebudayaan lain, sistem masyarakat yang terbuka, penduduk yang heterogen serta masyarakat yang berorientasi ke masa depan. Faktor penghambat antara lain sistem masyarakat yang tertutup, vested interest, prasangka terhadap hal yang baru serta adat yang berlaku.
Perubahan sosial dalam masyarakat dapat dibedakan dalam perubahan cepat dan lambat, perubahan kecil dan besar serta perubahan direncanakan dan tidak direncanakan. Tidak ada satu perubahan yang tidak meninggalkan dampak pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan tersebut. Bahkan suatu penemuan teknologi baru dapat mempengaruhi unsur-unsur budaya lainnya. Dampak dari perubahan sosial antara lain meliputi disorganisasi dan reorganisasi sosial, teknologi serta cultural.

C.    Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial menuju Masyarakat Religius
Banyak pendidikan Islam berlomba-lomba memenuhi syarat kualitas dan produktifitas lebih baik, hal yang harus diperhatikan bahwa lembaga semakin bersaing lebih ketat. Adapun memahami konteks pendidikan Islam di Indonesia tidak cukup hanya dengan melihat bahwa pendidikan Islam merupakan subsistem dari pendidikan nasional. Akan tetapi, pendidikan Islam juga sekaligus sebagai entitas tersendiri yang memiliki tradisi dan kultur akademik yang berbeda dengan karakteristik pendidikan pada umumnya. Di antara ciri substantifnya adalah, bahwa pendidikan Islam dibangun atas dasar kesadaran dan keyakinan umat Islam untuk menjadi pribadi muslim yang taat (`abdullah, khalifah fi al-ard). Maka, wajar jika pengetahuan dan wawasan keislaman merupakan prasyarat mutlak yang harus dimiliki oleh seluruh umat Islam. Kesadaran semacam ini lalu menjadi èlan vital di kalangan pemimpin agama yang secara mandiri memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan Islam di tengah masyarakat, baik secara individual maupun kolektif-kolegial (organisasi keagamaan, al-jam`iyah al-diniyah).
Memahami dunia pesantren sangat menarik dimana lembaga yang paling klasik dan berkembang secara cepat, hal ini dibuktikan adanya lembaga pendidikan pesantren atau disebut pondok yang berkembang sesuai perubahan sosial, sesuai kebutuhan sosial. Pondok pesantren merupakan embrio atas dimulainya tradisi pendidikan Islam di Indonesia. Bentuk tradisional dari pendidikan Islam tersebut hingga sekarang memang masih bertahan, meskipun secara terus menerus dan massif tergerus oleh modernisasi, globalisasi, bahkan kapitalisasi pendidikan yang melanda dewasa ini. Namun demikian, sesungguhnya yang paling mengkhawatirkan dari transformasi pendidikan Islam ini bukan semata-mata pada aspek kelembagaannya, melainkan pada semakin surutnya nilai-nilai adi luhung yang menjadi urat nadi pendidikan Islam di Indonesia. Akibat buruk yang paling tidak menguntungkan secara institusional bagi keberadaan pendidikan Islam adalah pudarnya nilai-nilai kemandirian dan keikhlasan dalam penyelenggaraan pendidikan oleh para pemuka agama. Sementara di sisi lain, pergeseran orientasi terhadap institusi pendidikan semakin menjurus pada proses fabrikasi yang hanya akan melahirkan manusia-manusia robot tanpa nilai dan kering dari moralitas agama. Kekhawatiran semacam itu tentu tidak terlalu berlebihan, mengingat sekarang ini ekspektasi masyarakat terhadap sistem pendidikan yang ada lebih berkecenderungan materialistik, ketimbang ideal-moralistik. Besar kemungkinan banyak kita jumpai orang tua murid lebih takut jika kelak anaknya tidak mendapat pekerjaan yang pantas, daripada lebih takut anaknya akan menjadi seorang koruptor. Dalam prakteknya, penyelenggaraan pendidikan memang perlu memperhatikan supplay and demand. Akan tetapi, pemenuhan terhadap tuntutan masyarakat dari dunia pendidikan seharusnya tidak lalu mengorbankan idealisme pendidikan untuk mewadahi proses pemanusiaan manusia (humanizing human) dan proses pembudayaan masyarakat.
Di tengah persinggungan kepentingan semacam itulah, institusi pendidikan Islam sangat berpotensi mampu memenuhi tuntutan masyarakat modern di era global, sekaligus menjadi mercusuar dalam penguatan nilai-nilai dan moralitas agama. Memang, memasuki abad ke-20 terjadi transformasi besar-besaran di tubuh pendidikan Islam di Indonesia. Meski tidak sepenuhnya meninggalkan pola pendidikan tradisional ala pesantren, tetapi modernisasi di tubuh pesantren telah banyak mengubah rasa pesantren menjadi sekolah umum dengan sebutan madrasah.
Perlu diperhatikan hasil buah pikir cendikiawan yang mampu merubah dunia seperti Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, Karel Steenbrink, Zamachsyari Dhofier, dan Azyumardi Azra adalah sebagian penulis yang cukup berhasil memotret proses modernisasi yang terjadi di tubuh pesantren hingga kemudian terlahir pola pendidikan Islam dalam bentuk madrasah. Transformasi kelembagaan di tubuh pesantren dalam banyak aspek kependidikan memang membawa semangat pembaharuan yang positif, terutama dengan semakin terbukanya paradigma kalangan pesantren dalam menangkap semangat zaman. Ini tentu saja menjadi momentum bagi umat Islam untuk belajar disiplin ilmu di luar bidang-bidang keagamaan yang selama ini menjadi satu-satunya terjemahan dari "tholabu al-`ilmi faridhatun..." (kewajiban menuntut ilmu) yang dipahami wajib (fardlu `ayn). Sementara pemahaman dan kemampuan pada disiplin di luarnya dipandang fardlu kifayah, bahkan boleh jadi sunnah.[9]
Belakangan, diskusi soal eksistensi pendidikan Islam tidak lagi berkutat pada aspek substantif-akademik, melainkan semakin mengkerucut pada aspek formatif-institusional. Hal ini mengingat keberadaan pendidikan Islam dalam berbagai pola dan bentuknya sudah diakomodasi dalam sistem pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003). Namun demikian, dalam situasi di mana terjadi peleburan pendidikan Islam dengan sistem pendidikan nasional, tentu kita harus tetap memperkuat semangat dan cita-cita awal untuk membentengi masyarakat muslim dengan nilai-nilai dan moralitas agama. Jangan sampai tuntutan dunia kerja dan profesional menjadi satu-satunya tujuan dari penyelenggaraan pendidikan, tetapi pada saat yang bersamaan melupakan peran pendidikan.
Ketika muncul pertanyaan bagaimana Islam memandang perubahan sosial. Seperti apa model yang dikehendaki Islam dalam menata sejumlah permasalahan sosial dan model perubahan apa yang paling sesuai dengan Islam?. Maka sesungguhnya jawaban ini tidak sederhana, tidak bisa disampaikan secara singkat. Ada begitu banyak persoalan-persoalan yang terkait dengan jawaban pertanyaan tadi. Pertama karena kompleksnya cara pemahaman terhadap Islam, kedua karena perspektif tiap bagian dari umat bisa saja berbeda dalam pengambilan metode atau cara dalam melakukan perjuangan dan pengimplementasian dari berbagai cara pandang yang berbeda tadi. Satu kelompok dengan kelompok lainnya, walaupun sama-sama Islam, bisa saja menerapkan a langkah dan metode yang berbeda.
Islam sendiri kalau kita kaji secara lebih dalam, maka akan sampai pada kesimpulan bahwa Islam adalah agama yang memang sempurna bagi aturan kehidupan manusia. Islam ini jika jika kita artikan secara sederhana dalam bahasa Arab bisa berarti damai, kepatuhan dan ketaatan. Dien Islam juga dapat berarti penerimaan total terhadap ajaran dan petunjuk Allah sebagaimana diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sedangkan orang yang berislam secara umum disebut seorang muslim. Pengertian dari seorang muslim adalah seseorang yang mempercayai Allah dan berupaya mengatur seluruh kehidupannya berdasarkan petunjuk yang diturunkan-Nya serta sunah-Nya. Ia juga bekerja untuk membangun masyarakat manusia di atas dasar tauhid.
Islam telah menetapkan hak-hak asasi manusia yang menyeluruh. Hak-hak ini harus dilaksanakan dan dihormati dalam setiap keadaan. Untuk menjalankannya, Islam tidak hanya melengkapinya dengan jaminan hukum, tapi juga sistem moral yang sangat efektif. Demikianlah, apapun yang mengarah kepada kesejahteraan individu atau masyarakat, dalam Islam di sebut moral baik, dan apapun yang merugikan di sebut moral buruk. Islam sangat menekankan pentingnya kecintaan kepada Allah dan kecintaan kepada sesama manusia, dan menentang formalisme.
Dengan meletakan ridha Allah sebagai tujuan hidup manusia, Islam telah dilengkapi dengan standard moral yang tertinggi. Ini membuka cakrawala yang tak terbatas bagi perkembangan moral manusia dalam berhubungan dengan manusia yang lain. Aturan hubungan sesama manusia jika begitu bukan sebatas kepatutan atau sopan santun semata, tapi sangat transendental sekali sifatnya. Jika begitu, maka antara manusia yang satu dengan manusia yang lain punya kewajiban sama, yakni sama-sama makhluk Allah yang punya kewajiban mengabdi dan menyembah kepada-Nya.
Dalam konteks perubahan sosial, hal ini sangat relevan karena apapun agenda perubahan, baik yang diinginkan dirubah dalam waktu cepat (revolusi), lambat (evolusi) ataupun tengah-tengah antara keduanya (reformasi) menjadi kurang penting, yang justeru menjadi hal utama adalah bahwa perubahan yang dilakukan harus dalam bingkai nilai-nilai Islam. Ini artinya cepat lambatnya perubahan tidak terlalu menjadi persoalan dalam cara pandang Islam. Dan mengenai korban yang umumnya terjadi dalam proses perubahan, apabila kita gunakan perspektif Islam, maka perubahan yang ada harus tetap dilakukan dengan cara-cara yang akhsan (baik) sehingga dengan hampir tidak mungkin perubahan dilakukan dengan cara radikal atau penuh dengan kekerasan. Kalaupun ada korban, itu merupakan implikasi dari proses yang terjadi.















BAB III
ANALISIS

Peran pendidikan Islam dalam perubahan sosial bukan dari filosofis atau epistemologisnya akan tetapi dari kebudayaan yang mampu menembus berbagai penjuru dunia sehingga peran Islam bukan saja nilai-nilai ketuhanan saja akan tetapi nilai sisial, nasionalis, pruralis dan demokratis semua akan bersentuhan dan saling memberikan dorongan dan pengaruh besar dalam berpolitik. Namun peran pendidikan Islam bukan maksud kehilangan fitrah muslim akan tetapi perubahan nilai-nilai keislaman bukan karna bidah maupun kluar dari garis keislaman tapi Islam berperan untuk seluruh alam dari yang barat sampai timur dari yang selatan sampai utara. Maka Islam timbul secara cepat di dunia pendidikan maupun perguruan tinggi. Peran pendidikan Islam mampu mengasilkan cedikiawan yang religius, profesionalis, demokratis, dan naturalis.
Perubahan sosial menuju masyarakat religus tentu harus menimbulkan nilai-nilai keagamaan maupun keislaman secara terus-menerus. Dengan diadakan pelatuhan, pengajian, sosial, budaya yang semua adalah cermin dari dakwah maka mampu mengantarkan masyarakat beragama degan baik atau disebut masyarakat religius. Perubahan ini dilakukan oleh manusia itu sendiri, baik dari pihak lembaga berstruktural maupun adanya kepentingan pribadi maupun klompok. Masyarakat pada dasarnya makhluk sosial dimana saling berinteraksi dengan makhluk lainya begitu juga agama sebagai peran yang penting untuk memberikan kedamaian dan keindahan dunia. Maka perlu ditanamkan masyarakat agar terus memberikan nilai-nilai religius dengan bentuk kegiatan yang ada di lingkungan masyarakat degan baik.




BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan 
Berdasarkan uraian pada pembahasan maka kesimpulan yang dapat dipaparkan dalam makalah ini adalah :
1.    Dalam sejarah, Islam awalnya mengangkat bangsa Arab dari kejahilan dan keterbelakangan menuju masyarakat yang beradab dan kosmopolitan. Dari masyarakat primitif yang belum mengenal budaya tulis-menulis menjadi masyarakat yang maju dalam peradaban dengan sekian ribu karya ilmiah. Salah satu kunci kesuksesan transformasi tersebut karena diilhami pesan Allah swt., kepada rasulullah Saw., yang menandai awal turunnya wahyu “iqra”.
2.    Perubahan sosial selalu menimbulkan perubahan dalam masyarakat, salah satunya adalah globalisasi yang menimbulkan berbagai dampak baik positif maupun negative dari sisi positif misalnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dinikmati seluruh kelompok sosial masyarakat.
3.    Kondisi sosial umat Islam saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Untuk itu diperlukan pembangunan sosial melalui pendidikan Islam. Tentu pendidikan tersebut harus dikelola dengan baik manajemen, kurikulum dan segala aspek yang terkait dengan pendidikan. Karena sejarah telah membuktikan bahwa Islam ternyata pernah menciptakan perubahan besar-besaran pada abad pertengahan.

B.     Saran
Dari uraian diatas maka penulis mempunyai beberapa saran untuk pihak-pihak yang bersangkutan dengan permasalahan sosial dan pendidikan. Adapun sasaran tersebut, sebagai berikut:
1.      Bagi kepala sekolah
Sebagai sosok kepemimpinan hendaknya mampunyai visi dan misi yang jelas dan tepat  untuk mengedepankan lembaga pendidikannya. Hal ini karna perubahan sosial yang ada di sekolahan harus lebih baik dari kepala sekolah sebelumnya.
2.      Bagi personalia pendidikan
Seharusnya membiasakan silaturahmi sesama guru untuk menjalin tali kekeluargaan. Pendidik bukan saja sebagai organisasi maupun pekerjaan akan tetapi sebagai rumah keluarga. Dimanah saling terdapat perhatian sesama anggotanya. Jika sudah tertanam kedekatan seperti kekeluargaan maka dampak positif akan datang dengan sendirinya yang akan mewarnai hubungan sosial dan sekitarnya. Hal ini mencerminkan nilai-nilai pendidikan untuk merubah status sosial.
3.      Bagi pembaca
Karya tulis ini dapat digunakan sebagai bahan menambah wawasan terkait peran pendidikan dalam perubahan sosial.
                                          












DAFTAR PUSTAKA


Durkheim, Emile. The Rules of Sociological Method. Eighth Edition. Translated by Sarah A. Solovay and John H. Mueller. London: Collier Macmillan Publisher, 1964.
Miarso,Yusuf hadi. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2004.
Sahrodi , Jamali, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Arfino Raya, 2008.
Sarwono, Sarlito, Wirawan. Psikologi Sosial.Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Shihab Quraish. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Jakarta: Penerbit Mizan, 2007.
Shihab, Quraish,  Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an Vol. 15, Tafsir Al-Mishbah Jakarta: Lentera Hati, 2009.
Siroj, Said Aqil, Tasawuf: Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi bukan Aspirasi. Bandung: Mizan, 2006 17.
Sismono  La Ode, Di Belantara Pendidikan Bermoral. Yogyakarta: UNY Press, 2006.
Suhartono, Suparlan. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.




[1]Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 79.
[2]Emile Durkheim. The Rules of Sociological Method. Eighth Edition, Translated by Sarah A. Solovay and John H. Mueller. (London: Collier Macmillan Publisher, 1964),  21.
[3]La Ode Sismono, Di Belantara Pendidikan Bermoral. Yogyakarta: UNY Press, 2006, 15.

[4]Jamali Sahrodi, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Arfino Raya, 2008), 20.
[5]Yusufhadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. (Jakarta: Kencana, 2004), 482.

[6]Dudung Rahmat Hidayat, Pendidikan Agama Urgensi dan Tantangan. (Jakarta: PT. Imtima, 2007), 3.
[7]Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, . (Jakarta: Kencana, 2004),  23.
[8]Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial. (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 195.

[9]Said Aqil Siroj. Tasawuf: Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, bukan Aspirasi.(Bandung: Mizan, 2006), 223.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar