PERAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERUBAHAN SOSIAL
REVISI MAKALAH
Diajukan Untuk
Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah
Sosiologi Pendidikan
Dosen Pengampu:
1. Dr. Hj. Binti Maunah, M. Pd.I
2. Dr. H. Nur Efendi. M. Ag
Disusun Oleh:
Hasan Khariri
NIM 17501164008
SEMESTER II.A
PROGRAM
STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG
MARET
2017
PRAKATA
Puji
ayukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadiran
Allah SWT yang telah memberi petunjuk kepada umat manusia, sehingga penulis
mampu menyelesaikan makalah dengan berjudul “Peran Pendidikan Islam Dalam
Perubahan Sosial”.
Sholawat
serta salam semoga tercurahkan kepada bagonda
Rosulullah SAW yang telah memberikan petunjuk kepada umat manusia, sehingga
manusia dapat terbebas dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah.
Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Bapak
Dr. H. Maftukhin, M. Ag selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah memberikan
fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas tepat
waktu.
2.
Bapak Prof. Dr. H.
Achmad Patoni, M. Ag selaku direktur Pascasarjana IAIN Tulungagung yang selalu
memberikan dorongan semangat dalam mengemban ilmu pengetahuan selama
perkuliahan.
3.
Bapak
Dr. H. Nur Efendi. M. Ag dan Ibu Dr. Hj. Binti Maunah, M. Pd.I selaku dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Lembaga Pendidikan Islam.
4.
Seluruh civitas
kampus Pascasarjana yang selalu memberikan dukungan selama perkuliahan.
5.
Ayah dan Ibunda
tercinta, yang selalu memberikan support dan doanya kepada penulis.
6.
Teman-teman
angkatan 2016 yang telah membantu terselesainya tugas ini.
Penulis menyadari
bahwa karya tulis ini sangatlah sederhana dan masih jauh dari kesempurnaan,
sehingga penulis mengharapkan dengan senang hati terbuka menerima kritik demi
kesempurnaan karya tulis ini.
Semoga apa yang
telah penulis paparkan dalam karya tulis ini dapat memberikan banyak manfaat
kepada semua pihak, utamanya demi meningkatkan mutu pengetahuan kita. Amin ya
Rabal ‘Alamin.
Tulungagung, 15 Mei 2017
Penulis
DAFTAR ISI
PRAKATA.................................................................................................. i
DAFTAR
ISI.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A.
Latar Belakang............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................... 3
B. Rumusan Masalah......................................................................... 3
C. Tujuan........................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 5
A.
Definisi
Pendidikan Islam, Perubahan Sosial dan Masyarakat... 5
B.
Revitalisasi
Pendidikan Islam................................................... 10
C.
Proses
Perubahan Sosial dalam Islam........................................ 15
BAB III ANALISIS................................................................................. 20
BAB IV PENUTUP................................................................................. 22
A.
Kesimpulan................................................................................ 21
B.
Saran.......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKAN........................................................................... 23
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perubahan sosial memang awalnya terpengaruh oleh orang lain sampai negara
lain sehingga sosial akan mengalami perubahan dengan sendirinya. Karna sifat
sosial itu interaksi dengan yang lain, interaksi manusia dengan manusia,
interaksi negara dengan negara atau sebaliknya. Dalam interaksi sosial ini
tentunya akan menimbulkan beberapa perbedaan, perbedaan ini yang akan menjadi
sebuah perubahan. Negara lain ada yang memiliki literatul liberal dengan cepat
pembahruan mereka berhasil atau tidak maka negara lainya akan melihat dengan
negara yang berkembang. Adapun di dunia pendidikan Islam selalu mengalami
perubahan, baik dari kebutuhan manusia, visi misi atau arsitek pembangunannya.
Dalam
langkah kegiatan pendidikan selanjutnya, ketiga sasaran tersebut, menjadi kerangka
kebudayaan hidup manusia.[1]
Islam adalah agama
dakwah, artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif
melakukan kegiatan dakwah. Kemajuan dan kemunduran umat Islam sangat berkaitan
erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukan oleh para masyarakat dalam menunjang
pradaban hidup mereka karena itulah pada banyak masyarakat selalu mendapatkan
problematika yang bermacam-macam yang datang secara langsung maupun tidak
langsung dari komunitas yang dijadikan sebagai sasaran dakwah.
Keadaan ini akan
menstimulasi terjadinya keterbukaan wawasan dan penguasaan keterampilan dasar
yang mereka butuhkan. Pada tahap ini masyarakat hanya dapat berpartisipasi pada
tingkat yang rendah, yaitu sekedar menjadi pengikut atau obyek pembangunan saja, belum
menjadi subyek pembangunan masyarakat di dalam membentuk inisiatif, melahirkan
kreasi-kreasi, dan melakukan inovasi-inovasi di dalam lingkungannya. Apabila
masyarakat telah mencapai tahap ketiga ini maka masyarakat dapat secara mandiri
melakukan pembangunan.
Perkembangan agama Islam di Indonesia sangat pesat
yang dimulai dari masuknya dari daerah Aceh dengan tujuan menyebarkan agama
dakwah dengan menjual rempat-rempah.
Menurut Emile Durkheim,[2] ruang
lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material
maupun immaterial. Penekannya adalah pada pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan
material terhadap unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial diartikan sebagai
perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Definisi lain dari
perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga
kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya.
Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan
kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya.
Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang
mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur
geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan.
Untuk mempelajari
perubahan pada masyarakat, perlu diketahui sebab-sebab yang melatari terjadinya
perubahan itu. Apabila diteliti lebih mendalam sebab terjadinya suatu perubahan
masyarakat, mungkin karena adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak lagi
memuaskan.
Penyebab perubahan
sosial dalam suatu masyarakat dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor dari
dalam dan luar. Faktor penyebab yang berasal dari dalam masyarakat sendiri
antara lain bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk, penemuan baru,
pertentangan dalam masyarakat, terjadinya pemberontakan atau revolusi.
Sedangkan faktor penyebab dari luar masyarakat adalah lingkungan fisik sekitar,
peperangan, pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Kondisi masyarakat
Indonesia saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Berbagai macam kasus atau
perilaku sosial yang amoral sering kali terjadi, mulai dari perampokan,
pelecehan seksual, pencurian, minum-minuman keras, narkoba, kekerasan dan lain
sebagainya. Padahal, di Indonesia banyak lembaga-lembaga pendidikan. Seharusnya
dengan adanya lembaga pendidikan maka kondisi bangsa juga akan menjadi baik.
Hal di atas sungguh
sangat paradoks. Di satu sisi Indonesia mempunyai banyak lembaga pendidikan,
mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi (PT). Namun di
sisi lain, Indonesia mengalami dekadensi moral. Sehingga menjadikan situasi
sosial masyarakat tidak kondusif.
Lebih-lebih masyarakat
Indonesia adalah mayoritas muslim, dan juga mayoritas pelaku kejahatan sosial
juga mengaku dirinya muslim. Satu hal yang menjadi tanda tanya besar. Kenapa
bangsa Indonesia yang mayoritas muslim masih banyak ditemukan
kejahatan-kejahatan di masyarakat?.
Menurut penulis letak
kesalahannya adalah pada pendidikan moralnya yang kurang optimal. Dalam hal
ini, pendidikan Islam memegang peranan penting untuk merubah kondisi sosial
masyarakat Indonesia. Karena Islam adalah agama yang telah menyebarkan
nilai-nilai sosial mulia, seperti nilai moralitas, humanitas dan religiusitas.
Maka sudah saatnya pendidikan Islam sadar akan perannya di tengah kondisi
bangsa yang morat-marit ini.
Maka dari itu perlu adanya itu penulis tertarik untuk mengangkat judul
Peranan Pendidikan Islam dalam perubahan Sosial, agar peran pendidikan Islam mampu menuju
masyarakat religius dengan harapan, pendidikan islam
bisa lebih diperhatikan lagi oleh para praktisi pendidikan demi kontribusi
yanng berarti untuk meningkatkan kualitas moral bangsa. Semoga dengan adanya penulis gagasan perubahan sosial
atau pembahruan dapat memberikan nilai-nilai positif secara nasionalis.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
Pengertian Peran Pendidikan Islam dalam perubahan sosial?
2.
Bagaimana
Proses
Perubahan Sosial dalam Islam?
3.
Bagaimana
Pendidikan
Islam dan Perubahan Sosial menuju Masyaraka Religius?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian peran pendidikan Islam dalam perubahan sosial
2.
Untuk
mengetahu proses perubahan sosial dalam Islam
3.
Untuk
mengetahui pendidikan Islam dalam perubahan sosial menuju masyarakat religius
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan
Islam, Perubahan Sosial
1.
Pendidikan
Islam
Pendidikan merupakan proses pendewasaan
anak melalui berbagai program dan kegiatan dalam konteks, baik formal maupun
non formal. Dan hasil akhir pendidikan adalah pembentukan insan yang
berkualitas, berakhlak mulia, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
mandiri dan berguna bagi sesama manusia, masyarakat dan bangsanya.[3] Pendidikan Islam bukan hanya fokus sebagai landasan
keimanan atau bertaqwa tapi pendidikan Islam mampu membarikan nilai nasionalis
terhadap yang lain. Karna perubahan itu kebutuhan maka nilai Islam dapat
meluncur lebih luas.
Beberapa lembaga tidak mampu mengikuti arus sosial sampai
akhirnya pendidikan berhenti tidak bisa berkembnag. Adanya perubahan sosial
juga persaingan dari lingkunganya. Pendidikan Islam mampu merubah lebih dewasa,
buktinya banyak lembaga pendidikan Islam yang berkembang seperti pendidikan
Islam di jawa timur, jombang yayasan Darrul ‘Ulum dan pondok pesantren tebu
ireng. Di kediri ada lembaga Islam seperti pondok pesantren lirboyo dari salaf
menuju modern.
Di dalam Islam
terdapat tiga istilah pendidikan Islam, yatiu tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.
Pertama, kata raba yarbu, yang berarti bertambah atau tumbuh. Kedua, kata rabia
yarba, yang berarti tumbuh dan berkembang. Ketiga, kata raba yarubbu yang
berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga dan memelihara. Firman Alah
yang mendukung istilah tarbiyah antara lain terdapat pada surat Al-Isra’ ayat
24.
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ
الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Artinya:
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".
Istilah kedua adalah
ta’lim, yaitu proses pembelajaran secara terus menerus sejak manusia lahir
melalui pengembangan fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan dan hati. Maka disini timbul perubahan dalam proses pembelajaran
yang terus mengevaluasi dari berbagai pembelajaran. Adapun
istilah ta’dib berasal dari kata adab yang berarti pengenalan dan pengakuan
tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hirarkis
sesuai dengan berbagai tingkatan dan derajat tingkatannya serta tempat
seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan
kapasitas dan potensi jasmani, intelektual, maupun rohani seseorang. Dengan
demikian ini, kata adab mencakup pengertian ilmu dan amal.
Sementara itu, terma
pendidikan Islami dapat dipahami sebagai proses pewarisan atau usaha sadar
muslim dalam mewariskan pengalaman, ajaran, dogma, dan tradisi kepada generasi
berikutnya. Ada beberapa
pergeseran dan mengalami pemunduran pendidikan Islam namun selama ini
pendidikan Islam selalu mengalami perubahan yang positif. Dalam
terma pendidikan Islami, tidak terbatas pada pewarisan ajaran yang sesuai
dengan teks-teks agama tetapi juga tradisi, dogma, kebiasaan, pengalaman, dan
hal-hal yang baik yang pernah dilakukan oleh komunitas muslim masa lalu. Jadi,
pendidikan di kalangan dunia Islam tidak terbatas pada mempelajari teks-teks
agama, melainkan juga pada tradisi, pandangan, dan praktik-praktik transformasi
pengetahuan serta cara mewariskan pengetahuan, ilmu, dan keyakinan.[4] Pewarisan tentu menjaga dan membahur ke masyarakat
sehingga manusia melihat objek pendidikan dari sebelumnya menuju yang sekarang
dan dari sekarang memandang kedepanya.
2. Perubahan
Sosial
Perubahan sosial
sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat
dalam hubungan sosial sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium)
hubungan sosial. Perubahan-perubahan sosial sebagai variasi dari cara-cara
hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis,
kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi
ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Yang paling terlihat ialah material, dimana material
berperan sangat penting untuk perubahan lebih baik lagi.
Perubahan sosial
merupakan segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu
masyarakat, yang mempengruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya
nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat.
Ada tiga tahapan
perubahan masyarakat. Pertama, tahap masyarakat ganda, yakni ketika terpaksa
ada pemilahan antara masyarakat madani (civil society) dengan masyarakat
politik (political society) atau antara masyarakat dengan negara. Karena adanya
pemilahan ini, maka dapat terjadi negara tidak memberikan layanan dan
perlindungan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Kedua, tahap
masyarakat tunggal, yaitu ketika masyarakat madani sudah berhasil dibangun.
Ketiga, tahap masyarakat etis (ethical society) yang merupakan tahap akhir dari
perkembangan tersebut. Masyarakat etis, yakni masyarakat yang dibentuk oleh
kesadaran etis, bukan oleh kepentingan bendawi. Pendidikan pada masyarakat
sebagai alat transfer keahlian teknis, akan tetapi sebagai suatu bagian dalam
mempengaruhi manusia.
3. Revitalisasi
Pendidikan Islam
Secara kualitas,
tuntutan masyarakat di era globalisasi terhadap institusi pendidikan Islam tidak
berbeda dengan yang dihadapi institusi pendidikan di Indonesia pada umumnya,
mengingat semakin tingginya tingkat kompetisi bagi lulusan di dunia kerja.
Namun, ruang lingkup pendidikan Islam yang luas, di mana penyelenggaraannya di
madrasah, sekolah umum, dan secara tradisional di pesantren dan majelis taklim,
secara kependidikan berpotensi semakin baik. Hal ini mengingat penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology)
dalam dunia pendidikan sangat membantu dalam meningkatkan layanan pendidikan
yang prima, baik secara administratif maupun akademik.[5] Pengelolaan pendidikan Islam juga harus profesional,
bukan pengajar yang dituntut harus profesional akan teatapi wilayah tata usaha
dari layanan, humas, informasi, administrasi harus profesional untuk
meningkatkan kualitas pendidikan Islam.
Sementara itu,
diversifikasi pendidikan Islam yang ditandai dengan penguatan pada disiplin
ilmu-ilmu kemanusiaan dan sosial (human and social sciences), dan ilmu-ilmu
alam (natural sciences) semakin membuktikan kesetaraan institusi pendidikan
Islam dengan sekolah umum. Meskipun memang secara mendasar fokus pendidikan Islam terletak pada
pendidikan agama dan keagamaan. Justru dengan demikian secara keilmuan lulusan
dari lembaga pendidikan Islam diharapkan memiliki nilai lebih (added value)
bahkan keunggulan komparatif (comparative advantage), berupa wawasan dan
pengetahuan keislaman yang relatif lebih baik. Hal ini sebagai dasar Islam untuk menghasilkan insan
yang sempurna namun bukan saja dalam taraf keislamanya yang selalu dikembangkan
dengan berjalanya waktu pendidikan Islam juga mampu mencetak cedikiawan yang
profesional, moderat, pruralis sampai berwawasan nasionalis.
Harapan untuk memiliki
nilai lebih bagi institusi pendidikan Islam tentu bukan persoalan mudah. Ada
sejumlah persyaratan yang terlebih dahulu harus dipenuhi untuk mencapai target
itu. Dari segi kurikulum, misalnya, kita tidak mungkin menjadikan lembaga
pendidikan Islam mampu melahirkan lulusan yang ideal, ketika struktur kurikulum
tidak memberi ruang yang cukup bagi penguatan bidang-bidang umum secara
spesifik dan intensif; dan begitupun sebaliknya.
Pada tingkat madrasah
dan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), pemenuhan kurikulum secara nasional
perlu diekstensifikasi dengan bidang-bidang keislaman dan kemampuan bahasa
asing. Hal ini tidak memungkinkan jika pembelajaran dilakukan tanpa terintegrasi
dengan pola pesantren (islamic boarding school). Dengan pola pendidikan
berasrama, penguatan bidang-bidang profesional dapat dilakukan secara simultan
dengan penguatan pada bidang-bidang keislaman dan pendidikan karakter (akhlak
al-karimah). Selain itu, interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan
pengelola asrama memungkinkan terciptanya pembiasaan dalam penggunaan bahasa
asing, semangat kemandirian, kultur akademik yang kompetitif, bahkan yang tak
kalah penting adalah aspek keteladanan pengamalan ajaran agama.[6] Mungkin adanya pendidikan pesantren Islam dengan
pendidikan Islam secara formal akan jauh berbeda dari segi lingkunganya,
budayanya, kebutuhanya. Perbedaan ini bukan penghambat adanya konflik namun
mereka saling melengkapi. Adanya penguasaan bahasa asing dituntut untuk bisa
menguasai di lembaga pendidikan Islam secara formal, namun berbeda dengan
pendidikan pesantren salaf yang memang mereka menguasai dalam bahsa tertentu
agar fokus dalam kajian Islam. Pesaantren juga telah mengalami perubahan yang
cukup berkembang dari yang salaf ke modern. Hampir pesantren yang sekarang
timbul sistem modern dalam pembelajaran maupun visi misinya karna mereka ingin
maju adanya perubahan sosial.
Inovasi dan pembaharuan
juga diperlukan dalam pola pengelolaan pendidikan Islam. Sebab, dalam
masyarakat global saat ini, institusi pendidikan Islam dituntut memiliki
kinerja yang produktif, efektif, transparan, dan akuntabel. Di pihak lain,
penerapan tata kelola yang bersih dan baik (clean and good governance)
merupakan imbas positif dari demokratisasi pada level pemerintahan yang
kemudian menjadi tuntutan di semua level organisasi, termasuk pada tingkat
lembaga pendidikan. Sebab, secara tidak langsung, baik atau buruknya
pengelolaan pendidikan akan berdampak pada layanan terhadap peserta didik di
semua jenjang pendidikan.[7]
Alhasil, pendidikan
Islam di semua jenis, jenjang, bentuk, dan pola penyelenggaraannya perlu lebih
diperkuat lagi peranannya; pertama, dari aspek keilmuan perlu dilakukan
diferensiasi yang lebih spesifik antara orientasi pengembangan akademik dan
orientasi keterampilan hidup. Kedua, dalam kapasitasnya sebagai transmitter
ajaran dan nilai-nilai keislaman dapat dimulai dengan pembudayaan dan
peneladanan pengamalan ajaran Islam pada level institusional (sekolah dan
madrasah). Dengan penguatan pada dua peran penting pendidikan Islam tersebut,
pembangunan masyarakat relijius dikonstruksi secara sistemik, dengan tidak saja
atas partisipasi dan kesadaran dari masyarakat sendiri, tapi juga ada
upaya-upaya fasilitasi dari negara melalui Kementerian Agama sebagai regulator
penyelenggaraan pendidikan Islam di Indonesia.
B.
Proses
Perubahan Sosial dalam Islam
Islam sebagai
agama rahmat bagi seluruh alam, tentu sangat memperhatikan keadaan masyarakat.
Hal ini terlihat dari bukti sejarah, bagaimana Nabi Muhammad SAW membangun
masyarakat Arab. Kemudian terus berkembang hingga Islam tersebar ke seuruh
penjuru dunia. Dan sudah barang tentu, Islam membangun masyarakat melalui
pendidikan. Karena proses pendidikan merupakan salah satu cara yang efektif
dalam membangun umat.
Untuk melakukan
sebuah perubahan, maka ada dua hal yang perlu diperhatikan oleh manusia sebagai
pelaku perubahan, yaitu:
1. Membangun
kecerdasan dan memperluas wawasan dakwah.
Manusia sebagai makhluk
yang luar biasa mempunyai potensi yang luar biasa besarnya sehingga dapat
mendayagunakan alam dan sesama manusia dalam rangka mebangun peradaban.
Kemajuan suatu bangsa pada umumnya ditentukan oleh bangsa itu dalam
mendayagunakan sumber daya manusia melalui pergumulannya mengembangkan ilmu
pengetahuan. Maka sudah barang tentu di dalam proses pendidikan manusia
menempati sebagai subjek dan objek pendidikan itu sendiri.
Banyak indikasi di
dalam al-Quran yang memerintahkan supaya manusia, khususnya umat Islam bersikap
cerdas dan selalu menambah wawasan keilmuannya, di antaranya:
Pertama, Allah
memerintahkan manusia agar senntiasa berpikir dan menggunakan pikirannya untuk
memecahkan permasalahan-permasalahan hidup yang dihadapi. Dan potensi untuk
menambah wawasan tersebut sudah Allah sediakan untuk manusia, seperi penglihatan,
pendengaran dan perasaan.
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ
مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ
وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur”. (QS. An-Nahl: 78)
Kedua,
Allah SWT memberikan kebebasan untuk menuntut ilmu, Allah telah melakukan liberalisasi dalam
bidang ilmu. Semua manusia (khususnya muslim) baik laki-laki maupun perempuan
diwajibkan mencari ilmu kepada siapa saja, kapan saja dan di mana saja.
Kemudian orang-orang yang sudah mendapatkan ilmu diperintahkan oleh Allah SWT
untuk menyebarkan ilmu tersebut serta tidak menyembunyikannya. Hal ini
dimaksudkan untuk kemaslahan umat manusia. Hal ini tersirat dalam:
وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا
ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ ؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Artinya:
“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
(QS. Al-Baqarah: 31)
Ketiga,
Dengan akal manusia diperintahkan untuk membuktikan kekuasaan Allah dengan cara
mengkaji dan mengelola alam demi keperluan hidupnya dengan cara yang bijak dan
menghindari berbuat kerusakan dan
pertumpahan darah.
وَلَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ بَعۡدَ إِصۡلَٰحِهَا وَٱدۡعُوهُ خَوۡفٗا وَطَمَعًاۚ إِنَّ رَحۡمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ مِّنَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
Artinya:”Dan
janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya
dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (Tidak akan diterima) dan harapan
(akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik”. (QS. Al-A’raaf: 56)
Keempat,
manusia diperintahkan untuk fantasyiru fil ’ardh (bertebaran di muka bumi)
dalam rangka mencari ilu pengetahuan. Karena setiap bangsa diberi ilmu
keistimewaan sendiri-sendiri. Dan ilmu pengetahuan atau perkembangan pemikiran
umat manusia tidak berhenti, apalagi mundur, melainkan terus berputar dan berpindah
dari suatu bangsa pada kurn waktu tertentu.
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ
وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ الَّهِ وَاذْكُرُوا الَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya:
“Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
(QS. Al-Jum’ah: 10)
Reserach
pada ayat ayat kauniyah dimotivasi Al_Qur’an untuk terus dilakukan agar tercipta
masyarakat yang berperadaban tinggi bukan masyarakat yang merugi dengan segala
keterbelakangannya.
قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ ثُمَّ انْظُرُوا كَيْفَ كَانَ
عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
Artinya:
Katakanlah: "Berjalanlah di muka bumi, Kemudian perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang mendustakan itu." (QS. Al-An’am: 11)
Kelima,
kecintaan terhadap informasi atau ilmu pengetahuan yang akhirnya menumbuhkan
pada kecintaan kegiatan belajar. Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa
al-Quran pertama diturunkan adalah perintah untuk membaca, yaitu mengkaji
tentang hakikat Tuhan, manusia, alam, hubungan antara ketiganya, serta fungsi
masing-masing.
خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ
Artinya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan” (QS. Al-‘Alaq: 2)
2. Membangun
etos kerja dakwah.
Untuk menuju kepada
sebuah perbahan sosial yang signifikan, Islam sangat memperhatikan etos kerja.
Karena etos kerja-lah yang akan menjadi pendorong bagi manusia untuk bergerak
menuju arah perubahan. Hal ini telah dibuktikan oleh sejarah, bagaimana nabi
Muhammad Saw., bisa menguasai daerah Arab dan sekitarnya dan kemudian akhirnya
Islam tersebar di seluruh penjuru dunia serta dapat mengubah peradaban manusia.
Semua itu karena etos kerja umat Islam sangat kuat. Untuk itu, menurut Malik
Fadjar ada beberapa hal penting yang perlu kita ketahui, yaitu:
Pertama, Di dalam
Islam, motivasi dasar yang harus diletakkan oleh setiap muslim dalam menjalankan
hidup ini adalah pengabdian kepada Allah semata. Islam mengajarkan dalam hidup
dan segala aspeknya termasuk dalam mengelola pendidikan dan melakukan perubahan
sosial harus diniatkan sebagai pengabdian kepada Allah.
Kedua, Dalam hidup dan bekerja, Islam
menganjarkan akan pentingnya berorientasi pada masa depan, kerja keras, teliti,
hati-hati, menghargai waktu, penuh rasa tanggung jawab, dan berorientasi pada
prestasi. Hidup harus punya cita-cita, hidup dalam Islam harus hemat dan
berpola sederhana seta tidak konsumtif dan berlebihan atau tidak kikir. Selain
itu, kerja santai, tanpa rencana, malas, boros tenaga, waktu dan biaya adalah
bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dan semua masalah yang menjadi
tanggung jawabnya harus dihadapi dengan penuh rasa tanggung jawab
(responsibility) dan penuh perhitungan. Islam juga menilai, sebaik-baik
pekerjaan adalah yang dikerjakan dengan sebaik-baiknya (ahasana ’amala).
Proses perubahan sosial
terdiri dari tiga tahap berurutan: (1) invensi yaitu proses di mana ide-ide
baru diciptakan dan dikembangkan, (2) difusi, ialah proses di mans ide-ide baru
itu dikomunikasikan ke dalam Sistem sosial, dan (3) konsekwensi yakni
perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem social sebagai akibat
pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau
penolakan ide baru itu mempunysi akibat. Karena itu perubahan sosial adalah
akibat komunikasi sosial.[8]
Beberapa pengamat
terutama ahli anthropologi memerinci dua tahap tambahan dalam urutan proses di
atas. Salah satunya ialah pengembangan inovasi yang terjadi telah invensi
sebelum terjadi difusi. Yang dimaksud ialah proses terbentuknya ide baru dari
suatu bentuk hingga menjadi suatu bentuk yang memenuhi kebutuhan audiens
penerima yang menghendaki. Kami tidak memasukkan tahap ini karena ia tidak
selalu ada. Misalnya, jika inovasi itu dalam bentuk yang siap pakai. Tahap
terakhir yang terjadi setelah konsekwensi, adalah menyusutnya inovasi, ini
menjadi bagian dari konsekwensi.
Yang memicu terjadinya
perubahan dan sebaliknya perubahan sosial dapat juga terhambat kejadiannya
selagi ada faktor yang menghambat perkembangannya. Faktor pendorong perubahan
sosial meliputi kontak dengan kebudayaan lain, sistem masyarakat yang terbuka,
penduduk yang heterogen serta masyarakat yang berorientasi ke masa depan.
Faktor penghambat antara lain sistem masyarakat yang tertutup, vested interest,
prasangka terhadap hal yang baru serta adat yang berlaku.
Perubahan sosial dalam
masyarakat dapat dibedakan dalam perubahan cepat dan lambat, perubahan kecil
dan besar serta perubahan direncanakan dan tidak direncanakan. Tidak ada satu
perubahan yang tidak meninggalkan dampak pada masyarakat yang sedang mengalami
perubahan tersebut. Bahkan suatu penemuan teknologi baru dapat mempengaruhi
unsur-unsur budaya lainnya. Dampak dari perubahan sosial antara lain meliputi
disorganisasi dan reorganisasi sosial, teknologi serta cultural.
C.
Pendidikan
Islam dan Perubahan Sosial menuju Masyarakat Religius
Banyak pendidikan Islam berlomba-lomba memenuhi syarat
kualitas dan produktifitas lebih baik, hal yang harus diperhatikan bahwa
lembaga semakin bersaing lebih ketat. Adapun memahami konteks
pendidikan Islam di Indonesia tidak cukup hanya dengan melihat bahwa pendidikan
Islam merupakan subsistem dari pendidikan nasional. Akan tetapi, pendidikan
Islam juga sekaligus sebagai entitas tersendiri yang memiliki tradisi dan
kultur akademik yang berbeda dengan karakteristik pendidikan pada umumnya. Di
antara ciri substantifnya adalah, bahwa pendidikan Islam dibangun atas dasar
kesadaran dan keyakinan umat Islam untuk menjadi pribadi muslim yang taat
(`abdullah, khalifah fi al-ard). Maka, wajar jika pengetahuan dan wawasan
keislaman merupakan prasyarat mutlak yang harus dimiliki oleh seluruh umat
Islam. Kesadaran semacam ini lalu menjadi èlan vital di kalangan pemimpin agama
yang secara mandiri memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan Islam di tengah
masyarakat, baik secara individual maupun kolektif-kolegial (organisasi
keagamaan, al-jam`iyah al-diniyah).
Memahami dunia pesantren sangat menarik dimana lembaga
yang paling klasik dan berkembang secara cepat, hal ini dibuktikan adanya
lembaga pendidikan pesantren atau disebut pondok yang berkembang sesuai
perubahan sosial, sesuai kebutuhan sosial. Pondok pesantren
merupakan embrio atas dimulainya tradisi pendidikan Islam di Indonesia. Bentuk
tradisional dari pendidikan Islam tersebut hingga sekarang memang masih bertahan,
meskipun secara terus menerus dan massif tergerus oleh modernisasi,
globalisasi, bahkan kapitalisasi pendidikan yang melanda dewasa ini. Namun
demikian, sesungguhnya yang paling mengkhawatirkan dari transformasi pendidikan
Islam ini bukan semata-mata pada aspek kelembagaannya, melainkan pada semakin
surutnya nilai-nilai adi luhung yang menjadi urat nadi pendidikan Islam di
Indonesia. Akibat buruk yang paling tidak menguntungkan secara institusional
bagi keberadaan pendidikan Islam adalah pudarnya nilai-nilai kemandirian dan
keikhlasan dalam penyelenggaraan pendidikan oleh para pemuka agama. Sementara
di sisi lain, pergeseran orientasi terhadap institusi pendidikan semakin
menjurus pada proses fabrikasi yang hanya akan melahirkan manusia-manusia robot
tanpa nilai dan kering dari moralitas agama. Kekhawatiran
semacam itu tentu tidak terlalu berlebihan, mengingat sekarang ini ekspektasi
masyarakat terhadap sistem pendidikan yang ada lebih berkecenderungan
materialistik, ketimbang ideal-moralistik. Besar kemungkinan banyak kita jumpai
orang tua murid lebih takut jika kelak anaknya tidak mendapat pekerjaan yang
pantas, daripada lebih takut anaknya akan menjadi seorang koruptor. Dalam
prakteknya, penyelenggaraan pendidikan memang perlu memperhatikan supplay and
demand. Akan tetapi, pemenuhan terhadap tuntutan masyarakat dari dunia
pendidikan seharusnya tidak lalu mengorbankan idealisme pendidikan untuk
mewadahi proses pemanusiaan manusia (humanizing human) dan proses pembudayaan
masyarakat.
Di tengah
persinggungan kepentingan semacam itulah, institusi pendidikan Islam sangat
berpotensi mampu memenuhi tuntutan masyarakat modern di era global, sekaligus
menjadi mercusuar dalam penguatan nilai-nilai dan moralitas agama. Memang,
memasuki abad ke-20 terjadi transformasi besar-besaran di tubuh pendidikan
Islam di Indonesia. Meski tidak sepenuhnya meninggalkan pola pendidikan
tradisional ala pesantren, tetapi modernisasi di tubuh pesantren telah banyak
mengubah rasa pesantren menjadi sekolah umum dengan sebutan madrasah.
Perlu diperhatikan hasil buah pikir cendikiawan yang
mampu merubah dunia seperti Nurcholish Madjid, Abdurrahman
Wahid, Karel Steenbrink, Zamachsyari Dhofier, dan Azyumardi Azra adalah
sebagian penulis yang cukup berhasil memotret proses modernisasi yang terjadi
di tubuh pesantren hingga kemudian terlahir pola pendidikan Islam dalam bentuk
madrasah. Transformasi kelembagaan di tubuh pesantren dalam banyak aspek
kependidikan memang membawa semangat pembaharuan yang positif, terutama dengan
semakin terbukanya paradigma kalangan pesantren dalam menangkap semangat zaman.
Ini tentu saja menjadi momentum bagi umat Islam untuk belajar disiplin ilmu di
luar bidang-bidang keagamaan yang selama ini menjadi satu-satunya terjemahan
dari "tholabu al-`ilmi faridhatun..." (kewajiban menuntut ilmu) yang
dipahami wajib (fardlu `ayn). Sementara pemahaman dan kemampuan pada disiplin
di luarnya dipandang fardlu kifayah, bahkan boleh jadi sunnah.[9]
Belakangan,
diskusi soal eksistensi pendidikan Islam tidak lagi berkutat pada aspek
substantif-akademik, melainkan semakin mengkerucut pada aspek
formatif-institusional. Hal ini mengingat keberadaan pendidikan Islam dalam
berbagai pola dan bentuknya sudah diakomodasi dalam sistem pendidikan nasional
(UU No. 20 Tahun 2003). Namun demikian, dalam situasi di mana terjadi peleburan
pendidikan Islam dengan sistem pendidikan nasional, tentu kita harus tetap memperkuat
semangat dan cita-cita awal untuk membentengi masyarakat muslim dengan
nilai-nilai dan moralitas agama. Jangan sampai tuntutan dunia kerja dan
profesional menjadi satu-satunya tujuan dari penyelenggaraan pendidikan, tetapi
pada saat yang bersamaan melupakan peran pendidikan.
Ketika muncul
pertanyaan bagaimana Islam memandang perubahan sosial. Seperti apa model yang
dikehendaki Islam dalam menata sejumlah permasalahan sosial dan model perubahan
apa yang paling sesuai dengan Islam?. Maka sesungguhnya jawaban ini tidak
sederhana, tidak bisa disampaikan secara singkat. Ada begitu banyak
persoalan-persoalan yang terkait dengan jawaban pertanyaan tadi. Pertama karena
kompleksnya cara pemahaman terhadap Islam, kedua karena perspektif tiap bagian
dari umat bisa saja berbeda dalam pengambilan metode atau cara dalam melakukan
perjuangan dan pengimplementasian dari berbagai cara pandang yang berbeda tadi.
Satu kelompok dengan kelompok lainnya, walaupun sama-sama Islam, bisa saja
menerapkan a langkah dan metode yang berbeda.
Islam sendiri
kalau kita kaji secara lebih dalam, maka akan sampai pada kesimpulan bahwa
Islam adalah agama yang memang sempurna bagi aturan kehidupan manusia. Islam
ini jika jika kita artikan secara sederhana dalam bahasa Arab bisa berarti damai,
kepatuhan dan ketaatan. Dien Islam juga dapat berarti penerimaan total terhadap
ajaran dan petunjuk Allah sebagaimana diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan orang yang berislam secara umum disebut seorang muslim. Pengertian
dari seorang muslim adalah seseorang yang mempercayai Allah dan berupaya
mengatur seluruh kehidupannya berdasarkan petunjuk yang diturunkan-Nya serta
sunah-Nya. Ia juga bekerja untuk membangun masyarakat manusia di atas dasar
tauhid.
Islam telah
menetapkan hak-hak asasi manusia yang menyeluruh. Hak-hak ini harus
dilaksanakan dan dihormati dalam setiap keadaan. Untuk menjalankannya, Islam
tidak hanya melengkapinya dengan jaminan hukum, tapi juga sistem moral yang
sangat efektif. Demikianlah, apapun yang mengarah kepada kesejahteraan individu
atau masyarakat, dalam Islam di sebut moral baik, dan apapun yang merugikan di
sebut moral buruk. Islam sangat menekankan pentingnya kecintaan kepada Allah
dan kecintaan kepada sesama manusia, dan menentang formalisme.
Dengan meletakan
ridha Allah sebagai tujuan hidup manusia, Islam telah dilengkapi dengan
standard moral yang tertinggi. Ini membuka cakrawala yang tak terbatas bagi
perkembangan moral manusia dalam berhubungan dengan manusia yang lain. Aturan
hubungan sesama manusia jika begitu bukan sebatas kepatutan atau sopan santun
semata, tapi sangat transendental sekali sifatnya. Jika begitu, maka antara
manusia yang satu dengan manusia yang lain punya kewajiban sama, yakni
sama-sama makhluk Allah yang punya kewajiban mengabdi dan menyembah kepada-Nya.
Dalam konteks
perubahan sosial, hal ini sangat relevan karena apapun agenda perubahan, baik
yang diinginkan dirubah dalam waktu cepat (revolusi), lambat (evolusi) ataupun
tengah-tengah antara keduanya (reformasi) menjadi kurang penting, yang justeru
menjadi hal utama adalah bahwa perubahan yang dilakukan harus dalam bingkai
nilai-nilai Islam. Ini artinya cepat lambatnya perubahan tidak terlalu menjadi
persoalan dalam cara pandang Islam. Dan mengenai korban yang umumnya terjadi
dalam proses perubahan, apabila kita gunakan perspektif Islam, maka perubahan
yang ada harus tetap dilakukan dengan cara-cara yang akhsan (baik) sehingga
dengan hampir tidak mungkin perubahan dilakukan dengan cara radikal atau penuh
dengan kekerasan. Kalaupun ada korban, itu merupakan implikasi dari proses yang
terjadi.
BAB III
ANALISIS
Peran pendidikan Islam dalam perubahan sosial bukan dari
filosofis atau epistemologisnya akan tetapi dari kebudayaan yang mampu menembus
berbagai penjuru dunia sehingga peran Islam bukan saja nilai-nilai ketuhanan
saja akan tetapi nilai sisial, nasionalis, pruralis dan demokratis semua akan
bersentuhan dan saling memberikan dorongan dan pengaruh besar dalam berpolitik.
Namun peran pendidikan Islam bukan maksud kehilangan fitrah muslim akan tetapi
perubahan nilai-nilai keislaman bukan karna bidah maupun kluar dari garis
keislaman tapi Islam berperan untuk seluruh alam dari yang barat sampai timur
dari yang selatan sampai utara. Maka Islam timbul secara cepat di dunia
pendidikan maupun perguruan tinggi. Peran pendidikan Islam mampu mengasilkan
cedikiawan yang religius, profesionalis, demokratis, dan naturalis.
Perubahan sosial menuju masyarakat religus tentu harus
menimbulkan nilai-nilai keagamaan maupun keislaman secara terus-menerus. Dengan
diadakan pelatuhan, pengajian, sosial, budaya yang semua adalah cermin dari
dakwah maka mampu mengantarkan masyarakat beragama degan baik atau disebut
masyarakat religius. Perubahan ini dilakukan oleh manusia itu sendiri, baik
dari pihak lembaga berstruktural maupun adanya kepentingan pribadi maupun
klompok. Masyarakat pada dasarnya makhluk sosial dimana saling berinteraksi
dengan makhluk lainya begitu juga agama sebagai peran yang penting untuk
memberikan kedamaian dan keindahan dunia. Maka perlu ditanamkan masyarakat agar
terus memberikan nilai-nilai religius dengan bentuk kegiatan yang ada di
lingkungan masyarakat degan baik.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian pada pembahasan maka kesimpulan yang dapat dipaparkan dalam makalah ini
adalah :
1.
Dalam sejarah, Islam awalnya mengangkat
bangsa Arab dari kejahilan dan keterbelakangan menuju masyarakat yang beradab
dan kosmopolitan. Dari masyarakat primitif yang belum mengenal budaya
tulis-menulis menjadi masyarakat yang maju dalam peradaban dengan sekian ribu karya
ilmiah. Salah satu kunci kesuksesan transformasi tersebut karena diilhami pesan
Allah swt., kepada rasulullah Saw., yang menandai awal turunnya wahyu “iqra”.
2.
Perubahan sosial selalu menimbulkan
perubahan dalam masyarakat, salah satunya adalah globalisasi yang menimbulkan
berbagai dampak baik positif maupun negative dari sisi positif misalnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dinikmati seluruh
kelompok sosial masyarakat.
3.
Kondisi sosial umat Islam saat ini
sungguh sangat memprihatinkan. Untuk itu diperlukan pembangunan sosial melalui
pendidikan Islam. Tentu pendidikan tersebut harus dikelola dengan baik
manajemen, kurikulum dan segala aspek yang terkait dengan pendidikan. Karena
sejarah telah membuktikan bahwa Islam ternyata pernah menciptakan perubahan
besar-besaran pada abad pertengahan.
B.
Saran
Dari uraian diatas maka penulis mempunyai beberapa saran untuk pihak-pihak
yang bersangkutan dengan permasalahan sosial dan pendidikan. Adapun sasaran
tersebut, sebagai berikut:
1. Bagi kepala sekolah
Sebagai sosok kepemimpinan hendaknya mampunyai visi
dan misi yang jelas dan tepat untuk
mengedepankan lembaga pendidikannya. Hal ini karna perubahan sosial yang ada di
sekolahan harus lebih baik dari kepala sekolah sebelumnya.
2. Bagi personalia pendidikan
Seharusnya
membiasakan silaturahmi sesama guru untuk menjalin tali kekeluargaan. Pendidik bukan
saja sebagai organisasi maupun pekerjaan akan tetapi sebagai rumah keluarga.
Dimanah saling terdapat perhatian sesama anggotanya. Jika sudah tertanam
kedekatan seperti kekeluargaan maka dampak positif akan datang dengan
sendirinya yang akan mewarnai hubungan sosial dan sekitarnya. Hal ini
mencerminkan nilai-nilai pendidikan untuk merubah status sosial.
3. Bagi pembaca
Karya tulis
ini dapat digunakan sebagai bahan menambah wawasan terkait peran pendidikan dalam perubahan
sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Durkheim, Emile. The Rules of Sociological Method. Eighth Edition. Translated by Sarah A. Solovay and John H. Mueller. London:
Collier Macmillan Publisher, 1964.
Miarso,Yusuf hadi. Menyemai
Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2004.
Sahrodi
, Jamali, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Arfino Raya, 2008.
Sarwono, Sarlito, Wirawan. Psikologi Sosial.Jakarta:
Balai Pustaka,
2005.
Shihab
Quraish. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir
Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Jakarta: Penerbit Mizan, 2007.
Shihab,
Quraish, Pesan,
Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an Vol. 15, Tafsir Al-Mishbah Jakarta: Lentera Hati,
2009.
Siroj, Said Aqil, Tasawuf: Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan
Islam sebagai Inspirasi bukan Aspirasi. Bandung:
Mizan, 2006 17.
Sismono La
Ode,
Di Belantara Pendidikan
Bermoral. Yogyakarta: UNY Press, 2006.
Suhartono, Suparlan. Filsafat
Pendidikan.
Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2007.
[2]Emile Durkheim. The Rules of
Sociological Method. Eighth Edition, Translated by Sarah A. Solovay and John H.
Mueller. (London: Collier Macmillan Publisher, 1964), 21.
[9]Said Aqil Siroj.
Tasawuf: Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, bukan
Aspirasi.(Bandung: Mizan, 2006), 223.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar