Makalah
Proses Pembentukan Pemerintah dan Perkembangan Politik, Ekonomi, Administrasi Bani Abbasiyah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata kuliah
“Sejarah Peradaban Islam”
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. H. Imam Fuadi, M.Ag
Dr. H. Asmawi, M.Ag
Disusun Oleh:
Hasan Khariri
NIM. 17501164008
Semester 1
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)
PASCASARJANA IAIN TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2016
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang “Proses Pembentukan Pemerintah dan Perkembangan Politik, Ekonomi, Administrasi Bani Abbasiyah”.
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak maupun sumber buku sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis banyak menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik untuk perbaikan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah mata kuliah Sejarah Peradaban Islam ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi.
Kediri, 23 September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata pengantar
Daftar isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
Bab II Pembahasan
A. Proses Pembentukan Pemerintahan Dinasti Abbasiyah 3
B. Perkembangan Dunia Politik 10
C. Bidang Ekonomi 12
D. Bidang Administrasi 13
Bab III Penutup
A.Kesimpulan 16
B. Saran 16
Daftar pustaka 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang menerima beragam suku bangsa di dunia, karna islam bukan mengatasnamakan bangsa islam akan tetapi ia berbicara kebersamaan sosial dalam ruang ligkup kehidupanya. Rasulullah sebagai pelopor perubahan peradaban dari zaman jahiliyah menuju zaman keilmuan, dari sumber yang ia bawah Qu’an dan hadis mampu Islam mewarnai berbagai penjuru dunia. Dalam waktu kurang lebih 23 tahun Islam sudah tersebar di seluruh Jaziriah Arabia. Waktu 23 tahun itu dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode mekah dan madinah.
Setelah Rasullah wafat, kepemimpinan Islam dipegang oleh khulafaur Rasyidin. Pada perkembangannya Islam mengalami banyak kemajuan keilmuan bahkan Islam semakin meluas dipenjuru dunia.
Hal menarik yang terus dikaji dalam Islam ialah problematika pada masa khalifah Rasyidin. Meskipun Islam telah berkembang namun juga banyak mendapat tantangan dari berbagai persoalan luar dan dalam Islam sendiri. Seperti pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib banyak terjadi pemberontakan, pembunuhan hingga peperangan. Salahsatu perang dimasa Ali bin Abi Thalib ialah peperangan Muawiyah dengan khalifah Ali bin Abi Thalib yang menghasilkan abitrase, permainan politik sepanjang sejarah dalam memosisikan Muawiyah menggantikan posisi Ali bin Abi Thalib. Dampak yang ditimbulkan dari abitrase ini adalah pengikut dari Ali bin Abi Thalib kaum khawarij ingin membunuh Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah karena dianggap telah kafir dan halal dibunuh. Dalam rencana pembunuhan ini, hanya Ali bin Abi Thalib yang berhasil dibunuh.
Setelah kematian Ali bin Abi Thalib, maka berakhirlah masa Khulafaur Rasyidin dan berganti dengan pemerintahan Dinasti Umayyah dibawah pimpinan Muawiyah bin Abi Sofwan. Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, Islam semakin berkembang dalam segala aspek hingga perluasan daerah kekuasaan.
Setelah pemerintahan Dinasti Umayyah, digantikan oleh pemerintahan dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam sejarah pemerintahan umat Islam. Abbasiyah dinisbatkan kepada al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW, Berdirinya dinasti ini sebagai bentuk dukungan terhadap pandangan yang diserukan oleh Bani Hasyim setelah wafatnya Rasulullah SAW. yaitu menyandarkan khilafah kepada keluarga Rasul dan kerabatnya.
Berdasar dari keterangan diatas, maka penulis tertarik untuk membahas sejarah pembentukan pemerintahan Dinati Abbasiyah sampai perkembangan politik, ekonomi, dan administrasi.
B. Rumusan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan, maka penulis membatasi rumusan masalah sebagai berikut ;
1. Bagaimana Pembentukan Pemerintah Dinasti Abbasiyah ?
2. Bagaimana Perkembangan Politik, Ekonomi dan Administrasi Dinasti Abbasiyah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Pembentukan Pemerintahan Dinasti Abbasiyah
Awal pembentukan Dinasti Abbasiyah ditandai adanya gerakan-gerakan perlawanan terhadap dinasti Bani Umayyah di Andalusia (sepanyol) pada masa khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Gerakan-gerakan untuk melawan kekuasaan Bani Umayyah menemukan momentumnya ketika para tokoh diantaranya Muhammad bin Ali, salah satu keluarga Abbas yang menjadikan kota Khufa sebagai pusat kegiatan perlawanan. Gerakan Muhammad bin Ali mendapat dukungan dari kelompok Mawali yang selalu ditempatkan sebagai masyarakat kelas dua. Selain itu juga didukung oleh kelompok Syi’ah yang menuntut hak mereka atas kekuasaan yang pernah dirampas oleh dinasti Umayyah.
Akhir kekuasaan dinasti bani Umayyah pada tahun 132 H/750 M dengan terbunuhnya Khalifah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad di Fustat, Mesir pada tahun itu dan berdirilah kekuasaan dinasti Abbasiyah.
Dinasti Abbasiyah merupakan corak kemajuan perkembangan berbagai ilmu pengetahuan, dari ilmu tasawuf, sosial, filsafat, sains, kedokteran, penafsiran sampai ilmu bahasa. Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan dinasti Bani Abbas melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750 M) sampai 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Gerakan yang digalang oleh keluarga al-abbas ini sebenarnya awalnya bersifat rahasia, kemudian berlanjut secara terang-terangan, setelah merasa punya dukungan dari rakyat. Dan setelah perjuangan Bani Abbas menuju tampuk kekuasaan tidak ditutup-tutup lagi, terjadilah penangkapan besar-besaran pengikut Abbasiyyah diberbagai kota termasuk pemimpinya maupun pejabatnya. Salah satu tokoh Abbasiyah yaitu Ibrahim al-Imam ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara dipaksa agar dia buka mulut, akan tetapi dia sampai mati terbunuh al-Imam tetap merahasiakan gerakanya.
Kemudian Abu Muslim mulai menggerakan segenap laskarnya untuk menggempur Khalifah Marwan. Itu dilakukan karna tersiar kabar terbunuhnya Ibrahim al-Imam dalam penjara, ia bahkan sekaligus mengumumkan secara terbuka bahwa jabatan al-Imam dipindahkan ke pada Abul Abbas sebagai calon Khalifah Bani Abbasiyah. Kedua angkatan bersenjata mulai melakukanya di satu tempat yang bernama Zab yang terletak antara kota Mousil dan Toriel. Dalam pertempuran yang sengit itu, pasukan Marwan mengalami kekalahan yang sangat berat. Khalifah Marwan melarikan diri ke Damaskus, kemudian terus ke mesir, dan akhirnya terbunuh disini. Dengan demikian berakhirlah riwayat dinasti Bani Umayyah dan lahirlah dinasti baru yang perjuangan menuju tampuk kekhalifahan cukup panjang, yaitu dinasti Abbasiyah. Penulis mengamati bahwa ada dua strategi yang dilakukan oleh Daulah Abbasiyah yaitu, pertama strategi rahasia untuk mencari pendukung dan penyebaran ide-ide. Strategi kedua yaitu, dengan terang-terangan melawan Daulah Umayyah. Dari dua strategis yang di terapkan oleh Muhammad Al-Abbasy dan kawan-kawanya sejak akhir abad pertama sampai 132 H akhirnya membuahkan hasil berdirinya Daulah Abbasiyah.
Pada tanggal 28 November 749 M menerima pembai’atan terhadap Abu al-Safah sebagai Khalifa pertama di Kufah sebagai Khalifah dinasti Bani Abbasiyah. Pembai’atan itu sangat penting dan menyejarah menuju babak baru dinasti Abbasiyah. Arti penting pembai’atan itu karna pembai’atan merupakan penobatan yang dilakukan oleh rakyat, dan merupakan satu-satunya pegangan yang pasti bagi seseorang untuk memiliki tahta Khalifah.
Tokoh Propagandis yang bernama Abu Salmah mengundang penduduk Kufah untuk berkumpul di masjid pada hari jum’at, dia menjelaskan maksud pertemuan itu kepada para jama’ah. Abu Muslim mengatakan bahwa pembela Agama Islam dan orang yang telah mempertahankan hak keluargan nabi Muhammab SAW, telah melemparkan Bani Umayyah dari kekuasaan yang penuh dosa, karenanya perlu memilih seseorang imam dan Khalifah, dan tidak ada yang lebih utama dalam hal kesalehan, kemampuan dan segala kebajikan yang diperlukan untuk kedudukan itu selain Abul Abbas. Dialah yang diusulkan kepada kaum mukminin supaya dipilih. Mendengar penjelasan tersebut, mereka pun bersorak-sorak mengumandangkan takbir sebagai tanda persetujuan.
Apabila dicermati tentang keberhasilan pendirian dinasti Abbasiyah ini ada beberapapa faktor ialah:
a. Solidaritas kekeluargaan
b. Lemahnya Bani Umayyah pada akhir pemerintahanya
c. Bani Umayyah bercorak sentris
d. Dukungan dari Al Mawali (non arab)
e. Kekuatan militer
Dalam sejarah berdirinya daulah Abbasiyah, menjelang akhir Daulah Muawiyah terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
1. Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2. Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.
3. Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara terang-terangan.
Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Abbasiyah. Gerakan ini menghimpun:
a) Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah;
b) Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman;
c) Keurunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-khurasany.
Dalam versi yang lain yang, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode :
1) Periode pertama (750–847 M)
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya. Secara politis, para Khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri Dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M. Karena itu, pembina sebenarnya dari Daulah Abbasiyah adalah Abu Ja’far al-Mansur (754–775 M).
Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir sebagai koordinator departemen. Jabatan wazir yang menggabungkan sebagian fungsi perdana menteri dengan menteri dalam negeri itu selama lebih dari 50 tahun berada di tangan keluarga terpandang berasal dari Balkh, Persia (Iran). Wazir yang pertama adalah Khalid bin Barmak, kemudian digantikan oleh anaknya, Yahya bin Khalid. Yang terakhir ini kemudian mengangkat anaknya, Ja’far bin Yahya, menjadi wazir muda. Sedangkan anaknya yang lain, Fadl bin Yahya, menjadi Gubernur Persia Barat dan kemudian Khurasan. Pada masa tersebut persoalan-persoalan administrasi negara lebih banyak ditangani keluarga Persia itu.
Masuknya keluaraga non Arab ini ke dalam pemerintahan merupakan unsur pembeda antara Daulah Abbasiyah dan Daulah Umayyah yang berorientasi ke Arab. Khalifah al-Mansur juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abd al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa Dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa al-Mansur, jabatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku Gubernur setempat kepada Khalifah.
Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama genjatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan. Pada masa al-Mansur pengertian Khalifah kembali berubah. Konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa al Khulafa’ al-Rasyidin.
Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman Khalifah Harun al- Rasyid (786-809 M) dan putranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud pada zaman Khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. Dengan demikian telah terlihat bahwa pada masa Khalifah Harun al-Rasyid lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah yang memang sudah luas. Orientasi kepada pembangunan peradaban dan kebudayaan ini menjadi unsur pembanding lainnya antara Dinasti Abbasiyah dan Dinasti Umayyah.
Al-Makmun, pengganti al-Rasyid dikenal sebagai Khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Ia juga mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Al-Muktasim, Khalifah berikutnya (833-842 M) memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Demikian ini di latar belakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa al-Ma’mun dan sebelumnya. Keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah, Dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang Muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer Dinasti Bani Abbasiyah menjadi sangat kuat.
2) Periode kedua (847-945 M)
Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Kehidupan mewah para Khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan anak-anak pejabat. Demikian ini menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara profesional asal Turki yang semula diangkat oleh Khalifah al-Mu’tasim untuk mengambil alih kendali pemerintahan. Usaha mereka berhasil, sehingga kekuasaan sesungguhnya berada di tangan mereka, sementara kekuasaan Bani Abbas di dalam Khilafah Abbasiyah yang didirikannya mulai pudar, dan ini merupakan awal dari keruntuhan Dinasti ini, meskipun setelah itu usianya masih dapat bertahan lebih dari empat ratus tahun.
Khalifah Mutawakkil (847-861 M) yang merupakan awal dari periode ini adalah seorang Khalifah yang lemah. Pada masa pemerintahannya orang-orang Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat. Setelah Khalifah al-Mutawakkil wafat, merekalah yang memilih dan mengangkat Khalifah. Dengan demikian kekuasaan tidak lagi berada di tangan Bani Abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan Khalifah. Sebenarnya ada usaha untuk melepaskan diri dari para perwira Turki itu, tetapi selalu gagal. Dari dua belas Khalifah pada periode kedua ini, hanya empat orang yang wafat dengan wajar, selebihnya kalau bukan dibunuh, mereka diturunkan dari tahtanya dengan paksa. Wibawa Khalifah merosot tajam. Setelah tentara Turki lemah dengan sendirinya, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat, mendirikan Dinasti-Dinasti kecil. Inilah permulaan masa disintregasi dalam sejarah politik Islam.
Adapun faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada periode ini adalah sebagai berikut:
a. Luasnya wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
b. Dengan profesionalisasi tentara, ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi.
c. Kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar. Setelah Khalifah merosot, Khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.
3) Periode ketiga (945 -1055 M)
Pada periode ini, Daulah Abbasiyah berada di bawah kekuasaan Bani Buwaih. Keadaan Khalifah lebih buruk dari sebelumnya, terutama karena Bani Buwaih adalah penganut aliran Syi’ah. Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Bani Buwaih membagi kekuasaannya kepada tiga bersaudara : Ali untuk wilayah bagian selatan negeri Persia, Hasan untuk wilayah bagian utara, dan Ahmad untuk wilayah Al- Ahwaz, Wasit dan Baghdad. Dengan demikian Baghdad pada periode ini tidak lagi merupakan pusat pemerintahn Islam karena telah pindah ke Syiraz di masa berkuasa Ali bin Buwaih yang memiliki kekuasaan Bani Buwaih.
Di dalam bidang ilmu pengetahuan Daulah Abbasiyah terus mengalami kemajuan pada periode ini. Pada masa inilah muncul pemikir-pemikir besar seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibnu Maskawaih, dan kelompok studi Ikhwan as- Safa. Bidang ekonomi, pertanian, dan perdagangan juga mengalami kemajuan. Kemajuan ini juga diikuti dengan pembangunan masjid dan rumah sakit. Pada masa Bani Buwaih berkuasa di Baghdad, telah terjadi beberapa kali kerusuhan aliran antara Ahlussunnah dan Syi’ah, pemberontakan tentara dan sebagainya.
4) Periode keempat (1055-1199 M).
Periode ini ditandai dengan kekuasaan Bani Seljuk atas Daulah Abbasiyah. Kehadiran Bani Seljuk ini adalah atas undangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaih di Baghdad. Keadaan Khalifah memang membaik, paling tidak karena kewibawaannya dalam bidang agama kembali setelah beberapa lama dikuasai oleh orang-orang Syi’ah. Sebagaimana pada periode sebelumnya, ilmu pengetahuan juga berkembang pada periode ini. Nizam al-Mulk, perdana menteri pada masa Alp Arselan dan Malikhsyah, mendirikan Madrasah Nizamiyah (1067 M) dan madrasah Hanafiyah di Baghdad. Cabang-cabang Madrasah Nizamiyah didirikan hampir di setiap kota di Irak dan Khurasan. Madrasah ini menjadi model bagi perguruan tinggi dikemudian hari. Dari madrasah ini telah lahir banyak cendekiawan dalam berbagai disiplin ilmu. Di antara para cendekiawan Islam yang dilahirkan dan berkembang pada periode ini adalah al-Zamakhsari, penulis dalam bidang Tafsir dan Ushul al-Din (teologi), Al-Qusyairi dalam bidang tafsir, al-Ghazali dalam bidang ilmu kalam dan tasawwuf, dan Umar Khayyam dalam bidang ilmu perbintangan. Dalam bidang politik, pusat kekuasaan juga tidak terletak di kota Baghdad. Mereka membagi wilayah kekuasaan menjadi beberapa propinsi dengan seorang Gubernur untuk mengepalai masing-masing propinsi tersebut.
5) Periode kelima (1199-1258 M)
Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah merupakan awal di periode kelima. Pada periode ini, khilafah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan Dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri. Ada di antaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah Dinasti kecil. Para Khalifah Abbasiyah sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan Khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini awal babak baru dalam sejarah Islam, yang disebut masa pertengahan. Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran ini tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena Khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila Khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika Khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
B. Perkembangan Dunia Politik
Jatuhnya dinasti Umayah yang menelan korban jiwa besar dari kalangan dinasti Umayah sekaligus sebagai tonggak awal berdiinya dinasti Abassiyah. Sebagai kekuatan baru yang mulai tumbuh dan ditegakkan di atas puing-puing kehancuran dinasti Umayyah, menjadikan langkah awal yang dijalankan oleh pemerintah bani Abbas adalah upaya pemantapan dan stabilitas yang dilakukan oleh pemerintahan Abbasiyah antara lain sebagai berikut.
1. Melenyapkan kekuasaan dinasti Umayyah
Dalam pembai’atan di masjid Kufah adalah formulasi berdirinya daulat Abbasiyah. Pada saat itu kekuasaan bani Umayyah masih masih ada dibawah pemerintahan khalifah Marwan berpusat di Damaskus. Karna itu sebenarnya terdapat dualisme kekuasaan. Yang pertama kekuasaan daulatan Umayyah berada dalam kelemahan, namun tetap dipandang ancaman serius oleh kedaulatan Abbasiyah. Sedangkan yang kedua adalah kekuasaan Abbasiyah yang sudah kuat dan semakin berkembang.
Kenyataan diatas masih ada kekuatan Umayyah, menjadikan Abul Abbas menyiapkan suatu pasukan elit yang di bawah pimpinan Abdullah bin Ai, paman Abu Abbas sendiri. Di lembah sebelah sungai al-Zab salah satu cabang sungai Tigris yang berada di sebelah timur Mosul terjadi pertempuran yang sangat dahsyat yang dimenangkan oleh pasukan Abbasiyah. Kemudian mereka terus menerus ke jantung pertahanan Umayyah di Damaskus sehingga menyebabkan khalifah Marwan II melarikan diri ke Palestina, dan kemudian ke Mesir. Peristiwa ini terjadi pada bulan januari 750 M dengan demikian, berati bani Abbas berhasil menguasai daerah-daerah di Syam.
Meskipun penguasaan sudah di Syam, namun usaha pengejaran terhadap khalifah Marwan II terus dilakukan berlanjut. Tepatnya pada bulan agustus 750 M khalifah Marwan II ditemukan dan dibunuh oleh Saleh bin Ali, saudara Abbas as-Safah. Terbunuhnya khalifah Marwan II berati berakhirnya pemerintahan bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, dan selanjutnya Abu Abbas as-Safah menjadi sebagai penguasa tunggal bagi dunia Islam.
Semua kekuatan-kekuatan yang tersisa dan dianggap ancaman oleh dinasti Abbasiyah dilumpuhkan. Upaya-upaya itu dilakukan agar tidak ada gangguan-gangguan maupun politik dalam perjalanan pemerintahan Abbasiyah, dan Abbasiyah terbebas dari ancaman dalam bentuk apapun.
2. Memadamkan upaya gerakan-gerakan pemberontakan
Meskipun keras yang dilakukan oleh kelompok Abbasiyah, tetapi tidak berati pemerintah Abbasiyah kuat. Buktinya beberapa pemberontakan yang mengancam pemerintahan Abbasiyah.
Setelah Abu Ja’far Al Manshur menjadi khalifah menggantikan saudaranya Abul Abbas As-Safah mewaspadai tiga kelompok yang menurutnya dapat menjadi batu sandungan Bani Abbasiyah. Kelompok pertama, yang di pimpin oleh Abdullah bin Ali, adik kandung Muhammad bin Ali ia menjabat panglima perang. Kedua, dipimpin oleh Abu Muslim Al Khurasani ia adalah orang yang berjasa besar dalam membantu pendiri Dinasti Abbasiyah. Ketiga, kalangan Syiah yang dipimpin pendukung berat keturunan Ali bin Abi Thalib. Masyarakat luas banyak yang simpati karena dalam melakukan gerakan mereka membawa nama-nama keluarga nabi Muhammad SAW.
3.Para Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sementara para mentri, gubernur, panglima, dan pegawailainya banyak di angkat dari golongan mawali turunan persia.
4. Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi sosial dan kebudayaan.
5. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
6. Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.
7. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah.
C. Bidang Ekonomi
1) Perdagangan dan industri
Segala usaha di tempuh untuk memajukan perdagangan dengan memudahkan jalan-jalanya, seperti di bangun sumur dan tempat peristirahatan di jalan-jalan yang dilewati oleh kafilah dagang, dibangun armada-armada dagang, dan di bangun armada-armada untuk melindungi pantai negara dari serangan bajak laut. Serta membetuk suatu badan khusus yang bertugas mengawasi pasaran dagang, mengatur ukuran timbangan, menentukan harga pasaran (mengatur politik dagang) agar tidak terjadi penyelewengan. Baghdad menjadikan kota pusat perdagangan serta kota transit yang menghubungkan perdagangan Timur dan Barat.
Ada beberapa faktor yang mendukung kemajuan sektor industri ialah adanya potensi alam berupa barang tambang, perak, tembaga, biji besi. Selain itu ada ahli tehnologi industri kertas, textil, sutra, wol, gelas, dan keramik.
2) Pertanian dan perkebunan
Kota-kota administratif seperti Basrah, Khufah, Mosul, dan al-Wasit menjadi pusat usaha-usaha pengembangn pertanian dan rawa-rawa di sekitar Kuffah di keringkan dan di kembangkan menjadi kawasan pertanian yang subur. Untuk menggarap daerah-daerah pertanian tersebut di datangkanlah buruh tani dalam jumlah yang besar dari Afrika Timur guna menciptakan ekonomi pertanian dan perkebunan yang intensif. Di samping itu usaha untuk mendorong kaum tani agar lebih intensif di lahkukan beberapa kebijakan antara lain:
a. Memperlakuhkan ahli zimmah dan nawaly dengan perlakuan yang baik dan adil, serta menjamin hak milik dan jiwa mereka.
b. Mengambil tindakan yang keras terhadap pejabat yang berlaku kejam terhadap petani.
c. Memperluas daerah pertanian dan membangun kanal-kanal dan bendungan baik besar maupun kecil, sehingga tidak ada daerah pertanian yang tidak ada irigasi.
3) Pendapatan Negara
Selain dari sektor perdagangan, pertanian, dan perindustrian, sumber pendapatan negara juga berasal dari pajak. Pada masa Harun al-Rasyid, pemasukan pada sektor ini mencapai 272 juta dirham dan 4 juta dinar pertahun.
Adapun pendapatan negara pada saat pemerintahan bani abbas ini secara umum adalah dari:
a) pajak hasil bumi yang disebut dengan Kharaj
b) pajak jiwa yang disebut dengan jizyah
c) berbagai macam bentuk zakat
d) pajak perniagaan dan cukai yang disebut dengan syur
e) pembayaran pihak musuh karena kalah perang yang disebut fai’
f) rampasan perang atau ghanimah.
4) Sistem Moneter
Sebagai alat tukar, para pelaku ekonomi menggunakan mata uang dinar (pedanag barat) dan dirham (pedagang timur). Penggunann dua mata uang ini menurut Azumardi Azra, memiliki dua konsekuensi. Pertama, mata uang dinar harus di perkenalkan di wilayah-wilayah yang selama ini hanya mengenal mata unag dirham. Kedua, dengan mengeluarkan banyak mata uang emas, mengurangi penyimpanan emas batangan atau perhiasan sekaligus menjamin peredaran uang dengan kebutuhan pasar. Kebijakan di sektor ini adalah di ciptaknya sistem pembayaran dengan sistem cek agar memepermudah para kafilah-kailah dagang bertransaksi.
D. Bidang Administrasi
Sebelum Abbasiyah, dalam pemerintahan pos-pos terpenting di isi oleh Bani Umayyah notabene bangsa arab, namun pada masa abbasiyah orang non-arab mendapat fasilitas dan menduduki jabatan strategis. Khalifah sebagai kepala pemerintahan, penguasa tertinggi sekaligus menguasai jabatan keagamaan. Disebut juga bahwa para khalifah tidak peduli dan mentaati suatu aturan atau cara yang tetap untuk mengangkat putera mahkota, yaitu sejak masa al-Amin. Pada masa ini, jabatan penting diisi oleh seorang wazir yang menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang digariskan oleh hukum Islam untuk mengangkat dan menurunkan para pegawai. Wazir adalah pelaksana non-militer yang diserahkan sang khalifah kepadanya. Ada dua macam wazir, yaitu wazir yang bertugas sebagai pembantu Khaliah dan bekerja atas nama Khalifah. Yang kedua, wazir yang diberi kekuasaan penuh untuk memimpin pemerintahan. Yang pertama disebut juga wazir utama atau sekarang sama dengan perdana menteri yang dapat bertindak tanpa harus direstui khalifah, termasuk mengangkat dan memecat para gubernur dan hakim. Pada saat para khalifah lemah, kekuasaan dan kedudukan wazir meningkat tajam. Sementara wazir tidak berkuasa penuh, hanya mentaaati perintah khlifah saja. Karena itulah Khalifah cukup terbantu dengan kedudukan wazir-wazir ini.
Selain itu juga pada masa Umayyah terdapat lima kementrian pokok, yang disebut diwan, maka dimasa Abbasiyah kelima tersebut ditambah jumlahnya lebih dari tiga belas. Ke lima belas mentri tersebut ialah (1) Diwan al-jund (war of office). (2) diwan al-Kharaj (Department of Finance). (3) Diwan al-Rasal (Board of Correspondence). (4) Diwan al_khatam (Board og Signet). (5) Diwan al-Barid (Postal Department). Kelima diwan ini pada era Abbasiyah ada penambahan diwan diantaranya. (6)Diwan al-Azimah(the Audit and Account Board). (7) Diwan al-Nazri fi al-mazalim (Appeals and Investigation Boars). (8) Diwan al-Nafaqat (the Board of Expenditure). (9) Diwan al-Sawafi (the Board of Crown Land). (10) Diwan al-Diya (the Board of States). (11) Diwan al-Sirr (the Board of Military Infection). Dan, (13) Diwan al-Tawqi’ (the Board Request). Semua ini untuk menjalankan roda pemerintahan Bani Abbasiyah.
Selanjutnya, ada beberapa propinsi dinasti abbasiyah, setiap propinsi dipimpin oleh seorang gubernur. Diantara propinsi-propinsi abbasiyah ialah:
1) Kufah dan Sawwad
2) Bashrah dan daerah-daerah Dajlah
3) Hijaz dan Yamamah
4) Yaman
5) Ahwaz yang meliputi Khuzistan dan Cattan
6) Persi
7) Khurazan
8) Mosul
9) Jazirah, Armania, Azerbaijan
10) Suriah
11) Mesir dan Afrika
12) Sind
Penataan administrasi pada masa pemerintahan Abbasiyah mengalami perkembangan yang sangat tinggi. Karna disebabkan pengaruh Persi yang masuk didalam pemerintahan. Sebab Persi memamg sejak awal terkenal ilmu administrasi, sehingga pengaruh Persi menjadi terakomodir di sistem pemerintahan, ditambah lagi bahwa pusat pemerintahan Islam zaman bani Abbasiyah berada di kekuasaan Persi, setelah Persi dikuasai oleh umat Islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan masalah mengenai Dinasti Abbasiyah maka dapatlah mengambil isi makalah yaitu :
1. Dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750 M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
2. Pada masa kuasa Dinasti Abbasiyah banyak kemajuan yang telah dicapai yaitu dalam bidang administrasi, agama, sosial, ilmu pengetahuan, dan pemerintah.
3. Apabila dicermati tentang keberhasilan pendirian dinasti Abbasiyah ini ada beberapapa faktor ialah, Solidaritas kekeluargaan, Lemahnya Bani Umayyah pada akhir pemerintahanya, Bani Umayyah bercorak sentris, Dukungan dari Al Mawali (non arab), Kekuatan militer
B. Saran
Bila mana dalam makalah ini terdapat kekeliruan maka saran dari pembaca sangat diharapkan agar karya ini dapat dijadikan suatu bahan informasi sesuai dengan tujuannya.
Daftar Pustaka
Abbas Wahid dan Suratno, Khazanah Sejarah kebudayaan Islam, Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Maju, 2009.
Ahmad Syaiabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 2007.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010.
Imam Fu’ad, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Teras, 20011.
Nur Chamid, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2011
Tim Guru MGPK Provinsi Jawa Timur, Sejarah Kebudayaan Islam, (Mojokerto: CV. Sinar Mulia, 2012.
Proses Pembentukan Pemerintah dan Perkembangan Politik, Ekonomi, Administrasi Bani Abbasiyah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata kuliah
“Sejarah Peradaban Islam”
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. H. Imam Fuadi, M.Ag
Dr. H. Asmawi, M.Ag
Disusun Oleh:
Hasan Khariri
NIM. 17501164008
Semester 1
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)
PASCASARJANA IAIN TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2016
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang “Proses Pembentukan Pemerintah dan Perkembangan Politik, Ekonomi, Administrasi Bani Abbasiyah”.
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak maupun sumber buku sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis banyak menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik untuk perbaikan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah mata kuliah Sejarah Peradaban Islam ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi.
Kediri, 23 September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata pengantar
Daftar isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
Bab II Pembahasan
A. Proses Pembentukan Pemerintahan Dinasti Abbasiyah 3
B. Perkembangan Dunia Politik 10
C. Bidang Ekonomi 12
D. Bidang Administrasi 13
Bab III Penutup
A.Kesimpulan 16
B. Saran 16
Daftar pustaka 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang menerima beragam suku bangsa di dunia, karna islam bukan mengatasnamakan bangsa islam akan tetapi ia berbicara kebersamaan sosial dalam ruang ligkup kehidupanya. Rasulullah sebagai pelopor perubahan peradaban dari zaman jahiliyah menuju zaman keilmuan, dari sumber yang ia bawah Qu’an dan hadis mampu Islam mewarnai berbagai penjuru dunia. Dalam waktu kurang lebih 23 tahun Islam sudah tersebar di seluruh Jaziriah Arabia. Waktu 23 tahun itu dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode mekah dan madinah.
Setelah Rasullah wafat, kepemimpinan Islam dipegang oleh khulafaur Rasyidin. Pada perkembangannya Islam mengalami banyak kemajuan keilmuan bahkan Islam semakin meluas dipenjuru dunia.
Hal menarik yang terus dikaji dalam Islam ialah problematika pada masa khalifah Rasyidin. Meskipun Islam telah berkembang namun juga banyak mendapat tantangan dari berbagai persoalan luar dan dalam Islam sendiri. Seperti pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib banyak terjadi pemberontakan, pembunuhan hingga peperangan. Salahsatu perang dimasa Ali bin Abi Thalib ialah peperangan Muawiyah dengan khalifah Ali bin Abi Thalib yang menghasilkan abitrase, permainan politik sepanjang sejarah dalam memosisikan Muawiyah menggantikan posisi Ali bin Abi Thalib. Dampak yang ditimbulkan dari abitrase ini adalah pengikut dari Ali bin Abi Thalib kaum khawarij ingin membunuh Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah karena dianggap telah kafir dan halal dibunuh. Dalam rencana pembunuhan ini, hanya Ali bin Abi Thalib yang berhasil dibunuh.
Setelah kematian Ali bin Abi Thalib, maka berakhirlah masa Khulafaur Rasyidin dan berganti dengan pemerintahan Dinasti Umayyah dibawah pimpinan Muawiyah bin Abi Sofwan. Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, Islam semakin berkembang dalam segala aspek hingga perluasan daerah kekuasaan.
Setelah pemerintahan Dinasti Umayyah, digantikan oleh pemerintahan dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam sejarah pemerintahan umat Islam. Abbasiyah dinisbatkan kepada al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW, Berdirinya dinasti ini sebagai bentuk dukungan terhadap pandangan yang diserukan oleh Bani Hasyim setelah wafatnya Rasulullah SAW. yaitu menyandarkan khilafah kepada keluarga Rasul dan kerabatnya.
Berdasar dari keterangan diatas, maka penulis tertarik untuk membahas sejarah pembentukan pemerintahan Dinati Abbasiyah sampai perkembangan politik, ekonomi, dan administrasi.
B. Rumusan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan, maka penulis membatasi rumusan masalah sebagai berikut ;
1. Bagaimana Pembentukan Pemerintah Dinasti Abbasiyah ?
2. Bagaimana Perkembangan Politik, Ekonomi dan Administrasi Dinasti Abbasiyah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Pembentukan Pemerintahan Dinasti Abbasiyah
Awal pembentukan Dinasti Abbasiyah ditandai adanya gerakan-gerakan perlawanan terhadap dinasti Bani Umayyah di Andalusia (sepanyol) pada masa khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Gerakan-gerakan untuk melawan kekuasaan Bani Umayyah menemukan momentumnya ketika para tokoh diantaranya Muhammad bin Ali, salah satu keluarga Abbas yang menjadikan kota Khufa sebagai pusat kegiatan perlawanan. Gerakan Muhammad bin Ali mendapat dukungan dari kelompok Mawali yang selalu ditempatkan sebagai masyarakat kelas dua. Selain itu juga didukung oleh kelompok Syi’ah yang menuntut hak mereka atas kekuasaan yang pernah dirampas oleh dinasti Umayyah.
Akhir kekuasaan dinasti bani Umayyah pada tahun 132 H/750 M dengan terbunuhnya Khalifah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad di Fustat, Mesir pada tahun itu dan berdirilah kekuasaan dinasti Abbasiyah.
Dinasti Abbasiyah merupakan corak kemajuan perkembangan berbagai ilmu pengetahuan, dari ilmu tasawuf, sosial, filsafat, sains, kedokteran, penafsiran sampai ilmu bahasa. Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan dinasti Bani Abbas melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750 M) sampai 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Gerakan yang digalang oleh keluarga al-abbas ini sebenarnya awalnya bersifat rahasia, kemudian berlanjut secara terang-terangan, setelah merasa punya dukungan dari rakyat. Dan setelah perjuangan Bani Abbas menuju tampuk kekuasaan tidak ditutup-tutup lagi, terjadilah penangkapan besar-besaran pengikut Abbasiyyah diberbagai kota termasuk pemimpinya maupun pejabatnya. Salah satu tokoh Abbasiyah yaitu Ibrahim al-Imam ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara dipaksa agar dia buka mulut, akan tetapi dia sampai mati terbunuh al-Imam tetap merahasiakan gerakanya.
Kemudian Abu Muslim mulai menggerakan segenap laskarnya untuk menggempur Khalifah Marwan. Itu dilakukan karna tersiar kabar terbunuhnya Ibrahim al-Imam dalam penjara, ia bahkan sekaligus mengumumkan secara terbuka bahwa jabatan al-Imam dipindahkan ke pada Abul Abbas sebagai calon Khalifah Bani Abbasiyah. Kedua angkatan bersenjata mulai melakukanya di satu tempat yang bernama Zab yang terletak antara kota Mousil dan Toriel. Dalam pertempuran yang sengit itu, pasukan Marwan mengalami kekalahan yang sangat berat. Khalifah Marwan melarikan diri ke Damaskus, kemudian terus ke mesir, dan akhirnya terbunuh disini. Dengan demikian berakhirlah riwayat dinasti Bani Umayyah dan lahirlah dinasti baru yang perjuangan menuju tampuk kekhalifahan cukup panjang, yaitu dinasti Abbasiyah. Penulis mengamati bahwa ada dua strategi yang dilakukan oleh Daulah Abbasiyah yaitu, pertama strategi rahasia untuk mencari pendukung dan penyebaran ide-ide. Strategi kedua yaitu, dengan terang-terangan melawan Daulah Umayyah. Dari dua strategis yang di terapkan oleh Muhammad Al-Abbasy dan kawan-kawanya sejak akhir abad pertama sampai 132 H akhirnya membuahkan hasil berdirinya Daulah Abbasiyah.
Pada tanggal 28 November 749 M menerima pembai’atan terhadap Abu al-Safah sebagai Khalifa pertama di Kufah sebagai Khalifah dinasti Bani Abbasiyah. Pembai’atan itu sangat penting dan menyejarah menuju babak baru dinasti Abbasiyah. Arti penting pembai’atan itu karna pembai’atan merupakan penobatan yang dilakukan oleh rakyat, dan merupakan satu-satunya pegangan yang pasti bagi seseorang untuk memiliki tahta Khalifah.
Tokoh Propagandis yang bernama Abu Salmah mengundang penduduk Kufah untuk berkumpul di masjid pada hari jum’at, dia menjelaskan maksud pertemuan itu kepada para jama’ah. Abu Muslim mengatakan bahwa pembela Agama Islam dan orang yang telah mempertahankan hak keluargan nabi Muhammab SAW, telah melemparkan Bani Umayyah dari kekuasaan yang penuh dosa, karenanya perlu memilih seseorang imam dan Khalifah, dan tidak ada yang lebih utama dalam hal kesalehan, kemampuan dan segala kebajikan yang diperlukan untuk kedudukan itu selain Abul Abbas. Dialah yang diusulkan kepada kaum mukminin supaya dipilih. Mendengar penjelasan tersebut, mereka pun bersorak-sorak mengumandangkan takbir sebagai tanda persetujuan.
Apabila dicermati tentang keberhasilan pendirian dinasti Abbasiyah ini ada beberapapa faktor ialah:
a. Solidaritas kekeluargaan
b. Lemahnya Bani Umayyah pada akhir pemerintahanya
c. Bani Umayyah bercorak sentris
d. Dukungan dari Al Mawali (non arab)
e. Kekuatan militer
Dalam sejarah berdirinya daulah Abbasiyah, menjelang akhir Daulah Muawiyah terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
1. Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2. Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.
3. Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara terang-terangan.
Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Abbasiyah. Gerakan ini menghimpun:
a) Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah;
b) Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman;
c) Keurunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-khurasany.
Dalam versi yang lain yang, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode :
1) Periode pertama (750–847 M)
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya. Secara politis, para Khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri Dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M. Karena itu, pembina sebenarnya dari Daulah Abbasiyah adalah Abu Ja’far al-Mansur (754–775 M).
Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir sebagai koordinator departemen. Jabatan wazir yang menggabungkan sebagian fungsi perdana menteri dengan menteri dalam negeri itu selama lebih dari 50 tahun berada di tangan keluarga terpandang berasal dari Balkh, Persia (Iran). Wazir yang pertama adalah Khalid bin Barmak, kemudian digantikan oleh anaknya, Yahya bin Khalid. Yang terakhir ini kemudian mengangkat anaknya, Ja’far bin Yahya, menjadi wazir muda. Sedangkan anaknya yang lain, Fadl bin Yahya, menjadi Gubernur Persia Barat dan kemudian Khurasan. Pada masa tersebut persoalan-persoalan administrasi negara lebih banyak ditangani keluarga Persia itu.
Masuknya keluaraga non Arab ini ke dalam pemerintahan merupakan unsur pembeda antara Daulah Abbasiyah dan Daulah Umayyah yang berorientasi ke Arab. Khalifah al-Mansur juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abd al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa Dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa al-Mansur, jabatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku Gubernur setempat kepada Khalifah.
Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama genjatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan. Pada masa al-Mansur pengertian Khalifah kembali berubah. Konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa al Khulafa’ al-Rasyidin.
Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman Khalifah Harun al- Rasyid (786-809 M) dan putranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud pada zaman Khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. Dengan demikian telah terlihat bahwa pada masa Khalifah Harun al-Rasyid lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah yang memang sudah luas. Orientasi kepada pembangunan peradaban dan kebudayaan ini menjadi unsur pembanding lainnya antara Dinasti Abbasiyah dan Dinasti Umayyah.
Al-Makmun, pengganti al-Rasyid dikenal sebagai Khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Ia juga mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Al-Muktasim, Khalifah berikutnya (833-842 M) memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Demikian ini di latar belakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa al-Ma’mun dan sebelumnya. Keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah, Dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang Muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer Dinasti Bani Abbasiyah menjadi sangat kuat.
2) Periode kedua (847-945 M)
Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Kehidupan mewah para Khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan anak-anak pejabat. Demikian ini menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara profesional asal Turki yang semula diangkat oleh Khalifah al-Mu’tasim untuk mengambil alih kendali pemerintahan. Usaha mereka berhasil, sehingga kekuasaan sesungguhnya berada di tangan mereka, sementara kekuasaan Bani Abbas di dalam Khilafah Abbasiyah yang didirikannya mulai pudar, dan ini merupakan awal dari keruntuhan Dinasti ini, meskipun setelah itu usianya masih dapat bertahan lebih dari empat ratus tahun.
Khalifah Mutawakkil (847-861 M) yang merupakan awal dari periode ini adalah seorang Khalifah yang lemah. Pada masa pemerintahannya orang-orang Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat. Setelah Khalifah al-Mutawakkil wafat, merekalah yang memilih dan mengangkat Khalifah. Dengan demikian kekuasaan tidak lagi berada di tangan Bani Abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan Khalifah. Sebenarnya ada usaha untuk melepaskan diri dari para perwira Turki itu, tetapi selalu gagal. Dari dua belas Khalifah pada periode kedua ini, hanya empat orang yang wafat dengan wajar, selebihnya kalau bukan dibunuh, mereka diturunkan dari tahtanya dengan paksa. Wibawa Khalifah merosot tajam. Setelah tentara Turki lemah dengan sendirinya, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat, mendirikan Dinasti-Dinasti kecil. Inilah permulaan masa disintregasi dalam sejarah politik Islam.
Adapun faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada periode ini adalah sebagai berikut:
a. Luasnya wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
b. Dengan profesionalisasi tentara, ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi.
c. Kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar. Setelah Khalifah merosot, Khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.
3) Periode ketiga (945 -1055 M)
Pada periode ini, Daulah Abbasiyah berada di bawah kekuasaan Bani Buwaih. Keadaan Khalifah lebih buruk dari sebelumnya, terutama karena Bani Buwaih adalah penganut aliran Syi’ah. Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Bani Buwaih membagi kekuasaannya kepada tiga bersaudara : Ali untuk wilayah bagian selatan negeri Persia, Hasan untuk wilayah bagian utara, dan Ahmad untuk wilayah Al- Ahwaz, Wasit dan Baghdad. Dengan demikian Baghdad pada periode ini tidak lagi merupakan pusat pemerintahn Islam karena telah pindah ke Syiraz di masa berkuasa Ali bin Buwaih yang memiliki kekuasaan Bani Buwaih.
Di dalam bidang ilmu pengetahuan Daulah Abbasiyah terus mengalami kemajuan pada periode ini. Pada masa inilah muncul pemikir-pemikir besar seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibnu Maskawaih, dan kelompok studi Ikhwan as- Safa. Bidang ekonomi, pertanian, dan perdagangan juga mengalami kemajuan. Kemajuan ini juga diikuti dengan pembangunan masjid dan rumah sakit. Pada masa Bani Buwaih berkuasa di Baghdad, telah terjadi beberapa kali kerusuhan aliran antara Ahlussunnah dan Syi’ah, pemberontakan tentara dan sebagainya.
4) Periode keempat (1055-1199 M).
Periode ini ditandai dengan kekuasaan Bani Seljuk atas Daulah Abbasiyah. Kehadiran Bani Seljuk ini adalah atas undangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaih di Baghdad. Keadaan Khalifah memang membaik, paling tidak karena kewibawaannya dalam bidang agama kembali setelah beberapa lama dikuasai oleh orang-orang Syi’ah. Sebagaimana pada periode sebelumnya, ilmu pengetahuan juga berkembang pada periode ini. Nizam al-Mulk, perdana menteri pada masa Alp Arselan dan Malikhsyah, mendirikan Madrasah Nizamiyah (1067 M) dan madrasah Hanafiyah di Baghdad. Cabang-cabang Madrasah Nizamiyah didirikan hampir di setiap kota di Irak dan Khurasan. Madrasah ini menjadi model bagi perguruan tinggi dikemudian hari. Dari madrasah ini telah lahir banyak cendekiawan dalam berbagai disiplin ilmu. Di antara para cendekiawan Islam yang dilahirkan dan berkembang pada periode ini adalah al-Zamakhsari, penulis dalam bidang Tafsir dan Ushul al-Din (teologi), Al-Qusyairi dalam bidang tafsir, al-Ghazali dalam bidang ilmu kalam dan tasawwuf, dan Umar Khayyam dalam bidang ilmu perbintangan. Dalam bidang politik, pusat kekuasaan juga tidak terletak di kota Baghdad. Mereka membagi wilayah kekuasaan menjadi beberapa propinsi dengan seorang Gubernur untuk mengepalai masing-masing propinsi tersebut.
5) Periode kelima (1199-1258 M)
Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah merupakan awal di periode kelima. Pada periode ini, khilafah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan Dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri. Ada di antaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah Dinasti kecil. Para Khalifah Abbasiyah sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan Khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini awal babak baru dalam sejarah Islam, yang disebut masa pertengahan. Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran ini tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena Khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila Khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika Khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
B. Perkembangan Dunia Politik
Jatuhnya dinasti Umayah yang menelan korban jiwa besar dari kalangan dinasti Umayah sekaligus sebagai tonggak awal berdiinya dinasti Abassiyah. Sebagai kekuatan baru yang mulai tumbuh dan ditegakkan di atas puing-puing kehancuran dinasti Umayyah, menjadikan langkah awal yang dijalankan oleh pemerintah bani Abbas adalah upaya pemantapan dan stabilitas yang dilakukan oleh pemerintahan Abbasiyah antara lain sebagai berikut.
1. Melenyapkan kekuasaan dinasti Umayyah
Dalam pembai’atan di masjid Kufah adalah formulasi berdirinya daulat Abbasiyah. Pada saat itu kekuasaan bani Umayyah masih masih ada dibawah pemerintahan khalifah Marwan berpusat di Damaskus. Karna itu sebenarnya terdapat dualisme kekuasaan. Yang pertama kekuasaan daulatan Umayyah berada dalam kelemahan, namun tetap dipandang ancaman serius oleh kedaulatan Abbasiyah. Sedangkan yang kedua adalah kekuasaan Abbasiyah yang sudah kuat dan semakin berkembang.
Kenyataan diatas masih ada kekuatan Umayyah, menjadikan Abul Abbas menyiapkan suatu pasukan elit yang di bawah pimpinan Abdullah bin Ai, paman Abu Abbas sendiri. Di lembah sebelah sungai al-Zab salah satu cabang sungai Tigris yang berada di sebelah timur Mosul terjadi pertempuran yang sangat dahsyat yang dimenangkan oleh pasukan Abbasiyah. Kemudian mereka terus menerus ke jantung pertahanan Umayyah di Damaskus sehingga menyebabkan khalifah Marwan II melarikan diri ke Palestina, dan kemudian ke Mesir. Peristiwa ini terjadi pada bulan januari 750 M dengan demikian, berati bani Abbas berhasil menguasai daerah-daerah di Syam.
Meskipun penguasaan sudah di Syam, namun usaha pengejaran terhadap khalifah Marwan II terus dilakukan berlanjut. Tepatnya pada bulan agustus 750 M khalifah Marwan II ditemukan dan dibunuh oleh Saleh bin Ali, saudara Abbas as-Safah. Terbunuhnya khalifah Marwan II berati berakhirnya pemerintahan bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, dan selanjutnya Abu Abbas as-Safah menjadi sebagai penguasa tunggal bagi dunia Islam.
Semua kekuatan-kekuatan yang tersisa dan dianggap ancaman oleh dinasti Abbasiyah dilumpuhkan. Upaya-upaya itu dilakukan agar tidak ada gangguan-gangguan maupun politik dalam perjalanan pemerintahan Abbasiyah, dan Abbasiyah terbebas dari ancaman dalam bentuk apapun.
2. Memadamkan upaya gerakan-gerakan pemberontakan
Meskipun keras yang dilakukan oleh kelompok Abbasiyah, tetapi tidak berati pemerintah Abbasiyah kuat. Buktinya beberapa pemberontakan yang mengancam pemerintahan Abbasiyah.
Setelah Abu Ja’far Al Manshur menjadi khalifah menggantikan saudaranya Abul Abbas As-Safah mewaspadai tiga kelompok yang menurutnya dapat menjadi batu sandungan Bani Abbasiyah. Kelompok pertama, yang di pimpin oleh Abdullah bin Ali, adik kandung Muhammad bin Ali ia menjabat panglima perang. Kedua, dipimpin oleh Abu Muslim Al Khurasani ia adalah orang yang berjasa besar dalam membantu pendiri Dinasti Abbasiyah. Ketiga, kalangan Syiah yang dipimpin pendukung berat keturunan Ali bin Abi Thalib. Masyarakat luas banyak yang simpati karena dalam melakukan gerakan mereka membawa nama-nama keluarga nabi Muhammad SAW.
3.Para Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sementara para mentri, gubernur, panglima, dan pegawailainya banyak di angkat dari golongan mawali turunan persia.
4. Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi sosial dan kebudayaan.
5. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
6. Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.
7. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah.
C. Bidang Ekonomi
1) Perdagangan dan industri
Segala usaha di tempuh untuk memajukan perdagangan dengan memudahkan jalan-jalanya, seperti di bangun sumur dan tempat peristirahatan di jalan-jalan yang dilewati oleh kafilah dagang, dibangun armada-armada dagang, dan di bangun armada-armada untuk melindungi pantai negara dari serangan bajak laut. Serta membetuk suatu badan khusus yang bertugas mengawasi pasaran dagang, mengatur ukuran timbangan, menentukan harga pasaran (mengatur politik dagang) agar tidak terjadi penyelewengan. Baghdad menjadikan kota pusat perdagangan serta kota transit yang menghubungkan perdagangan Timur dan Barat.
Ada beberapa faktor yang mendukung kemajuan sektor industri ialah adanya potensi alam berupa barang tambang, perak, tembaga, biji besi. Selain itu ada ahli tehnologi industri kertas, textil, sutra, wol, gelas, dan keramik.
2) Pertanian dan perkebunan
Kota-kota administratif seperti Basrah, Khufah, Mosul, dan al-Wasit menjadi pusat usaha-usaha pengembangn pertanian dan rawa-rawa di sekitar Kuffah di keringkan dan di kembangkan menjadi kawasan pertanian yang subur. Untuk menggarap daerah-daerah pertanian tersebut di datangkanlah buruh tani dalam jumlah yang besar dari Afrika Timur guna menciptakan ekonomi pertanian dan perkebunan yang intensif. Di samping itu usaha untuk mendorong kaum tani agar lebih intensif di lahkukan beberapa kebijakan antara lain:
a. Memperlakuhkan ahli zimmah dan nawaly dengan perlakuan yang baik dan adil, serta menjamin hak milik dan jiwa mereka.
b. Mengambil tindakan yang keras terhadap pejabat yang berlaku kejam terhadap petani.
c. Memperluas daerah pertanian dan membangun kanal-kanal dan bendungan baik besar maupun kecil, sehingga tidak ada daerah pertanian yang tidak ada irigasi.
3) Pendapatan Negara
Selain dari sektor perdagangan, pertanian, dan perindustrian, sumber pendapatan negara juga berasal dari pajak. Pada masa Harun al-Rasyid, pemasukan pada sektor ini mencapai 272 juta dirham dan 4 juta dinar pertahun.
Adapun pendapatan negara pada saat pemerintahan bani abbas ini secara umum adalah dari:
a) pajak hasil bumi yang disebut dengan Kharaj
b) pajak jiwa yang disebut dengan jizyah
c) berbagai macam bentuk zakat
d) pajak perniagaan dan cukai yang disebut dengan syur
e) pembayaran pihak musuh karena kalah perang yang disebut fai’
f) rampasan perang atau ghanimah.
4) Sistem Moneter
Sebagai alat tukar, para pelaku ekonomi menggunakan mata uang dinar (pedanag barat) dan dirham (pedagang timur). Penggunann dua mata uang ini menurut Azumardi Azra, memiliki dua konsekuensi. Pertama, mata uang dinar harus di perkenalkan di wilayah-wilayah yang selama ini hanya mengenal mata unag dirham. Kedua, dengan mengeluarkan banyak mata uang emas, mengurangi penyimpanan emas batangan atau perhiasan sekaligus menjamin peredaran uang dengan kebutuhan pasar. Kebijakan di sektor ini adalah di ciptaknya sistem pembayaran dengan sistem cek agar memepermudah para kafilah-kailah dagang bertransaksi.
D. Bidang Administrasi
Sebelum Abbasiyah, dalam pemerintahan pos-pos terpenting di isi oleh Bani Umayyah notabene bangsa arab, namun pada masa abbasiyah orang non-arab mendapat fasilitas dan menduduki jabatan strategis. Khalifah sebagai kepala pemerintahan, penguasa tertinggi sekaligus menguasai jabatan keagamaan. Disebut juga bahwa para khalifah tidak peduli dan mentaati suatu aturan atau cara yang tetap untuk mengangkat putera mahkota, yaitu sejak masa al-Amin. Pada masa ini, jabatan penting diisi oleh seorang wazir yang menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang digariskan oleh hukum Islam untuk mengangkat dan menurunkan para pegawai. Wazir adalah pelaksana non-militer yang diserahkan sang khalifah kepadanya. Ada dua macam wazir, yaitu wazir yang bertugas sebagai pembantu Khaliah dan bekerja atas nama Khalifah. Yang kedua, wazir yang diberi kekuasaan penuh untuk memimpin pemerintahan. Yang pertama disebut juga wazir utama atau sekarang sama dengan perdana menteri yang dapat bertindak tanpa harus direstui khalifah, termasuk mengangkat dan memecat para gubernur dan hakim. Pada saat para khalifah lemah, kekuasaan dan kedudukan wazir meningkat tajam. Sementara wazir tidak berkuasa penuh, hanya mentaaati perintah khlifah saja. Karena itulah Khalifah cukup terbantu dengan kedudukan wazir-wazir ini.
Selain itu juga pada masa Umayyah terdapat lima kementrian pokok, yang disebut diwan, maka dimasa Abbasiyah kelima tersebut ditambah jumlahnya lebih dari tiga belas. Ke lima belas mentri tersebut ialah (1) Diwan al-jund (war of office). (2) diwan al-Kharaj (Department of Finance). (3) Diwan al-Rasal (Board of Correspondence). (4) Diwan al_khatam (Board og Signet). (5) Diwan al-Barid (Postal Department). Kelima diwan ini pada era Abbasiyah ada penambahan diwan diantaranya. (6)Diwan al-Azimah(the Audit and Account Board). (7) Diwan al-Nazri fi al-mazalim (Appeals and Investigation Boars). (8) Diwan al-Nafaqat (the Board of Expenditure). (9) Diwan al-Sawafi (the Board of Crown Land). (10) Diwan al-Diya (the Board of States). (11) Diwan al-Sirr (the Board of Military Infection). Dan, (13) Diwan al-Tawqi’ (the Board Request). Semua ini untuk menjalankan roda pemerintahan Bani Abbasiyah.
Selanjutnya, ada beberapa propinsi dinasti abbasiyah, setiap propinsi dipimpin oleh seorang gubernur. Diantara propinsi-propinsi abbasiyah ialah:
1) Kufah dan Sawwad
2) Bashrah dan daerah-daerah Dajlah
3) Hijaz dan Yamamah
4) Yaman
5) Ahwaz yang meliputi Khuzistan dan Cattan
6) Persi
7) Khurazan
8) Mosul
9) Jazirah, Armania, Azerbaijan
10) Suriah
11) Mesir dan Afrika
12) Sind
Penataan administrasi pada masa pemerintahan Abbasiyah mengalami perkembangan yang sangat tinggi. Karna disebabkan pengaruh Persi yang masuk didalam pemerintahan. Sebab Persi memamg sejak awal terkenal ilmu administrasi, sehingga pengaruh Persi menjadi terakomodir di sistem pemerintahan, ditambah lagi bahwa pusat pemerintahan Islam zaman bani Abbasiyah berada di kekuasaan Persi, setelah Persi dikuasai oleh umat Islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan masalah mengenai Dinasti Abbasiyah maka dapatlah mengambil isi makalah yaitu :
1. Dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750 M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
2. Pada masa kuasa Dinasti Abbasiyah banyak kemajuan yang telah dicapai yaitu dalam bidang administrasi, agama, sosial, ilmu pengetahuan, dan pemerintah.
3. Apabila dicermati tentang keberhasilan pendirian dinasti Abbasiyah ini ada beberapapa faktor ialah, Solidaritas kekeluargaan, Lemahnya Bani Umayyah pada akhir pemerintahanya, Bani Umayyah bercorak sentris, Dukungan dari Al Mawali (non arab), Kekuatan militer
B. Saran
Bila mana dalam makalah ini terdapat kekeliruan maka saran dari pembaca sangat diharapkan agar karya ini dapat dijadikan suatu bahan informasi sesuai dengan tujuannya.
Daftar Pustaka
Abbas Wahid dan Suratno, Khazanah Sejarah kebudayaan Islam, Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Maju, 2009.
Ahmad Syaiabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 2007.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010.
Imam Fu’ad, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Teras, 20011.
Nur Chamid, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2011
Tim Guru MGPK Provinsi Jawa Timur, Sejarah Kebudayaan Islam, (Mojokerto: CV. Sinar Mulia, 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar