MANAJEMEN
PENDIDIKAN AGAMA PADA ANAK, REMAJA, DAN ORANG TUA
REVISI MAKALAH
Diajukan Untuk
Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah
Manajemen Lembaga
Pendidikan Islam
Dosen Pengampu:
1.
Prof. Dr. H.
Mujamil Qomar, Ag
2.
Dr.
H. Munarji, M.Ag
Disusun Oleh:
Hasan Khariri
NIM 17501164008
SEMESTER II A
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
MEI
2017
PRAKATA
Puji
ayukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadiran
Allah SWT yang telah memberi petunjuk kepada umat manusia, sehingga penulis
mampu menyelesaikan makalah dengan berjudul “Manajemen Pendidikan Agama Pada
Anak, Remaja,
dan Orang Tua”.
Sholawat
serta salam semoga tercurahkan kepada bagonda
Rosulullah SAW yang telah memberikan petunjuk kepada umat manusia, sehingga
manusia dapat terbebas dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah.
Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Bapak
Dr. H. Maftukhin, M. Ag selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah memberikan
fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas tepat
waktu.
2.
Bapak Prof. Dr. H.
Achmad Patoni, M. Ag selaku direktur Pascasarjana IAIN Tulungagung yang selalu
memberikan dorongan semangat dalam mengemban ilmu pengetahuan selama
perkuliahan.
3.
Bapak
Prof. Dr. H. Mujamil Qomar, M.Ag dan Bapak Dr. H.
Munarji, M.Ag selaku
dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Lembaga Pendidikan Islam.
4.
Seluruh civitas
kampus Pascasarjana yang selalu memberikan dukungan selama perkuliahan.
5.
Ayah dan Ibunda
tercinta, yang selalu memberikan support dan doanya kepada penulis.
6.
Teman-teman
angkatan 2016 yang telah membantu terselesainya tugas ini.
Penulis menyadari bahwa
karya tulis ini sangatlah sederhana dan masih jauh dari kesempurnaan, sehingga
penulis mengharapkan dengan senang hati terbuka menerima kritik demi
kesempurnaan karya tulis ini.
Semoga apa yang
telah penulis paparkan dalam karya tulis ini dapat memberikan banyak manfaat
kepada semua pihak, utamanya demi meningkatkan mutu pengetahuan kita. Amin ya
Rabal ‘Alamin.
Tulungagung, 15 Mei 2017
Hasan Khariri
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A.
Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 3
B. Rumusan Masalah..................................................................... 3
C. Tujuan...................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN......................................................................... 4
A.
Manajemen Pendidikan Agama Pada Anak........................... 4
B.
Manajemen Pendidikan Pada Remaja..................................... 8
C.
Manajemen
Pendidikan Agama Pada Orang Tua................. 15
BAB III ANALISIS TEORI................................................................... 18
A.
Manajemen Pendidikan Agama Pada Anak......................... 18
B.
Manajemen Pendidikan Pada Remaja................................... 18
C.
Manajemen
Pendidikan Agama Pada Orang Tua................. 19
BAB IV PENUTUP................................................................................. 20
A.
Kesimpulan........................................................................... 20
B.
Saran..................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKAN........................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan
agama Islam untuk setiap manusia sangat diperlukan dari kalangan anak-anak
sampai kalangan orang tua. Sebagai suatu bentuk pengetahuan tentang agama maka
bukan hanya kalangan anak-anak yang memperoleh pendidikan agama akan tetapi
kalangan remaja sampai orang tua perlu menanamkan pengetahuan agama. Hal
tersebut sesuai dengan firman Alla, sebagai berikut: Artinya:
Artinya:“Tidak
sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya” (QS. at-Taubah: 122)[1]
Didalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah memerintakan setiap orang
untuk memperdalam pengetahuan tentang agama karna agama dapat menjaga diri yang
artinya menjaga sikap ketauhidan, syariat, dan beberapa nilai-nilai keislaman.
Dewasa ini perkembangan anak pada dunia
sosial media sangat cepat bahkan anak sekarang sudah jarang bermain sesama
sebayanya mereka lebih berinteraksi individu seperti bermain game, bermain
media seperti hp dan komputer. Hal ini karna pengaruh globalisasi semakin cepat
sehinga dapak negatif maupun positif datang secara tiba-tiba. Perlu adanya
pengawasan ketat orang tua terhadap anak agar anak tumbuh dengan nilai-nilai
yang baik dan agamis. Oleh karna itu peran orang tua sangat besar untuk
menjadikan anak lebih sholeh dan sholehah. Pendidikan agama pada anak sangat
diperlukan dan harus ditanamkan setiap anak baru berkembang karna dari sini
anak memang harus dibimbing dalam aktivitasnya, baik dari aktivitas belajar,
bermain maupun sekolah. Yang perlu ditanamkan pada anak ialah pendidikan
akhlak, anak diajarkan berbicara sopan, mengajari tata kerama, mengajak belajar
agama, memberi wawasan luas agar anak dapat tertanam sejak dini tentang nilai-nilai
norma agama maupun sosial.
Maraknya
remaja yang bergliur ke dunia anarki maupun kejahatan disebabkan karna remaja
memang sejatinya mencari jati diri. Pengawasan anak remaja berbeda dengan
pengawasan anak karna remaja berbeda dari karakteristinya sikap, perilaku
maupun fisik mengalami perubahan yang derasisi dari masa anak-anak sampai
remaja. Tidak heran jika remaja cepat tersinggung, cepat nakal, capat
mempengaruh orang lain. Hal ini orang tua sulit mengawasi anak yang sedang
berbunga mekar dalam masanya. Untuk itu orang tua harus mampu membatasi anaknya
yang sedang bergulir masa remajanya dengan berbagai pendekatan agamis, aktivis
sosialis, maupun kegiatan yang sifatnya positif. Ini dapat mempengaruh positif
bagi anak remajanya. Karna itu orang tua selalu memberi motivator atau motivasi
untuk anaknya agar bisa berfikir masa depan dengan baik.
Pendidikan
agama pada orang tua sangat sulit jika dilakukan oleh keluarganya, karna
mungkin orang tua merasa lebih luas pengetahuanya, orang tua lebih dihargai bahkan
mungkin orang tua sudah merasa sulit untuk diarahkan. Banyak kita temui orang
tua yang belum bisa membimbing anaknya dengan baik. Faktor ini disebabkan karna
kurangnya pengalaman dari orang tua, kurangnya pendidikan agama dari orang tua.
Namun sebaliknya ada orang tua tidak mempunyai kompetensi mengajar kepada
anaknya akan tetapi oranga tua lebih mengikuti pengajian dilingkungan sebagai
pendidikan agama. Ini yang akan tertanam dalam jiwa orang tua yang akan
mencerminkan kesadaran bagi orang tua. Namun tidak semua orang tua mau seperti
itu, lebih banyak orang tua dengan kesibukanya sehingga merasa belum ada waktu
atau kesadaran.
B. Rumusan Masalah
Sebagaimana
yang suda diatas maka penulis merumuskan
masalah agar kajian makalah ini dapat fokus pada titik permasalahan, antara
lain ialah:
1.
Bagaimana pengertian manajemen pendidikan
agama pada anak?
2.
Bagaimana pengertian manajemen pendidikan
agama pada remaja?
3.
Bagaimana pengertian manajemen pendidikan
agama pada orang tua?
C.
Tujuan
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah
diatas, maka tujuan penyusunan karya tulis ini, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian
manajemen pendidikan agama pada anak
2. Untuk mengetahui pengertian
manajemen pendidikan agama pada remaja
3. Untuk mengetahui pengertian
manajemen pendidikan agama pada
orang tua
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Manajemen
Pendidikan Agama Pada Anak
Ilmu
manajemen pendidikan Islam merupakan hal yang baru karna selama ini ilmu
manajemen digunakan dibidang pengusaha maupun bisnis. Karna sifat manajemen
lebih mengarah perencanaan, pengelolaan dalam administrasi untuk mengatur lebih
baik. Begitu juga manajemen pendidikan Islam mulai berkembang muncul dari
pengertian manajemen pendidikan pada anak. Perlu diperhatikan bahwa pendidikan
pada anak sekitar umur tiga tahun sampai dua belas dikatakan usia anak dimana
usia ini memerlukan bimbingan yang ketat terhadap anak, karna anak merupaka
masa-masa yang ingin tahu atau ingin mengetahui apa-apa yang mereka belum tahu.
Ma’ruf Zuraiq menyarankan bahwa anak wajib mengetahui segala sesuatu sehingga
pendidikan perlu menggunakan berbagai metode beriman dan kegiatan yang hakiki
serta menjadikanya sebagai asas bagi praktik pendidikan dan pengajaran.[2] Orang
tua berperan sangat penting terhadap pendidikan anak, tanamkan dan didiklah
anak itu dengan nilai-nilai keislaman dengan sabar, beriman, bersosial dengan
jujur, berkata dengan baik saling menghargai atau menolong orang lain. Adapun
didalam buku dimensi manajemen pendidikan Islam karya Mujamil Qomar[3]
menuliskan bahwa inti dari materi pendidikan agama adalah akidah, ibadah, dan
akhlak. Keitga ini yang harus ditanamkan pada pendidikan agama. Materi akidah
untuk membangun fondasi keimanan, sedangka materi akhlaq untuk menghiasi dan
menyempurnakan keimanan maupun ibadah kepada Allah. Ketiga pokok ini juga bisa
disebut iman, islam, dan ihsan.
Jika
tiga materi ini ditanamkan kepada anak dapat mewujudkan kepribadian Muslim yang
baik karna sejak kecil sudah diajarkan oleh pendekatan-pendekata agama. Konsep
yang diterapkan sebagai model, tentu manajemen pendidikan pada anak mempunyai
konsekuensi yang mendalam. Menurut Mujamil Qomar,[4]
dalam Al Quran surah Luqman ayat 12-19 ada beberapa upayah-upayah mendidik anak
sebagai beriku:
1.
Mengembangkan dan
menyempurnakan keimanan yang sudah dibawa sejak lahir.
2.
Menjauhkan diri dari
syirik teologi maupun syirik sosial.
3.
Melatih kebiasaan
beribadah.
4.
Melatih kebiasaan
beribadah sosial dan
senantiasa meningkatkanya.
5.
Melatih membaca,
mempelajari, dan mengamalkan isi.
6.
Menanamkan akhlak yang
terpuji, baik dari pikiran ucapan dan perbuatan
7.
Menanamkan kepeduli
terhadap lingkungan khususnya orang-orang kurang mampu secara ekonomi,sosial.politik,
dan kultural.
8.
Menanamkan sikap
berbakti kepada orang tua.
9.
Menanamkan sikap rendah
hati.
10. Menanamkan
sikap tegas dalam membela kebenaran.
11. Menanamkan
sikap kebranian dalam mengomunikasikan kebenaran.
Menanamkan sikap santun
dalam bertutur kata.
Poin diatas mengandung kecerminan serta ajaran orang tua terhadap
anaknya agar senantiasa bersikap baik sesama orang. Apalagi pendidikan agama
pada anak harus ditanamkan karna penting untuk menumbuhkan perkembangan anak
dengan pendekatan keagamaan. Tanggung jawab orang tua terhadap anak wajib untuk
mendidik dan menjaga.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا
أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.”( Q.S.at-Tahrim:6).
1. Senantiasa
berusaha menjadi teladan dalam semua
aspek kehidupan, perbuatan, tingkah laku, perkataan.
2.
Menerapkan
kedisiplinan.
3.
Membentuk suasana rumah
tangga yang dihiasi nilai-nilai keislaman.
4.
Membudayakan akhlak
yang terpuji.
5.
Membentuk keluarga
sakinah mawaddah wa rahmah. (keluarga damai, penuh kasih sayang dan rahmat).
6.
Membiasakan
mendengarkan pengajian di radio, tv atau lainya.
7.
Membiasakan membaca
majalah-majalah Islam.
8.
Memberikan contoh
mengembara mencari ilmu agama Islam.
Mengondisikan
dan memberi peluang waktu sebagai bentuk kegiatan sosial, kegiatan keilmuan, kegiatan
peribadahan. Kegiatan diatas orang tua diharuskan sebagai kebiasaan dan
memberikan sikap contoh yang baik untuk anak.
Hal ini sesuai dengan di bawah ini:
a. Pendidikan agama pada anak
Dilihat dari segi misinya ajaran Islam adalah agama sepanjang sejarah
manusia. Agama dari seluruh para Nabi dan Rasul yang pernah diutus oleh Allah
SWT pada bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok manusia. Islam itulah bagi agama
Adam as, Nabi Ibrahim, Nabi Yaqub, Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi
Isa as. Hal demikian dapat dipahami dari ayat-ayat yang terdapat di dalam Al Quran yang menegaskan bahwa para
nabi tersebut termasuk orang-orang yang berserah diri kepada Allah.[6] Pendidikan agama hendaknya dapat mewarnai kehidupan
anak, nilai keislamanaya sehingga kelak itu benar-benar menjadi bagian dari
pribadinya bahkan akan baiknya jika anak dari kejil sudah ditanamkan dan di
didik dengan keagamaan yang akan menjadi
pengendali dalam hidupnya dikemudian hari. Untuk tujuan pembinaan pribadi itu,
maka pendidikan agama hendaknya diberikan oleh guru yang
benar-benar tercermin dalam sikap, tingkah laku, gerak-gerik, dalam
berpakaian, cara berbicara, cara menghadapi persoalan dan dalam keseluruhan pribadinya. Oleh karena
itu, maka pendidikan agama sangat baik jika diberikan pada anak yang memang
membutuhkan karakteristik yang baik.
Selain itu, pendidikan agama itu tidak akan terwujud dengan sempurna
apabila seluruh lingkungan kehidupan yang ikut mempengaruhi kehidupan anak
(keluarga, sekolah dan masyarakat) hal ini karna lingkungan tidak mendukung
maka anak pun mudah terpengaruh dan tidak sama-sama mengarah kepada pembinaan
jiwa agama pada anak. Kesatuan arah pendidikan yang dilalui anak dalam umur
pertumbuhan, akan sangat membantu perkembangan mental dan pribadi anak-anak.[7] Contoh kecil jika anak ditanamkan di dunia
pesantren maka dia akan berperilaku dengan baik meskipun anak yang keluar dari
pesantren tidak semua berperilaku baik namun setidaknya akan lebih baik jika
anak dari kecil sudah memberikan warna keislaman dengan baik.
b. Perkembangan Emosi Anak
Pada tahap ini, pendidikan agama untuk perkembangan emosi anak terbagi
mmenjadi beberapa fase, dan itu tergantung dari tingkatan si anak tersebut.
Tingkatan itu antara lain:
1) The fairy tale stage (tingkat dongeng)
Perhatikan bahwa usia anak sangat gemar menggambar dan mendengarkan cerita
tingkat ini dimulai pada anak yang berusia 3-6 tahun. Pada tingkat ini peran
orang tua sangat berperan aktif atas perkembangan anak. Karena pada saat itu
anak akan menghayati konsep ketuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan
intelektualnya. Kehidupan pada masa ini masih dipengaruhi fantasi hingga dalam
menanggapi agama pun masih masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi
oleh dongeng-dongeng yang tidak masuk akal. Tujuan dari tahap ini adalah untuk
mempengaruhi tingkat emosi dan fantasi dari anak tersebut. Anak akan mulai
berfikir tetapi masih menggunakan daya halusinasinnya.
2) The realistic stage (tingkat kenyataan)
Bahwa tingkat ini dimulai sejak mulai masuk SD hingga adolesenide ketuhanan
sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kenyataan atau relistis.
Konsep ini muncul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari
orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide-ide keagamaan didasarkan atas doromngan
emosional hingga memunculkan konsep tuhan yang formalis.[8]
B. Manajemen Pendidikan Agama Pada Remaja
Sebenarnya masa remaja
adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju
dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa
kanak-kanak sebelum mencapai usia dewasa. Anak-anak jelas kedudukannya. Yaitu
yang belum dapat hidup sendiri, belum matang dari segala segi, tubuh masih
kecil. Organ-organ belum dapat menjalankan fungsinya secara sempurna. Hidupnya
masih bergantung pada orang dewasa, dan belum dapat diberi tanggung jawab atas
segala hal.
Kaum remaja memiliki persepsi
khusus terhadap pengalaman ajaran-ajaran agama yang menjadi problem tersendiri
ini dampak pada sikap dan perilaku dalam merespon ajaran agama. Intinya gejala
remaja pada krisis akhlak, dalam bukunya dimensi manajemen pendidikan Islam
oleh Mujamil Qomar disebutkan bahwaa faktor munculnya krisis akhlak deisebabkan
banyak faktor salah satunya adalah faktor krisis akhlak terjadi karna
longgarnya pegangan atau ajaran agama, kurangnya pembinaan moral oleh orang tua
sekolah dan masyarakat, karna derasnya arus budaya, karan belum ada kemauan
sesuatu yang bersungguh-sungguh.[9]
Masa
dewasa juga jelas. Pertumbuhan jasmani telah sempurna, kecerdasan dan emosi
telah cukup berkembang. Akan tetapi, lain halnya dengan masa remaja. Jika
dilihat tubuhnya, dia telah seperti orang dewasa, jasmaninya telah jelas
berbentuk laki-laki atau wanita. Organ-organnya telah dapat pula menjalankan
fungsinya. Dalam hidupnya mereka ingin berdiri sendiri, tidak bergantung lagi
kepada orang tua atau orang dewasa lainnya, akan tetapi mereka belum mampu
bertanggung jawab dalam soal ekonomi dan sosial.[10]
Oleh karna itu pendidikan
agama memiliki peran yang penting untuk mengawali atau membimbing anak remaja
agar tidak mudah mengikuti arus globalisasi budaya. Ada langkah-langkah yang
perlu ditempuh dalam mengelola pendidikan agama pada remaja di dalam keluarga
seharusnya dikelola dengan baik. Dibawah ini adalah langkah-langkah pendidikan
agam apada remaja.[11]
antara lain ialah:
1. Mengantisipasi
penyimpangan-penyimpangan remaja
2. Mengarahkan
perubahan perilaku yang menyimpang, menjauhkan larangan-larangan Allah dan
menjalankan printah Allah
3. Memperdalam
pemahaman keislamannya
4. Memberikan
wawasan keislaman tentang pencipta alam semesta
5. Memberikan wawasan keislaman tentang pencipta alam
semesta
6. Meneladani sholat dalam sehari-hari
7. Menanamkan sikap sopan santun kepada orang tua, guru,
sahabat, tetangga, maupun masyarakat secara umum
8. Mengaji
Al Quran
9. Berbanyak
berzikir kepada Allah
10. Memberikan
pergaulan dalam model wawasan keislaman
11. Memberikan
wawasan tentang cara menghadapi masa depan secara islami
Secara
spiratul, orang tua hendak berdoa dan sholat hajat untuk memohon kepada Allah
agar anaknya diberi petunjuk oleh Allah.
Dalam
mendidik remaja alangkah baiknya pendidik meniru kaidah-kaidah pendidikan yang
menjadi kebijakan Rasulullah SAW sebagaimana yang diidentifikasi oleh Hafidz
Abdurrahman dalam bukunya Mujamil Qomar. [12]
Ialah sebagai berikut: 1) pembinaan mental, 2) aplikatif, 3) memberi tugas
sesuai kemampuan, 4) menyeru sesuai dengan tingkah pemahaman, 5) memperhatikan
perbedaan individu, 6) tidak memperbanyak nasehat, 7) memberi nasehat pada
waktu yang tepat, 8) mendahulukan yang terpenting dari yang penting, 9)
motivasi memperbanyak kebaikan, 10) melupakan kesalahan masa silam, 11) memberi
penghargaan dan hukuman, 12) hukuman diberikan terhadap kesalahan yang
disengaja, 13) tidak ada sanksi setelah taubat, 14) memaafkan kesalahan di diantara
banyak kebaikan, 15) , memilih
tugas yang paling ringan, 16) menilai diri sendiri, 17) terus memberi, tidak
tergesah-gesah memetik hasil.
a. Kriteria masa remaja
Adapun
kriteria memahami masa remaja dalam pendidikan agama antara lain ialah:
1. Perkembangan Agama Pada Masa
Remaja
Segala persoalan dan problema yang terjadi pada remaja-remaja itu,
sebenarnya bersangkut-paut dan barkait-kait dengan usia yang mereka lalui, dan
tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan di mana mereka hidup. Dalam hal
itu, suatu faktor penting yang memegang peranan yang menentukan dalam kehidupan
remaja adalah agama. Tapi sayang sekali, dunia modern kurang menyadari betapa
penting dan hebatnya pengaruh agama dalam kehidupan manusia, terutama pada
orang-orang yang sedang mengalami kegoncangan jiwa, dimana umur remaja terkenal
dengan umur goncang, karena pertumbuhan yang dilaluinya dari segala
bidang dan segi kehidupan.[13]
2. Masa Remaja Awal (13-16 tahun)
Pada masa ini terjadi perubahan jasmani yang cepat, sehingga memungkinkan
terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan, dan kekhawatiran. Bahkan, kepercayaan
agama yang telah tumbuh pada umur sebelumnya, mungkin pula mengalami
kegoncangan. Kepercayaan kepada tuhan kadang-kadang sangat kuat, akan tetapi
kadang-kadang menjadi berkurang yang terlihat pada cara ibadanya yang
kadang-kadang rajin dan kadang-kadang malas. penghayatan rohani cenderung
skeptis sehingga muncul keengganan dan kemalasan untuk melakukan berbagai
kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan penuh kepatuhan.
Kegoncangan dalam keagamaan ini mungkin muncul, karena disebabkan oleh
faktor internal maupun eksternal. Faktor internal berkaitan dengan matangnya
organ seks, yang mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan tersebut, namun di
sisi lain ia tahu bahwa perbuatannya itu dilarang oleh agama. Kondisi ini
menimbulkan konflik pada diri remaja. Faktor internal lainnya adalah bersifat
psikologis, yaitu sikap independen, keinginan untuk bebas, tidak mau terikat
oleh norma-norma keluarga (orangtua). Apabila orangtua atau guru-guru kurang
memahami dan mendekatinya secara baik, bahkan dengan sikap keras , maka sikap
itu akan muncul dalam bentuk tingkah laku negatif, seperti membandel, oposisi,
menentang atau menyendiri, dan acuh tak acuh.[14]
3. Masa Remaja Akhir (17-21 tahun)
Masa remaja terakhir dapat dikatakan bahwa anak pada waktu itu dari segi
jasmani dan kecerdasan telah mendekati kesempurnaan. Yang berarti bahwa tubuh
dengan seluruh anggotanya telah dapat berfungsi dengan baik, kecerdasan telah
dianggap selesai pertumbuhannya, tinggal pengembangan dan penggunaannya saja
yang perlu diperhatikan.
Akibat pertumbuhan dan perkembangan jasmani, serta kecerdasan yang telah
mendekati sempurna, atau dalam istilah agama mungkin dapat dikatakan telah
mencapai tingkat baligh-berakal, maka remaja itu merasa bahwa dirinya telah
dewasa dan dapat berpikir logis. Di samping itu pengetahuan remaja juga telah
berkembang pula, berbagai ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh bermacam-macam
guru sesuai dengan bidang keahlian mereka masing-masing telah memenuhi otak
remaja. Remaja saat itu sedang berusaha untuk mencapai peningkatan dan
kesempurnaan pribadinya, maka mereka juga ingin mengembangkan agama, mengikuti
perkembangan dan alur jiwanya ynag sedang bertumbuh pesat itu.
Kendatipun kecerdasan remaja telah sampai kepada menuntut agar ajaran agama
yang dia terima itu masuk akal, dapat difahami dan dijelaskan secara ilmiah dan
orisinil, namun perasaan masih memegang peranan penting dalam sikap dan tindak
agama remaja.
Diantara sebab kegoncangan perasaan, yang sering terjadi pada masa remaja
terakhir itu adalah pertentangan dan ketidakserasian yang terdapat dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Disamping itu, yang
juga menggelisahkan remaja adalah tampaknya perbedaan antara nilai-nilai akhlak
yang diajarkan oleh agama dengan kelakuan orang dalam masyarakat. Terutama yang
sangat menggelisahkan remaja, apabila pertentangan itu terlihat pada orangtua,
guru-gurunya di sekolah, pemimpin-pemimpin dan tokoh-tokoh agama. Banyak lagi
faktor yang menggoncangkan jiwa remaja, seyogyanya guru agama dapat
memahaminya, agar dapat menyelami jiwa remaja itu, lalu membawa mereka kepada
ajaran agama, sehingga ajaran agama yang mereka dapat itu, betul-betul dapat meredakan kegoncangan jiwa meraka.[15]
b.
Ciri-ciri Kesadaran beragama Yang Menonjol Pada
Masa Remaja
1.
Pengalaman ketuhanannya semakin bersifat individual.
Remaja semakin mengenal dirinya. Ia menemukan dirinya bukan hanya sekedar
badan jasmaniah, tetapi merupakan suatu kehidupan psikologis rohaniah berupa
pribadi. Remaja bersifat kritis terhadap dirinya sendiri dan segala sesuatu
yang menjadi milik pribadinya. Ia menemukan pribadinya terpisah dari
pribadi-pribadi lain dan terpisah pula dari alam sekitarnya.
Penemuan diri pribadinya sebagai sesuatu yang berdiri sendiri menimbulkan
rasa kesepian dan rasa terpisah dari pribadi lainnya. Secara formal dapat
menambah kedalaman alam perasaan, akan tetapi sekaligus menjadi bertambah
labil. Keadaan labil yang menekan menyebabkan si remaja mencari ketentraman dan
pegangan hidup. Penghayatan kesepian, perasaan tidak berdaya menjadikan si
remaja berpaling kepada Tuhan sebagai satu-satunya pegangan hidup, pelindung
dan penunjuk jalan dalam goncangan psikologis yang dialaminya.
2. Keimanannya semakin menuju realitas yang sebenarnya
Terarahnya perhatian ke dunia dalam menimbulkan kecendrungan yang besar
untuk merenungkan, mengkritik, dan menilai diri sendiri. Intropeksi diri ini
dapat menimbulkan kesibukan untuk bertanya-tanya pada orang lain tentang
dirinya mengenai keimanan dan kehidupan agamanya.
Dengan berkembangnya kemampuan berpikir secara abstrak, si remaja
mampu pula menerima dan memahami ajaran agama yang berhubungan dengan masalah
ghaib, abstrak dan rohaniah, seperti kehidupan alam kubur, hari kebangkitan dan
lain-lain. Penggambaran anthropormofik atau memanusiakan Tuhan dan
sifat-sifatNya lambat laun diganti dengan pemikiran yang lebih sesuai dengan
realitas.
3. Peribadatan mulai disertai penghayatan yang tulus
Agama adalah pengalaman dan penghayatan dunia dalam seseorang tentang
ketuhanan disertai keimanan dan peribadatan. Pada masa remaja dimulai
pembentukan dan perkembnagan suatu sistem moral pribadi sejalan dengan
pertumbuhan pengalaman keagamaan yang individual. Melalui kesadaran beragama
dan pengalaman keTuhanan akhirnya remaja akan menemukan Tuhannya yang berarti
menemukan kepribadiannya. Ia pun akan menemukan prinsip dan norma pegangan
hidup, hati nurani, serta makna dan tujuan hidupnya. Kesadaran beragamanya
menjadi otonom subjektif dan mandiri sehingga sikap dan tingkah lakunya
merupakan pencerminan keadaan dunia dalamnya, penampilan keimanan
dan kepribadian yang mantap.[16]
4. Sikap Remaja Dalam Beragama
Percaya ikut-ikutan ini biasanya dihasilkan oleh pendidikan agama secara
sederhana yang didapat dari keluarga dan lingkungannya. Namun demikian ini
biasanya hanya terjadi pada masa remaja awal (usia 13-16 tahun).
Setelah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan sadar
sesuai dengan perkembangan psikisnya.
5. Percaya dengan kesadaran
Semangat keagamaan dimulai dengan melihat kembali
tentang masalah-masalah keagamaan yang mereka miliki sejak kecil. Mereka ingin
menjalankan agama sebagai suatu lapangan yang baru untuk membuktikan
pribadinya, karena ia tidak mau lagi beragama secara ikut-ikutan saja. Biasanya
semangat agama tersebut terjadi pada usia 17 tahun atau 18 tahun.
6. Dalam bentuk positif
Yaitu berusaha
melihat agama dengan pandangan kritis, tidak mau lagi menerima hal-hal yang
tidak masuk akal. Mereka ingin memurnikan dan membebaskan agama dari bid’ah dan
khurafat, dari kekakuan dan kekolotan.
7. Dalam bentuk negatif
Semangat keagamaan ini akan menjadi bentuk kegiatan yang berbentuk khurafi,
yaitu kecendrungan remaja untuk mengambil pengaruh dari luar ke dalam
masalah-masalah keagamaan, seperti bid’ah, khurafat dan kepercayaan-kepercayaan
lainnya.
8. Percaya, tetapi agak ragu-ragu
Keraguan kepercayaan remaja terhadap agamanya dapat dibagi menjadi dua:
a. Keraguan disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya
proses perubahan dalam pribadinya. Hal ini merupakan kewajaran
b. Keraguan disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan
yang dilihatnya dengan apa ynag diyakininya, atau dengan pengetahuan yang
dimiliki.
9. Tidak percaya atau cenderung atheis
Perkembangan ke arah tidak percaya pada tuhan sebenarnya mempunyai akar
atau sumber dari masa kecil. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh
kekuasaan atau kezaliman orangtua, maka ia telah memendam suatu tantangan
terhadap kekuasaan orangtua, selanjutnya terhadap kekuasaan apapun,
termasuk kekuasaan tuhan.[17]
C.
Manajemen Pendidikan Agama Pada Orang Tua
Orang
tua memegang peranan yang penting dan berpengaruh atas pendidikan
anaknya. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada
disampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya, ibu merupakan orang
yang pertama dikenal anak, yang mula-mula menjadi temannya. Apapun yang
dilakukan ibu dapat dimanfaatkan sebagai sarana edukatif. Pengaruh ayah terhadap
anaknya besar pula, dimata anaknya ia seorang yang tinggi dan terpadu diantara
orang-orang yang dikenalnya, ayah merupakan penolong utama lebih-lebih sebagai
tulang punggung penghidupan bagi keluarganya.
Hal
ini menunjukkan ciri-ciri dari watak rasa tanggung jawab setiap orang tua atas
penghidupan anak-anak mereka untuk masa kini dan masa mendatang. Karenanya
tidaklah diragukan bahwa tanggung jawab pendidikan agama secara mendasar terpikul pada orang tua namun perlu diperhatikan juga pendidikan pada orang
tua itu sendiri seperti apa. Karenanya anak terkadang cenderung terhadap
kebiasaan orang tua maka dari itu perlu dilihat bagaimana keaktifan orang tua
dalam mengatur pendidikan agama dalam kepribadianya.
Banyak ditemukan
kasus-kasus dimasyarakat sekitar kita bahwa pendidikan agama pada orang tua
lebih rendah bila dibandingkan dengan pendidikan anak. Terkadang orang tua
berusaha mendidik anak untuk pergi ke masjid atau musholah dalam bentuk
mendidik anaknya namun tanpa disadari bahwa yang mengajak belum maksimal
menjalankan aktifitas keagamaanya karna banyak alasan kesibukan mencari nafkah
padahal perkembangan anak sangat cepat untuk menuju masa transisi atau bisa
disebut masa remaja dari masa anak-anak sampai masa dewasa.
Ada juga kasus
yang sering jumpai banyak orang tua yang mengaku beragama Islam dan dalam kartu
tanda penduduk (KTP) terdapat agama Islam namun belum maksimal menjalankan
ibadah atau puasa di bulan ramadhan. Mereka bisa disebutkan Islam abangan
sebagaimana hasil penelitian Clifford Gertz di Mojokuto (sekarang diperkirakan
Pare, Kediri) yang membagi Islam Jawa menjadi tiga kategori yaitu santri,
abangan dan priyayi. Mereka ini tidak mau disebut bukan Islam, anehnya juga
mereka tidak menjalankan syariat Islam.[18]
Perlu
diperhatikan apabila pendidikan anak lebih maksimal dari pada pendidikan agama
kepada orang tua maka sebaiknya anak mampu mengarahkan orang tua atau saling
mengingatkan agar terjadi kekuatan nilai-nilai keislaman yang tinggi. Mujamil Qomar,
menuliskan ada beberapa pendekatan bagi anak untuk menyarankan orang tuanya.[19] Perlu
diperhatikan, antara lain:
1. Pendekatan persuasif.
Pendekatan ini dengan cara membujuk orang tua secara
halus. Selain itu juga mampu menghindarkan sikap konfrontasi antara anak dengan
orang tuanya, melestarikan interaksi dengan harmonis, menghindarkan
ketersinggungan rasa kepada orang tuanya.
2. Pendekatan rasional
Pendekatan ini meyakinkan orang tua dalam menjalankan
ajaran-ajaran Islam memalui argumentasi yang dapat diterima oleh akal sehat.
Dalam pendekatan ini anak menjelaskan ajakan atau saran kepada orang tua secara
rasional, mudah dinalar dan mudah diterima oleh akal pikiranya. Penerapan ini
banyak manfaat seperti orang tua mampu meyakini kebenaran ajaran-ajaran Islam
dalam Quran maupun hadits, membenarkan ajaran-ajaran Islam yang selama ini
kurang diperhatikan dan kurang diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari,
membongkar mistis atau rahasia kebenaranketentuan wahyu ( Al Quran dan hadits).
3. Pendekatan rasa.
Dalam konteks ini anak dalam mengajak dan menyarankan
orang tua melalui sentuhan-sentuhan perasaan. Perasaan tersebut bisa berbentuk
rasa bersalah karna selama ini belum menjalankan ibadah kepada Allah
sebagaimana mestinya, rasa berdosa karna kurang bersyukur, rasa menyesal karna
telah menyia-nyiakan usia dan sebagainya. Pendekatan ini juga memiliki manfaat
antara lain: introspeksi diri, pengakuan bersalah secara tulus tanpa ada
paksaan, kesadaran untuk kembali dijalan yang benar.
4. Pendekatan spiritual.
Pendekatan ini merupakan upaya-upaya untuk menyadarkan
orang tua dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam yang memusatkan konsentarsi
bermunajat kepada Allah. Pendekatan ini ditempuh guna memperkokoh fungsi nomor
tiga diatas. Namun sebaliknya pendekatan ini diimplementasikan paling awal, dan
diimplementasikan terus sepanjang proses menyadarkan sehingga sekaligus
menempati urutan terakhir. Jadi posisi pendekatan ini sebagai pembuka dan
penutup proses menyadaran itu. Pendekatan ini menumbuhkan berbagai manfaat
antara lain dapat menyadarkan diri kepada Allah sebagai pembuka kesadaran orang
tua melalui hidayah, makin meningkatkan ketaqwaan kepada Allah, mampu menembus
interaksi batiniah antara anak dan orang tua, dan merespon interaksi positif
anak dengan orang tua.
Empat pendekatan inilah yang harus dilakukan oleh
seseorang anak terhadap orang tua dalam lingkungan keluarga. Tentunya anak
sangat merasa keberatan bahkan acuh dalam hal seperti ini. Mungkin karna memang
karakter anak lebih cenderung meniru sikap maupun kebijakan terhadap orang tua.
Namun jika dilakukan secara berlahan akan mampu menghasilkan perubahan yang
sangat positif.
Di samping pendidikan agama terhadap orang tua ada
satu sasaran yang layak mendapatkan perhatian besar khususnya bagi kepala rumah
tangga Muslim sebagai majikanya. Dari sisi kedekatanya majikan sudah termasuk
dalam wilayah keluarga maka kepala rumah tangga seharusnya berusaha mengatur
atau memanage pendidikan agama kepada
pembantunya.[20]
BAB III
ANALISIS TEORI
1. Manajemen Pendidikan
Agama Pada Anak
Pembahasan mengenai
manajemen pendidikan terhadap anak menurut Mujamil ada tiga materi pendidikan
Islam ialah aqidah, ibadah, dan akhlak. Hal ini penulis mendukung dan
memberikan masukan atau tambahan bahwa upaya yang diperlukan untuk
menghadapi tantangan itu adalah melalui pendidikan sejak dini yang mampu
meletakkan dasar-dasar pemberdayaan manusia agar memiliki kesadaran akan
potensi diri dan dapat mengembangkannya bagi kebutuhan diri, masyarakat, dan
bangsa sehingga dapat membentuk masyarakat madani.[21]
2. Manajemen Pendidikan Agama Pada Remaja
Penulis mendukung apa yang sudah dijelaskan dari bab
pembahasan terkait manajemen pendidikan agama pada remaja, untuk melengkapi
paparan pada pembahasan ini penulis memberikan tambahan dari kriteria
pendidikan pada remja ialah sebagai ciri-ciri khas dari masa remaja itu antara
lain:
a. Masa remaja adalah masa peralihan, yaitu beralih dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa.
b. Masa remaja adalah sebagai periode perubahan antara
lain perubahan emosi, fisik, dan minat.
c. Masa remaja adalah masa mencari identitas. Identitas
yang dicarinya berupa upaya untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya di masyarakat.
d. Masa remaja adalah masa yang menakutkan, disebabkan
sikap orang dewasa kepadanya.
e. Masa remaja adalah masa yang tidak realisitis, remaja
melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang diinginkan, bukan
sebagaimana adanya.
f. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, dan inni
menimbulkan kegelisahan.[22]
3.
Manajemen Pendidikan Agama Pada Orang Tua
Pendidikan agama pada orang tua sangat
menarik jika kajian ini memang ditekankan terhadap orang tua. Yang kita kenal
selama ini orang tua sebagai sumber keilmuan, sumber pengawasan namun ternyata
banyak orang tua kurang dalam pendidikan agama. Dalam konteks ini penulis memberi tambahan pada bab pembahasan ini,
sebenarnaya institusi pendidikan agama dalam berperan pada orang tua tidak berbeda jauh dengan pendidikan
agama di masjid maupun jamiah kumpulan orang tua yang mengikuti pengajian
rutinitas. Demikian pula organisasi keagamaan memberikan kemudahan untuk mendidik masyarakat
sekaligus mendidik orang tua. Hal ini sebagai masalah sosial, kasus ini juga manjadi bagian
dari masalah keagamaan bagaimana
pendidikan agama mampu mengrekrut dari masa anak-anak sampai orang tua.
Hal ini sebagai aplikasi dari
kesadaran agama.[23]
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas dapat tarik kesimpulan antara lain ialah:
1.
Manajemen pendidikan
agama pada anak merupakan awal langkah yang baik untuk menanamkan nilai-nilai
keagamaan agar anak tumbuh dengan prinsip akhlak, aqidah, dan ibadah yang baik
serta mendidik anak sejak dini akan menghasilkan output yang maksimal.
2.
Manajemen pendidikan
remaja perlu adanya pengawasan dari orang tua yang begitu serius dengan
menanamkan kegiatan seperti karang taruna, majelis ta’lim, kegiatan aktif di
masjid, atau nuansa-nuansa kegiatan keislaman terhadap anak remaja sebagai
bentuk pembentukan karakter. Hal ini untuk menghidar perilaku yang negatif
terhadap anak remaja.
3.
Manajemen pendidikan
pada orang tua didasari dengan berbagai pendekatan. Hal ini dapat dilakukan
untuk siapa saja seperti pendekatan rasional, persuasif, rasa, spiritual. Karna
memang pendidikan agama pada orang tua memang perlu keseriusan. Berbeda dengan
pendidikan agama pada anak maupun remaja.
B. Saran-saran
Dari uraian diatas maka penulis mempunyai beberapa
saran untuk pihak-pihak yang bersangkutan dengan permasalahan pendidikan agama
pada anak, remaja, dan orang tua. Adapun sasaran tersebut, sebagai berikut:
1. Bagi kepala sekolah
Seharusnya lebih memperhatikan guru dan karyawan
secara piskologi yang yang berkembang pada tingkat pemahaman seseorang yang
digunakan pada proses bekerja yang tengah berlangsung pada lembaganya saat ini.
2. Bagi pendidik agama Islam
Pendidik hendaknya professional dalam system pengajaranya baik dari
kalangan anak-anak maupun remaja atau orang tua.
3. Bagi pembaca
Karya tulis ini dapat digunakan sebagai bahan menambah wawasan terkait
manajemen pendidikan agama Islam pada anak, remaja, dan orang tua.
DAFTAR
PISTAKA
Ahyadi, Abdul, Aziz. 1995. Psikologi Agama. Bandung: Sinar Baru Al Gesindo.
Alaludin. 2002. Psikologi Agama. Jakarta; Raja Grafindo Persada.
Anwar, dan Arsyad Ahmad. 2007. Pendidikan Anak
Usia Dini. Bandung. Alfabeta.
Daradjat, Zakiah. 1996. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Draradjat, Zakiah. 1970. Ilmu Jiwa Agama Jakarta. Bulan Bintang..
Haidar, Putra, Baulay dan Nurgaya. 2012. Pendidikan Islam Dalam Mencerdaskan Bangsa. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Jalaluddin. 2012. Psikologi Agam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Mutihar, Prim Masrokan. 2013. Strategi Peningkatan Mutu
dan Saing Lembaga
Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.
Mutohar, Prim Masrokan. 2013. Strategi Peningkatan Mutu dan Saing Lembaga Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.
Nata, Abudin. 2014. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Qomar, Mujamil. 2015. Dimensi Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga.
Qomar, Mujamil. 2007. Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan
Islam.
Jakarta: Erlangga.
Raharjo. 2012. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Semarang. Pustaka Rizki Putra.
Yusuf, Syamsu. 2011. Psikologi Perkembangan Anak
&Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.
[1]Yayasan
Penyelenggara Penerjemah atau Penafsiran al Quran, Al Quran Tajwid dan Terjemahnya
Kementerian Agama RI, (Bandung: Syaamil Quran, 2010), 206.
[14]Syamsu, Yusuf , Psikologi Perkembangan Anak &Remaja,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 204-205.
[22]Haidar
Putra Baulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam
Mencerdaskan Bangsa, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012), 54.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar