Sabtu, 13 Mei 2017

MANAJEMEN PENDIDIKAN AGAMA PADA ANAK, REMAJA, DAN ORANG TUA

MANAJEMEN PENDIDIKAN AGAMA PADA ANAK, REMAJA, DAN ORANG TUA

REVISI MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah
Manajemen Lembaga Pendidikan Islam


Dosen Pengampu:
1.      Prof. Dr. H. Mujamil Qomar, Ag
2.      Dr. H. Munarji, M.Ag


Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: G:\iain\iaintul.jpg










Disusun Oleh:

Hasan Khariri
NIM 17501164008

SEMESTER II A
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

MEI 2017
PRAKATA

Puji ayukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadiran Allah SWT yang telah memberi petunjuk kepada umat manusia, sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah dengan berjudul “Manajemen Pendidikan Agama Pada Anak, Remaja, dan Orang Tua”.
Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada bagonda Rosulullah SAW yang telah memberikan petunjuk kepada umat manusia, sehingga manusia dapat terbebas dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah.
Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1.      Bapak Dr. H. Maftukhin, M. Ag selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah memberikan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas tepat waktu.
2.      Bapak Prof. Dr. H. Achmad Patoni, M. Ag selaku direktur Pascasarjana IAIN Tulungagung yang selalu memberikan dorongan semangat dalam mengemban ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
3.      Bapak Prof. Dr. H. Mujamil Qomar, M.Ag dan Bapak Dr. H. Munarji, M.Ag selaku dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Lembaga Pendidikan Islam.
4.      Seluruh civitas kampus Pascasarjana yang selalu memberikan dukungan selama perkuliahan.
5.      Ayah dan Ibunda tercinta, yang selalu memberikan support dan doanya kepada penulis.
6.      Teman-teman angkatan 2016 yang telah membantu terselesainya tugas ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini sangatlah sederhana dan masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan dengan senang hati terbuka menerima kritik demi kesempurnaan karya tulis ini.
Semoga apa yang telah penulis paparkan dalam karya tulis ini dapat memberikan banyak manfaat kepada semua pihak, utamanya demi meningkatkan mutu pengetahuan kita. Amin ya Rabal ‘Alamin.

Tulungagung, 15 Mei 2017
                                                                         

                                                                        Hasan Khariri
DAFTAR ISI
 
PRAKATA    ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................. iii

BAB I    PENDAHULUAN....................................................................... 1
               A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
               B. Rumusan Masalah..................................................................... 3
      C. Tujuan...................................................................................... 3  

BAB II   PEMBAHASAN......................................................................... 4
A.    Manajemen Pendidikan Agama Pada Anak........................... 4
B.     Manajemen Pendidikan Pada Remaja..................................... 8
C.     Manajemen Pendidikan Agama Pada Orang Tua................. 15

BAB III ANALISIS TEORI................................................................... 18
A.    Manajemen Pendidikan Agama Pada Anak......................... 18
B.     Manajemen Pendidikan Pada Remaja................................... 18
C.     Manajemen Pendidikan Agama Pada Orang Tua................. 19

BAB IV PENUTUP................................................................................. 20
A.    Kesimpulan........................................................................... 20
B.     Saran..................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKAN........................................................................... 22


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Image result for QS. at-Taubah: 122Pendidikan agama Islam untuk setiap manusia sangat diperlukan dari kalangan anak-anak sampai kalangan orang tua. Sebagai suatu bentuk pengetahuan tentang agama maka bukan hanya kalangan anak-anak yang memperoleh pendidikan agama akan tetapi kalangan remaja sampai orang tua perlu menanamkan pengetahuan agama. Hal tersebut sesuai dengan firman Alla, sebagai berikut: Artinya: 



Artinya:“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (QS. at-Taubah: 122)[1]
Didalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah memerintakan setiap orang untuk memperdalam pengetahuan tentang agama karna agama dapat menjaga diri yang artinya menjaga sikap ketauhidan, syariat, dan beberapa nilai-nilai keislaman.
Dewasa ini perkembangan anak pada dunia sosial media sangat cepat bahkan anak sekarang sudah jarang bermain sesama sebayanya mereka lebih berinteraksi individu seperti bermain game, bermain media seperti hp dan komputer. Hal ini karna pengaruh globalisasi semakin cepat sehinga dapak negatif maupun positif datang secara tiba-tiba. Perlu adanya pengawasan ketat orang tua terhadap anak agar anak tumbuh dengan nilai-nilai yang baik dan agamis. Oleh karna itu peran orang tua sangat besar untuk menjadikan anak lebih sholeh dan sholehah. Pendidikan agama pada anak sangat diperlukan dan harus ditanamkan setiap anak baru berkembang karna dari sini anak memang harus dibimbing dalam aktivitasnya, baik dari aktivitas belajar, bermain maupun sekolah. Yang perlu ditanamkan pada anak ialah pendidikan akhlak, anak diajarkan berbicara sopan, mengajari tata kerama, mengajak belajar agama, memberi wawasan luas agar anak dapat tertanam sejak dini tentang nilai-nilai norma agama maupun sosial.
Maraknya remaja yang bergliur ke dunia anarki maupun kejahatan disebabkan karna remaja memang sejatinya mencari jati diri. Pengawasan anak remaja berbeda dengan pengawasan anak karna remaja berbeda dari karakteristinya sikap, perilaku maupun fisik mengalami perubahan yang derasisi dari masa anak-anak sampai remaja. Tidak heran jika remaja cepat tersinggung, cepat nakal, capat mempengaruh orang lain. Hal ini orang tua sulit mengawasi anak yang sedang berbunga mekar dalam masanya. Untuk itu orang tua harus mampu membatasi anaknya yang sedang bergulir masa remajanya dengan berbagai pendekatan agamis, aktivis sosialis, maupun kegiatan yang sifatnya positif. Ini dapat mempengaruh positif bagi anak remajanya. Karna itu orang tua selalu memberi motivator atau motivasi untuk anaknya agar bisa berfikir masa depan dengan baik.
Pendidikan agama pada orang tua sangat sulit jika dilakukan oleh keluarganya, karna mungkin orang tua merasa lebih luas pengetahuanya, orang tua lebih dihargai bahkan mungkin orang tua sudah merasa sulit untuk diarahkan. Banyak kita temui orang tua yang belum bisa membimbing anaknya dengan baik. Faktor ini disebabkan karna kurangnya pengalaman dari orang tua, kurangnya pendidikan agama dari orang tua. Namun sebaliknya ada orang tua tidak mempunyai kompetensi mengajar kepada anaknya akan tetapi oranga tua lebih mengikuti pengajian dilingkungan sebagai pendidikan agama. Ini yang akan tertanam dalam jiwa orang tua yang akan mencerminkan kesadaran bagi orang tua. Namun tidak semua orang tua mau seperti itu, lebih banyak orang tua dengan kesibukanya sehingga merasa belum ada waktu atau kesadaran.

B.     Rumusan Masalah
Sebagaimana yang suda diatas maka penulis  merumuskan masalah agar kajian makalah ini dapat fokus pada titik permasalahan, antara lain ialah:
1.    Bagaimana pengertian manajemen pendidikan agama pada anak?
2.    Bagaimana pengertian manajemen pendidikan agama pada remaja?
3.    Bagaimana pengertian manajemen pendidikan agama pada orang tua?

C.    Tujuan
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diatas, maka tujuan penyusunan karya tulis ini, sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui pengertian manajemen pendidikan agama pada anak
2.    Untuk mengetahui pengertian manajemen pendidikan agama pada remaja
3.    Untuk mengetahui pengertian manajemen pendidikan agama pada orang tua











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Manajemen Pendidikan Agama Pada Anak
Ilmu manajemen pendidikan Islam merupakan hal yang baru karna selama ini ilmu manajemen digunakan dibidang pengusaha maupun bisnis. Karna sifat manajemen lebih mengarah perencanaan, pengelolaan dalam administrasi untuk mengatur lebih baik. Begitu juga manajemen pendidikan Islam mulai berkembang muncul dari pengertian manajemen pendidikan pada anak. Perlu diperhatikan bahwa pendidikan pada anak sekitar umur tiga tahun sampai dua belas dikatakan usia anak dimana usia ini memerlukan bimbingan yang ketat terhadap anak, karna anak merupaka masa-masa yang ingin tahu atau ingin mengetahui apa-apa yang mereka belum tahu. Ma’ruf Zuraiq menyarankan bahwa anak wajib mengetahui segala sesuatu sehingga pendidikan perlu menggunakan berbagai metode beriman dan kegiatan yang hakiki serta menjadikanya sebagai asas bagi praktik pendidikan dan pengajaran.[2] Orang tua berperan sangat penting terhadap pendidikan anak, tanamkan dan didiklah anak itu dengan nilai-nilai keislaman dengan sabar, beriman, bersosial dengan jujur, berkata dengan baik saling menghargai atau menolong orang lain. Adapun didalam buku dimensi manajemen pendidikan Islam karya Mujamil Qomar[3] menuliskan bahwa inti dari materi pendidikan agama adalah akidah, ibadah, dan akhlak. Keitga ini yang harus ditanamkan pada pendidikan agama. Materi akidah untuk membangun fondasi keimanan, sedangka materi akhlaq untuk menghiasi dan menyempurnakan keimanan maupun ibadah kepada Allah. Ketiga pokok ini juga bisa disebut iman, islam, dan ihsan.
Jika tiga materi ini ditanamkan kepada anak dapat mewujudkan kepribadian Muslim yang baik karna sejak kecil sudah diajarkan oleh pendekatan-pendekata agama. Konsep yang diterapkan sebagai model, tentu manajemen pendidikan pada anak mempunyai konsekuensi yang mendalam. Menurut Mujamil Qomar,[4] dalam Al Quran surah Luqman ayat 12-19 ada beberapa upayah-upayah mendidik anak sebagai beriku:
1.      Mengembangkan dan menyempurnakan keimanan yang sudah dibawa sejak lahir.
2.      Menjauhkan diri dari syirik teologi maupun syirik sosial.
3.      Melatih kebiasaan beribadah.
4.      Melatih kebiasaan beribadah sosial dan senantiasa meningkatkanya.
5.      Melatih membaca, mempelajari, dan mengamalkan isi.
6.      Menanamkan akhlak yang terpuji, baik dari pikiran ucapan dan perbuatan
7.      Menanamkan kepeduli terhadap lingkungan khususnya orang-orang kurang mampu secara ekonomi,sosial.politik, dan kultural.
8.      Menanamkan sikap berbakti kepada orang tua.
9.      Menanamkan sikap rendah hati.
10.  Menanamkan sikap tegas dalam membela kebenaran.
11.  Menanamkan sikap kebranian dalam mengomunikasikan kebenaran.
Menanamkan sikap santun dalam bertutur kata.
Poin diatas mengandung kecerminan serta ajaran orang tua terhadap anaknya agar senantiasa bersikap baik sesama orang. Apalagi pendidikan agama pada anak harus ditanamkan karna penting untuk menumbuhkan perkembangan anak dengan pendekatan keagamaan. Tanggung jawab orang tua terhadap anak wajib untuk mendidik dan menjaga.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”( Q.S.at-Tahrim:6).
Dibahwah ini adalah serangkai tindakan orang tua terhadap anak.[5] Antara lain yaitu:
1.    Senantiasa berusaha menjadi teladan  dalam semua aspek kehidupan, perbuatan, tingkah laku, perkataan.
2.    Menerapkan kedisiplinan.
3.    Membentuk suasana rumah tangga yang dihiasi nilai-nilai keislaman.
4.    Membudayakan akhlak yang terpuji.
5.    Membentuk keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. (keluarga damai, penuh kasih sayang dan rahmat).
6.    Membiasakan mendengarkan pengajian di radio, tv atau lainya.
7.    Membiasakan membaca majalah-majalah Islam.
8.    Memberikan contoh mengembara mencari ilmu agama Islam.
Mengondisikan dan memberi peluang waktu sebagai bentuk kegiatan  sosial, kegiatan keilmuan, kegiatan peribadahan. Kegiatan diatas orang tua diharuskan sebagai kebiasaan dan memberikan sikap contoh yang baik untuk anak. Hal ini sesuai dengan di bawah ini:
a.    Pendidikan agama pada anak
Dilihat dari segi misinya ajaran Islam adalah agama sepanjang sejarah manusia. Agama dari seluruh para Nabi dan Rasul yang pernah diutus oleh Allah SWT pada bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok manusia. Islam itulah bagi agama Adam as, Nabi Ibrahim, Nabi Yaqub, Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Isa as. Hal demikian dapat dipahami dari ayat-ayat yang terdapat  di dalam Al Quran yang menegaskan bahwa para nabi tersebut termasuk orang-orang yang berserah diri kepada Allah.[6] Pendidikan agama hendaknya dapat mewarnai kehidupan anak, nilai keislamanaya sehingga kelak itu benar-benar menjadi bagian dari pribadinya bahkan akan baiknya jika anak dari kejil sudah ditanamkan dan di didik dengan keagamaan yang  akan menjadi pengendali dalam hidupnya dikemudian hari. Untuk tujuan pembinaan pribadi itu, maka pendidikan agama hendaknya diberikan oleh guru yang
benar-benar tercermin dalam sikap, tingkah laku, gerak-gerik, dalam berpakaian, cara berbicara, cara menghadapi persoalan  dan dalam keseluruhan pribadinya. Oleh karena itu, maka pendidikan agama sangat baik jika diberikan pada anak yang memang membutuhkan karakteristik yang baik.
Selain itu, pendidikan agama itu tidak akan terwujud dengan sempurna apabila seluruh lingkungan kehidupan yang ikut mempengaruhi kehidupan anak (keluarga, sekolah dan masyarakat) hal ini karna lingkungan tidak mendukung maka anak pun mudah terpengaruh dan tidak sama-sama mengarah kepada pembinaan jiwa agama pada anak. Kesatuan arah pendidikan yang dilalui anak dalam umur pertumbuhan, akan sangat membantu perkembangan mental dan pribadi anak-anak.[7]  Contoh kecil jika anak ditanamkan di dunia pesantren maka dia akan berperilaku dengan baik meskipun anak yang keluar dari pesantren tidak semua berperilaku baik namun setidaknya akan lebih baik jika anak dari kecil sudah memberikan warna keislaman dengan baik.
b.    Perkembangan Emosi Anak
Pada tahap ini, pendidikan agama untuk perkembangan emosi anak terbagi mmenjadi beberapa fase, dan itu tergantung dari tingkatan si anak tersebut. Tingkatan itu antara lain:
1)      The fairy tale stage (tingkat dongeng)
Perhatikan bahwa usia anak sangat gemar menggambar dan mendengarkan cerita tingkat ini dimulai pada anak yang berusia 3-6 tahun. Pada tingkat ini peran orang tua sangat berperan aktif atas perkembangan anak. Karena pada saat itu anak akan menghayati konsep ketuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Kehidupan pada masa ini masih dipengaruhi fantasi hingga dalam menanggapi agama pun masih masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang tidak masuk akal. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mempengaruhi tingkat emosi dan fantasi dari anak tersebut. Anak akan mulai berfikir tetapi masih menggunakan daya halusinasinnya.
2)      The realistic stage (tingkat kenyataan)
Bahwa tingkat ini dimulai sejak mulai masuk SD hingga adolesenide ketuhanan sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kenyataan atau relistis. Konsep ini muncul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide-ide keagamaan didasarkan atas doromngan emosional hingga memunculkan konsep tuhan yang formalis.[8]

B.     Manajemen Pendidikan Agama Pada Remaja
Sebenarnya masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai usia dewasa. Anak-anak jelas kedudukannya. Yaitu yang belum dapat hidup sendiri, belum matang dari segala segi, tubuh masih kecil. Organ-organ belum dapat menjalankan fungsinya secara sempurna. Hidupnya masih bergantung pada orang dewasa, dan belum dapat diberi tanggung jawab atas segala hal.
Kaum remaja memiliki persepsi khusus terhadap pengalaman ajaran-ajaran agama yang menjadi problem tersendiri ini dampak pada sikap dan perilaku dalam merespon ajaran agama. Intinya gejala remaja pada krisis akhlak, dalam bukunya dimensi manajemen pendidikan Islam oleh Mujamil Qomar disebutkan bahwaa faktor munculnya krisis akhlak deisebabkan banyak faktor salah satunya adalah faktor krisis akhlak terjadi karna longgarnya pegangan atau ajaran agama, kurangnya pembinaan moral oleh orang tua sekolah dan masyarakat, karna derasnya arus budaya, karan belum ada kemauan sesuatu yang bersungguh-sungguh.[9]
Masa dewasa juga jelas. Pertumbuhan jasmani telah sempurna, kecerdasan dan emosi telah cukup berkembang. Akan tetapi, lain halnya dengan masa remaja. Jika dilihat tubuhnya, dia telah seperti orang dewasa, jasmaninya telah jelas berbentuk laki-laki atau wanita. Organ-organnya telah dapat pula menjalankan fungsinya. Dalam hidupnya mereka ingin berdiri sendiri, tidak bergantung lagi kepada orang tua atau orang dewasa lainnya, akan tetapi mereka belum mampu bertanggung jawab dalam soal ekonomi dan sosial.[10]
Oleh karna itu pendidikan agama memiliki peran yang penting untuk mengawali atau membimbing anak remaja agar tidak mudah mengikuti arus globalisasi budaya. Ada langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam mengelola pendidikan agama pada remaja di dalam keluarga seharusnya dikelola dengan baik. Dibawah ini adalah langkah-langkah pendidikan agam apada remaja.[11] antara lain ialah:
1.    Mengantisipasi penyimpangan-penyimpangan remaja
2.    Mengarahkan perubahan perilaku yang menyimpang, menjauhkan larangan-larangan Allah dan menjalankan printah Allah
3.    Memperdalam pemahaman keislamannya
4.    Memberikan wawasan keislaman tentang pencipta alam semesta
5.    Memberikan wawasan keislaman tentang pencipta alam semesta
6.    Meneladani sholat dalam sehari-hari
7.    Menanamkan sikap sopan santun kepada orang tua, guru, sahabat, tetangga, maupun masyarakat secara umum
8.    Mengaji Al Quran
9.    Berbanyak berzikir kepada Allah
10.  Memberikan pergaulan dalam model wawasan keislaman
11.  Memberikan wawasan tentang cara menghadapi masa depan secara islami

Secara spiratul, orang tua hendak berdoa dan sholat hajat untuk memohon kepada Allah agar anaknya diberi petunjuk oleh Allah.
Dalam mendidik remaja alangkah baiknya pendidik meniru kaidah-kaidah pendidikan yang menjadi kebijakan Rasulullah SAW sebagaimana yang diidentifikasi oleh Hafidz Abdurrahman dalam bukunya Mujamil Qomar. [12] Ialah sebagai berikut: 1) pembinaan mental, 2) aplikatif, 3) memberi tugas sesuai kemampuan, 4) menyeru sesuai dengan tingkah pemahaman, 5) memperhatikan perbedaan individu, 6) tidak memperbanyak nasehat, 7) memberi nasehat pada waktu yang tepat, 8) mendahulukan yang terpenting dari yang penting, 9) motivasi memperbanyak kebaikan, 10) melupakan kesalahan masa silam, 11) memberi penghargaan dan hukuman, 12) hukuman diberikan terhadap kesalahan yang disengaja, 13) tidak ada sanksi setelah taubat, 14) memaafkan kesalahan di diantara banyak kebaikan, 15) , memilih tugas yang paling ringan, 16) menilai diri sendiri, 17) terus memberi, tidak tergesah-gesah memetik hasil.
a.    Kriteria masa remaja
Adapun kriteria memahami masa remaja dalam pendidikan agama antara lain ialah:
1.      Perkembangan Agama Pada Masa Remaja
Segala persoalan dan problema yang terjadi pada remaja-remaja itu, sebenarnya bersangkut-paut dan barkait-kait dengan usia yang mereka lalui, dan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan di mana mereka hidup. Dalam hal itu, suatu faktor penting yang memegang peranan yang menentukan dalam kehidupan remaja adalah agama. Tapi sayang sekali, dunia modern kurang menyadari betapa penting dan hebatnya pengaruh agama dalam kehidupan manusia, terutama pada orang-orang yang sedang mengalami kegoncangan jiwa, dimana umur remaja terkenal dengan umur goncang, karena pertumbuhan yang dilaluinya dari segala bidang dan segi kehidupan.[13]
2.      Masa Remaja Awal (13-16 tahun)
Pada masa ini terjadi perubahan jasmani yang cepat, sehingga memungkinkan terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan, dan kekhawatiran. Bahkan, kepercayaan agama yang telah tumbuh pada umur sebelumnya, mungkin pula mengalami kegoncangan. Kepercayaan kepada tuhan kadang-kadang sangat kuat, akan tetapi kadang-kadang menjadi berkurang yang terlihat pada cara ibadanya yang kadang-kadang rajin dan kadang-kadang malas. penghayatan rohani cenderung skeptis sehingga muncul keengganan dan kemalasan untuk melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan penuh kepatuhan.
Kegoncangan dalam keagamaan ini mungkin muncul, karena disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal berkaitan dengan matangnya organ seks, yang mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan tersebut, namun di sisi lain ia tahu bahwa perbuatannya itu dilarang oleh agama. Kondisi ini menimbulkan konflik pada diri remaja. Faktor internal lainnya adalah bersifat psikologis, yaitu sikap independen, keinginan untuk bebas, tidak mau terikat oleh norma-norma keluarga (orangtua). Apabila orangtua atau guru-guru kurang memahami dan mendekatinya secara baik, bahkan dengan sikap keras , maka sikap itu akan muncul dalam bentuk tingkah laku negatif, seperti membandel, oposisi, menentang atau menyendiri, dan acuh tak acuh.[14]
3.      Masa Remaja Akhir (17-21 tahun)
Masa remaja terakhir dapat dikatakan bahwa anak pada waktu itu dari segi jasmani dan kecerdasan telah mendekati kesempurnaan. Yang berarti bahwa tubuh dengan seluruh anggotanya telah dapat berfungsi dengan baik, kecerdasan telah dianggap selesai pertumbuhannya, tinggal pengembangan dan penggunaannya saja yang perlu diperhatikan.
Akibat pertumbuhan dan perkembangan jasmani, serta kecerdasan yang telah mendekati sempurna, atau dalam istilah agama mungkin dapat dikatakan telah mencapai tingkat baligh-berakal, maka remaja itu merasa bahwa dirinya telah dewasa dan dapat berpikir logis. Di samping itu pengetahuan remaja juga telah berkembang pula, berbagai ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh bermacam-macam guru sesuai dengan bidang keahlian mereka masing-masing telah memenuhi otak remaja. Remaja saat itu sedang berusaha untuk mencapai peningkatan dan kesempurnaan pribadinya, maka mereka juga ingin mengembangkan agama, mengikuti perkembangan dan alur jiwanya ynag sedang bertumbuh pesat itu.
Kendatipun kecerdasan remaja telah sampai kepada menuntut agar ajaran agama yang dia terima itu masuk akal, dapat difahami dan dijelaskan secara ilmiah dan orisinil, namun perasaan masih memegang peranan penting dalam sikap dan tindak agama remaja.
Diantara sebab kegoncangan perasaan, yang sering terjadi pada masa remaja terakhir itu adalah pertentangan dan ketidakserasian yang terdapat dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Disamping itu, yang juga menggelisahkan remaja adalah tampaknya perbedaan antara nilai-nilai akhlak yang diajarkan oleh agama dengan kelakuan orang dalam masyarakat. Terutama yang sangat menggelisahkan remaja, apabila pertentangan itu terlihat pada orangtua, guru-gurunya di sekolah, pemimpin-pemimpin dan tokoh-tokoh agama. Banyak lagi faktor yang menggoncangkan jiwa remaja, seyogyanya guru agama dapat memahaminya, agar dapat menyelami jiwa remaja itu, lalu membawa mereka kepada ajaran agama, sehingga ajaran agama yang mereka dapat itu, betul-betul dapat meredakan kegoncangan jiwa meraka.[15]
b.    Ciri-ciri Kesadaran beragama Yang Menonjol Pada Masa Remaja
1.      Pengalaman ketuhanannya semakin bersifat individual.
Remaja semakin mengenal dirinya. Ia menemukan dirinya bukan hanya sekedar badan jasmaniah, tetapi merupakan suatu kehidupan psikologis rohaniah berupa pribadi. Remaja bersifat kritis terhadap dirinya sendiri dan segala sesuatu yang menjadi milik pribadinya. Ia menemukan pribadinya terpisah dari pribadi-pribadi lain dan terpisah pula dari alam sekitarnya.
Penemuan diri pribadinya sebagai sesuatu yang berdiri sendiri menimbulkan rasa kesepian dan rasa terpisah dari pribadi lainnya. Secara formal dapat menambah kedalaman alam perasaan, akan tetapi sekaligus menjadi bertambah labil. Keadaan labil yang menekan menyebabkan si remaja mencari ketentraman dan pegangan hidup. Penghayatan kesepian, perasaan tidak berdaya menjadikan si remaja berpaling kepada Tuhan sebagai satu-satunya pegangan hidup, pelindung dan penunjuk jalan dalam goncangan psikologis yang dialaminya.
2.      Keimanannya semakin menuju realitas yang sebenarnya
Terarahnya perhatian ke dunia dalam menimbulkan kecendrungan yang besar untuk merenungkan, mengkritik, dan menilai diri sendiri. Intropeksi diri ini dapat menimbulkan kesibukan untuk bertanya-tanya pada orang lain tentang dirinya mengenai keimanan dan kehidupan agamanya.
Dengan  berkembangnya kemampuan berpikir secara abstrak, si remaja mampu pula menerima dan memahami ajaran agama yang berhubungan dengan masalah ghaib, abstrak dan rohaniah, seperti kehidupan alam kubur, hari kebangkitan dan lain-lain. Penggambaran anthropormofik atau memanusiakan Tuhan dan sifat-sifatNya lambat laun diganti dengan pemikiran yang lebih sesuai dengan realitas.
3.      Peribadatan mulai disertai penghayatan yang tulus
Agama adalah pengalaman dan penghayatan dunia dalam seseorang tentang ketuhanan disertai keimanan dan peribadatan. Pada masa remaja dimulai pembentukan dan perkembnagan suatu sistem moral pribadi sejalan dengan pertumbuhan pengalaman keagamaan yang individual. Melalui kesadaran beragama dan pengalaman keTuhanan akhirnya remaja akan menemukan Tuhannya yang berarti menemukan kepribadiannya. Ia pun akan menemukan prinsip dan norma pegangan hidup, hati nurani, serta makna dan tujuan hidupnya. Kesadaran beragamanya menjadi otonom subjektif dan mandiri sehingga sikap dan tingkah lakunya merupakan pencerminan keadaan dunia dalamnya, penampilan keimanan dan kepribadian yang mantap.[16]
4.      Sikap Remaja Dalam Beragama
Percaya ikut-ikutan ini biasanya dihasilkan oleh pendidikan agama secara sederhana yang didapat dari keluarga dan lingkungannya. Namun demikian ini biasanya hanya terjadi pada masa remaja awal (usia 13-16 tahun).
Setelah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan psikisnya.
5.      Percaya dengan kesadaran
Semangat keagamaan dimulai dengan melihat kembali tentang masalah-masalah keagamaan yang mereka miliki sejak kecil. Mereka ingin menjalankan agama sebagai suatu lapangan yang baru untuk membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi beragama secara ikut-ikutan saja. Biasanya semangat agama tersebut terjadi pada usia 17 tahun atau 18 tahun.
6.      Dalam bentuk positif
Yaitu berusaha melihat agama dengan pandangan kritis, tidak mau lagi menerima hal-hal yang tidak masuk akal. Mereka ingin memurnikan dan membebaskan agama dari bid’ah dan khurafat, dari kekakuan dan kekolotan.
7.      Dalam bentuk negatif
Semangat keagamaan ini akan menjadi bentuk kegiatan yang berbentuk khurafi, yaitu kecendrungan remaja untuk mengambil pengaruh dari luar ke dalam masalah-masalah keagamaan, seperti bid’ah, khurafat dan kepercayaan-kepercayaan lainnya.
8.      Percaya, tetapi agak ragu-ragu
Keraguan kepercayaan remaja terhadap agamanya dapat dibagi menjadi dua:
a.       Keraguan disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya proses perubahan dalam pribadinya. Hal ini merupakan kewajaran
b.      Keraguan disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihatnya dengan apa ynag diyakininya, atau dengan pengetahuan yang dimiliki.
9.      Tidak percaya atau cenderung atheis
Perkembangan ke arah tidak percaya pada tuhan sebenarnya mempunyai akar atau sumber dari masa kecil. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orangtua, maka ia telah memendam suatu tantangan terhadap kekuasaan orangtua, selanjutnya terhadap kekuasaan apapun, termasuk kekuasaan tuhan.[17]

C.    Manajemen Pendidikan Agama Pada Orang Tua
Orang tua memegang peranan yang penting dan berpengaruh atas pendidikan anaknya. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada disampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya, ibu merupakan orang yang pertama dikenal anak, yang mula-mula menjadi temannya. Apapun yang dilakukan ibu dapat dimanfaatkan sebagai sarana edukatif. Pengaruh ayah terhadap anaknya besar pula, dimata anaknya ia seorang yang tinggi dan terpadu diantara orang-orang yang dikenalnya, ayah merupakan penolong utama lebih-lebih sebagai tulang punggung penghidupan bagi keluarganya.
Hal ini menunjukkan ciri-ciri dari watak rasa tanggung jawab setiap orang tua atas penghidupan anak-anak mereka untuk masa kini dan masa mendatang. Karenanya tidaklah diragukan bahwa tanggung jawab pendidikan agama secara mendasar terpikul pada orang tua namun perlu diperhatikan juga pendidikan pada orang tua itu sendiri seperti apa. Karenanya anak terkadang cenderung terhadap kebiasaan orang tua maka dari itu perlu dilihat bagaimana keaktifan orang tua dalam mengatur pendidikan agama dalam kepribadianya.
Banyak ditemukan kasus-kasus dimasyarakat sekitar kita bahwa pendidikan agama pada orang tua lebih rendah bila dibandingkan dengan pendidikan anak. Terkadang orang tua berusaha mendidik anak untuk pergi ke masjid atau musholah dalam bentuk mendidik anaknya namun tanpa disadari bahwa yang mengajak belum maksimal menjalankan aktifitas keagamaanya karna banyak alasan kesibukan mencari nafkah padahal perkembangan anak sangat cepat untuk menuju masa transisi atau bisa disebut masa remaja dari masa anak-anak sampai masa dewasa.
Ada juga kasus yang sering jumpai banyak orang tua yang mengaku beragama Islam dan dalam kartu tanda penduduk (KTP) terdapat agama Islam namun belum maksimal menjalankan ibadah atau puasa di bulan ramadhan. Mereka bisa disebutkan Islam abangan sebagaimana hasil penelitian Clifford Gertz di Mojokuto (sekarang diperkirakan Pare, Kediri) yang membagi Islam Jawa menjadi tiga kategori yaitu santri, abangan dan priyayi. Mereka ini tidak mau disebut bukan Islam, anehnya juga mereka tidak menjalankan syariat Islam.[18]
Perlu diperhatikan apabila pendidikan anak lebih maksimal dari pada pendidikan agama kepada orang tua maka sebaiknya anak mampu mengarahkan orang tua atau saling mengingatkan agar terjadi kekuatan nilai-nilai keislaman yang tinggi. Mujamil Qomar, menuliskan ada beberapa pendekatan bagi anak untuk menyarankan orang tuanya.[19] Perlu diperhatikan, antara lain:
1.    Pendekatan persuasif.
Pendekatan ini dengan cara membujuk orang tua secara halus. Selain itu juga mampu menghindarkan sikap konfrontasi antara anak dengan orang tuanya, melestarikan interaksi dengan harmonis, menghindarkan ketersinggungan rasa kepada orang tuanya.
2.      Pendekatan rasional
Pendekatan ini meyakinkan orang tua dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam memalui argumentasi yang dapat diterima oleh akal sehat. Dalam pendekatan ini anak menjelaskan ajakan atau saran kepada orang tua secara rasional, mudah dinalar dan mudah diterima oleh akal pikiranya. Penerapan ini banyak manfaat seperti orang tua mampu meyakini kebenaran ajaran-ajaran Islam dalam Quran maupun hadits, membenarkan ajaran-ajaran Islam yang selama ini kurang diperhatikan dan kurang diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari, membongkar mistis atau rahasia kebenaranketentuan wahyu ( Al Quran dan hadits).
3.      Pendekatan rasa.
Dalam konteks ini anak dalam mengajak dan menyarankan orang tua melalui sentuhan-sentuhan perasaan. Perasaan tersebut bisa berbentuk rasa bersalah karna selama ini belum menjalankan ibadah kepada Allah sebagaimana mestinya, rasa berdosa karna kurang bersyukur, rasa menyesal karna telah menyia-nyiakan usia dan sebagainya. Pendekatan ini juga memiliki manfaat antara lain: introspeksi diri, pengakuan bersalah secara tulus tanpa ada paksaan, kesadaran untuk kembali dijalan yang benar.
4.      Pendekatan spiritual.
Pendekatan ini merupakan upaya-upaya untuk menyadarkan orang tua dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam yang memusatkan konsentarsi bermunajat kepada Allah. Pendekatan ini ditempuh guna memperkokoh fungsi nomor tiga diatas. Namun sebaliknya pendekatan ini diimplementasikan paling awal, dan diimplementasikan terus sepanjang proses menyadarkan sehingga sekaligus menempati urutan terakhir. Jadi posisi pendekatan ini sebagai pembuka dan penutup proses menyadaran itu. Pendekatan ini menumbuhkan berbagai manfaat antara lain dapat menyadarkan diri kepada Allah sebagai pembuka kesadaran orang tua melalui hidayah, makin meningkatkan ketaqwaan kepada Allah, mampu menembus interaksi batiniah antara anak dan orang tua, dan merespon interaksi positif anak dengan orang tua.
Empat pendekatan inilah yang harus dilakukan oleh seseorang anak terhadap orang tua dalam lingkungan keluarga. Tentunya anak sangat merasa keberatan bahkan acuh dalam hal seperti ini. Mungkin karna memang karakter anak lebih cenderung meniru sikap maupun kebijakan terhadap orang tua. Namun jika dilakukan secara berlahan akan mampu menghasilkan perubahan yang sangat positif.
Di samping pendidikan agama terhadap orang tua ada satu sasaran yang layak mendapatkan perhatian besar khususnya bagi kepala rumah tangga Muslim sebagai majikanya. Dari sisi kedekatanya majikan sudah termasuk dalam wilayah keluarga maka kepala rumah tangga seharusnya berusaha mengatur atau memanage  pendidikan agama kepada pembantunya.[20]


BAB III
ANALISIS TEORI


1.      Manajemen Pendidikan Agama Pada Anak
Pembahasan mengenai manajemen pendidikan terhadap anak menurut Mujamil ada tiga materi pendidikan Islam ialah aqidah, ibadah, dan akhlak. Hal ini penulis mendukung dan memberikan masukan atau tambahan bahwa  upaya yang diperlukan untuk menghadapi tantangan itu adalah melalui pendidikan sejak dini yang mampu meletakkan dasar-dasar pemberdayaan manusia agar memiliki kesadaran akan potensi diri dan dapat mengembangkannya bagi kebutuhan diri, masyarakat, dan bangsa sehingga dapat membentuk masyarakat madani.[21]
2.      Manajemen Pendidikan Agama Pada Remaja
Penulis mendukung apa yang sudah dijelaskan dari bab pembahasan terkait manajemen pendidikan agama pada remaja, untuk melengkapi paparan pada pembahasan ini penulis memberikan tambahan dari kriteria pendidikan pada remja ialah sebagai ciri-ciri khas dari masa remaja itu antara lain:
a.    Masa remaja adalah masa peralihan, yaitu beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
b.    Masa remaja adalah sebagai periode perubahan antara lain perubahan emosi, fisik, dan minat.
c.    Masa remaja adalah masa mencari identitas. Identitas yang dicarinya berupa upaya untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa  peranannya di masyarakat.
d.   Masa remaja adalah masa yang menakutkan, disebabkan sikap orang dewasa kepadanya.
e.    Masa remaja adalah masa yang tidak realisitis, remaja melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang diinginkan, bukan sebagaimana  adanya.
f.     Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, dan inni menimbulkan kegelisahan.[22]

3.      Manajemen Pendidikan Agama Pada Orang Tua
Pendidikan agama pada orang tua sangat menarik jika kajian ini memang ditekankan terhadap orang tua. Yang kita kenal selama ini orang tua sebagai sumber keilmuan, sumber pengawasan namun ternyata banyak orang tua kurang dalam pendidikan agama. Dalam konteks ini penulis memberi tambahan pada bab pembahasan ini, sebenarnaya institusi pendidikan agama dalam berperan pada orang tua tidak berbeda jauh dengan pendidikan agama di masjid maupun jamiah kumpulan orang tua yang mengikuti pengajian rutinitas. Demikian pula organisasi keagamaan memberikan kemudahan untuk mendidik masyarakat sekaligus mendidik orang tua. Hal ini sebagai  masalah sosial, kasus ini juga manjadi bagian dari masalah keagamaan bagaimana pendidikan agama mampu mengrekrut dari masa anak-anak sampai orang tua. Hal ini sebagai aplikasi dari kesadaran agama.[23]















BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat tarik kesimpulan antara lain ialah:
1.        Manajemen pendidikan agama pada anak merupakan awal langkah yang baik untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan agar anak tumbuh dengan prinsip akhlak, aqidah, dan ibadah yang baik serta mendidik anak sejak dini akan menghasilkan output yang maksimal.
2.        Manajemen pendidikan remaja perlu adanya pengawasan dari orang tua yang begitu serius dengan menanamkan kegiatan seperti karang taruna, majelis ta’lim, kegiatan aktif di masjid, atau nuansa-nuansa kegiatan keislaman terhadap anak remaja sebagai bentuk pembentukan karakter. Hal ini untuk menghidar perilaku yang negatif terhadap anak remaja.
3.        Manajemen pendidikan pada orang tua didasari dengan berbagai pendekatan. Hal ini dapat dilakukan untuk siapa saja seperti pendekatan rasional, persuasif, rasa, spiritual. Karna memang pendidikan agama pada orang tua memang perlu keseriusan. Berbeda dengan pendidikan agama pada anak maupun remaja.
                    

B.     Saran-saran
Dari uraian diatas maka penulis mempunyai beberapa saran untuk pihak-pihak yang bersangkutan dengan permasalahan pendidikan agama pada anak, remaja, dan orang tua. Adapun sasaran tersebut, sebagai berikut:
1.      Bagi kepala sekolah
Seharusnya lebih memperhatikan guru dan karyawan secara piskologi yang yang berkembang pada tingkat pemahaman seseorang yang digunakan pada proses bekerja yang tengah berlangsung pada lembaganya saat ini.
2.      Bagi pendidik agama Islam
Pendidik hendaknya professional dalam system pengajaranya baik dari kalangan anak-anak maupun remaja atau orang tua.
3.      Bagi pembaca
Karya tulis ini dapat digunakan sebagai bahan menambah wawasan terkait manajemen pendidikan agama Islam pada anak, remaja, dan orang tua.


















DAFTAR PISTAKA
Ahyadi, Abdul, Aziz. 1995. Psikologi Agama. Bandung: Sinar Baru Al Gesindo.
Alaludin. 2002. Psikologi Agama. Jakarta; Raja Grafindo Persada.
Anwar, dan Arsyad Ahmad. 2007. Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung. Alfabeta.
Daradjat, Zakiah. 1996. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Draradjat, Zakiah. 1970. Ilmu Jiwa Agama Jakarta. Bulan Bintang..
Haidar, Putra, Baulay dan Nurgaya. 2012. Pendidikan Islam Dalam Mencerdaskan Bangsa. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Jalaluddin. 2012. Psikologi Agam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mutihar, Prim Masrokan. 2013. Strategi Peningkatan  Mutu  dan  Saing  Lembaga  Pendidikan Islam. Jogjakarta:  Ar Ruzz  Media.
Mutohar, Prim Masrokan. 2013. Strategi Peningkatan Mutu dan Saing Lembaga Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.
Nata, Abudin. 2014. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Qomar, Mujamil. 2015. Dimensi Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga.
Qomar, Mujamil. 2007. Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga.
Raharjo. 2012. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Semarang. Pustaka Rizki Putra.
Yusuf, Syamsu. 2011. Psikologi Perkembangan Anak &Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.




[1]Yayasan Penyelenggara Penerjemah atau Penafsiran al Quran, Al Quran Tajwid dan Terjemahnya  Kementerian Agama RI, (Bandung: Syaamil Quran, 2010),  206.
[2]Mujamil  Qomar,  Dimensi Manajemen Pendidikan Islam,  (Jakarta: Erlangga, 2015),  5.
[3]Ibid.,  6.
[4]Ibid., 7-8.
[5] Ibid., 8.
[6]Abudin Nata,  Metodologi Studi Islam…, 66.
[7]Zakiah Daradjat,  Ilmu Jiwa Agama…, 107-108.
[8]Alaludin,  Psikologi Agama,  (Jakarta:  Raja Grafindo Persada, 2002),  66-67.
[9]Mujamil Qomar, Dimensi Manajemen Pendidikan...,  22.
[10]Zakiah, Daradjat,  Ilmu Jiwa Agama…, 69-70.
[11]Mujamil Qomar, Dimensi  Manajemen Pendidikan…,  22-23.
[12]Ibid.,  25.
[13]Ibid.,  69.
[14]Syamsu, Yusuf ,  Psikologi Perkembangan Anak &Remaja,  (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011),  204-205.
[15]Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama…, 117-119.
[16]Abdul Aziz Ahyadi,  Psikologi Agama,  (Bandung: Sinar Baru Al Gesindo, 1995),  43-48.
[17]Raharjo, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012), 36-37.
[18]Mujamil, Dimensi Manajemen Pendidikan…,  40.
[19]Ibid.,  41-44.
[20]Ibid.,  45.
[21]Anwar dan Arsyad Ahmad, Pendidikan Anak Usia Dini (Bandung: Alfabeta, 2007), 4.
[22]Haidar Putra Baulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Mencerdaskan Bangsa, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012), 54.
[23]Jalaluddin, Psikologi Agam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012),  297-301.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar