Sabtu, 17 Juni 2017

jurnal MOTIVASI DAN PRODUKTIVITAS KERJA TENAGA KEPENDIDIKAN DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM



MOTIVASI DAN PRODUKTIVITAS KERJA TENAGA KEPENDIDIKAN DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

Hasan Khariri
IAIN TULUNGAGUNG
JL. Mayor Sujadi Timur 46 Tulungagung, Jawa Timur

Abstract:
Banyak lembaga pendidikan Islam yang gulung tikar bahkan sangat minim kualitas dan fasilitas lembaga pendidikan Islam dikarnakan semakin banyak pesaing lembaga yang lebih unggul. Bahkan masih banyak guru, karyawan maupun kepemimpinanya masih taraf renah dalam memberikan produktivitas kerjanya.
Motivasi sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja karna pegawai, manajer atau para pemimpin dengan motivasi yang tinggi, maka pekerjaan atau tugas dilakukan dengan bersemangat dan bergairah sehingga akan dicapai suatu hasil yang optimal yang tentunya akan mendukung tercapainya tujuan yang diinginkan dengan efisien dan efektif. Metode yang digunakan dalam penulisan studi ini adalah kepustakaan. Untuk itu Motivasi sangat memberikan kinerja seseorang lebih semangat dalam mencapai tujuan.
Untuk memotivasi anggota kerja di lembaga pendidikan Islam, seorang harus mengetahui lebih dahulu motif apa yang menyebabkan bawahannya berperilaku tertentu. Perlu diperhatikan ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi ialah faktor internal dan eksternal. Dua faktor ini yang membuat seseorang berprestasi dan mencapai tujuan yang pasti, maka sangat dibutuhkan bagi anggota lembagga pendidikan Islam untuk mencapai tujuanya dan dapat menanamkan motivasi yang berbau keislaman seperti rasa bersyukur, dan ikhlas.
    Untuk memperoleh motivasi dan produktivitas kinerja dalam lembaga pendidikan islam lebih unggul harus ditanamkan rasa ikhlas dan semangat dalam bekerja. Hal ini menunjukan bahwa inovasi, kreativitas dan dorongan seseorang untuk mengelola lembaga pendidikan Islam harus berjalan secara terus-menerus sejalan dengan laju pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Keywords: motivasi, produktivitas, tenaga pendidikan, lembaga pendidikan Islam.

PENDAHULUAN
Keberhasilan lembaga pendidikan Islam salah satu dari setiap anggota individu mempunyai motivasi yang saling mendorong dan saling membantu mengatasi pekerjaan. Karna suatu lembaga jika tidak saling memberi dorongan akan cenderung hasil yang tidak diharapkan bagi seseorang. Ada dua permasalahan yang dimiliki seseorang yaitu permasalahan internal dan eksternal. Permasalahan internal seperti permasalahan diluar kinerja di lembaga pendidikan. Permasalahan eksternal diluar lembaga pendidikan. Dengan adanya motivasi menyelesaikan suatu masalah yang dimiliki seseorang maka akan membantu seseorang dapat menempatkan sesuatu permasalahan pada tempatnya. Motivasi kerja sangat penting bagi karyawan atau pegawai, manajer atau para pemimpin karena dengan motivasi yang tinggi, maka pekerjaan atau tugas dilakukan dengan bersemangat dan bergairah sehingga akan dicapai suatu hasil yang optimal yang tentunya akan mendukung tercapainya tujuan yang diinginkan dengan efisien dan efektif. Tujan ini untuk memotivasi anggota kerja di lembaga pendidikan Islam, seorang harus mengetahui lebih dahulu motif apa yang menyebabkan bawahannya berperilaku tertentu. Perlu diperhatikan ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi ialah faktor internal dan eksternal. Dua faktor ini yang membuat seseorang berprestasi dan mencapai tujuan yang pasti, maka sangat dibutuhkan bagi anggota lembagga pendidikan Islam untuk mencapai tujuanya dan dapat menanamkan motivasi yang berbau keislaman seperti rasa bersyukur, dan ikhlas.
Lembaga pendidikan Islam juga harus selalu berbenah diri agar menjadi berkualitas dan memiliki daya saing yang tinggi. Hal ini menunjukan bahwa inovasi, kreativitas dan dorongan seseorang untuk mengelola lembaga pendidikan Islam harus berjalan secara terus-menerus sejalan dengan laju pert umbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan.[1]
Seseorang karyawan atau kepengurusan lembaga pendidikan Islam  dinilai produktif atau tidaknya dari kinerja. Karena kinerja seorang dapat diukur dengan prestasi kinerja yang dilakukan. Jika seseorang tidak pernah mampu mengatasi masalah di dalam kinerja maka sudah terlihat produktivitas tersebut sangat minim dan perlu dibenahkan dari beberapa faktor. Salah satunya motivasi yang memberikan dorongan agar seseorang mempunyai produk yang lebih meningkat dalam tenaga kependidikan lembaga Islam. Produktivitas merupakan sikap mendasar pada motivasi yang kuat untuk terus menerus berusaha mencapai tujuan. Sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran surat At Taubat ayat 105.[2]
وَقُلِ اعْمَلُو فَسَيَرَى اللَّه عَمَلَكُمُوَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (١٠٥)
Artinya:
Dan katakanlah, “bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S At Taubah: 105).

         Ayat diatas memberikan penjelasan seseorang agar dapat bekerja dengan baik karna besok yang akan datang tanpa tahu apa yang akan kita kerjakan, maka akan sulit kita merealisasikan tujuan kita apakah sesuai maupun tidak karna setiap hari berbeda dari hari sebelumnya. Walaupun agenda sudah dirancang namun terkadang belum tentu mampu untuk mengondisikan keadaan. Karna itu motivasi harus tertanam setiap seseorang untuk memberikan semangat pada diri seseorang dalam kinerja agar dapat menghasilkan produktivitas yang lebih baik. Perlu cermati disini letak pentingnya produktivitas seseorang. Maka dari sini penulis merasa penting untuk melakukan pengkajian diatas.
METODE
Metode yang digunakan dalam penulisan studi ini adalah kepustakaan. Data primer diperoleh dari pembacaan buku-buku mutakhir. Kajian dilakukan pada bulan September sampai Desember 2016 dengan melibatkan teman kelas manajemen pendidikan Islam semester pertama (MPI.A). Pada tahap awal, penulis berupaya mengumpulkan data materi dari hasil diskusi kelas dan data buku motivasi produktivitas kinerja di lembaga pendidikan yang berkembang, kemudian disusun dalam bentuk naskah teks yang siap dibahas dalam tiap peer group. Berdasarkan hasil diskusi kelas yang melibatkan teman-teman dan dosen pembimbing yang memberikan arahan dan masukan, kemudian naskah ini diseting menjadi jurnal sebagai tugas akhir semester awal.
HASIL DAN BAHASAN
Untuk mengetahui piskologi seseorang sangat sulit tanpa didasari dengan melihat sikap tingkah laku seseorang. Karna dengan sikap bisa menilai seseorang. Sikap seseorang ketika dikatakan berhasil atau tidak bisa dilihat tujuan seseorang karna itu seseorang pada hakikatnya adalah berorientasi pada tujuan. Dari sinilah yang harus dilihat dari keberhasilan seseorang mampu mencapai tujuan, mampu menyelesaikan masalah, dan mampu bekerja sebagai guru. Seseorang akan melihat dan menentukan suatu keputusan atau pilihan yang diambil, maka ada sesuatu yang menjadi daya tarik dari apa yang dipilih dan merupakan unsur yang merangsang seseorang sehingga bekerja sebagai guru pendidikan Islam maupun lainya, dan mampu memilih suatu bidang tertentu dalam bekerja. Misalnya disuatu lembaga pendidikan Islam membutuhkan pengajar dibidang agama Islam, dalam bidang agama ada beberapa sub mata pelajaran dibidang agama Islam seperti sejarah Islam, aqidah, fiqih, bahasa arab dll. Disini adanya pilihan tersebut menunjukkan bahwa ada indikasi motif tertentu dalam memilih. Jika memang tidak memilih tapi sudah ditentukan dalam kerja maka itu tergantung kemampuan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan. Biasanya pekerja tidak didasari motivasi maka akan sulit untuk menghadapi persoalan atau akan merasa ketidak puasan dalam bekerja. Maka dari itu motivasi sangat penting bagi seseorang untuk bekerja lebih terarah.
       Terkait motivasi yang sudah dibahas diatas maka perlu diketahui bahwa motivasi merupakan suatu perangsang atau keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Setiap motivasi mempunyai tujuan, arah dan ketekunan individu yang ingin dicapai.[3] Motivasi juga bisa diartikan sebagai proses yang menyebabkan tingkah laku seseorang menjadi bergairah, terarah, dan tidak mudah putus asa. Jika dilihat keberhasilan seseorang akan nampak sikap yang semangat, bahkan akan mendorong orang lain agar termotivasi pengalaman yang dibawah. Tujuan ini tidak lain untuk mencapai tujuan atau keberhasilan seseorang yang dimotivasikan. Artinya bahwa perilaku seseorang itu pada umumnya dirasakan oleh keinginan untuk mencapai beberapa tujuan.[4]
               Motivasi ada hubungannya dengan jenis atau peringkat kebutuhan manusia. Apabila seseorang bekerja, karena ada motif tertentu di belakang atau di balik kerjanya. Motif tertentu itu demikian kuatnya sehingga dapat menimbulkan semangat dan gairah dalam bekerja. Semangat kerja ini merupakan suatu aktivitas untuk bekerja lebih giat, sehingga dengan demikian pekerjaan akan dapat diselesaikan lebih cepat dan lebih baik, sedangkan gairah kerja adalah kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan.
       Pemimpin akan berhasil mendorong dan memotivasi karyawannya itu bilamana ia telah mampu menciptakan suatu lingkungan yang menjamin adanya tujuan yang tepat bagi pemenuhan kepuasan kebutuhan para bawahannya. Tujuan inilah yang akan diwujudkan melalui aktivitas-aktivitas nyata dari seorang pekerja, seperti karyawan mendapatkan honor gajih yang terbilang menyesuaikan pekerjaan. Masing-masing orang dalam suatu organisasi atau lembaga mempunyai tujuan individu. Pekerja yang arif akan seantiasa memperhatikan kesinambungan atau kesesuaian antara tujuan individu dengan tujuan lembaga pendidikan Islam. Sehingga dengan demikian aktivitas yang dilakukan oleh individu dalam suatu lembaga tidak jauh menyimpang dari aktivitas sekolah. Jika terjadi kesenjangan antara tujuan individu dengan tujuan lembaga atau organisasi maka akan tercipta ketidakharmonisan kerja. Ini sering terjadi di lembaga pendidikan atau organisasi atau ditempat kerja lainya. Seseorang akan mudah menyalahgunakan tugas kewajibannya untuk kepentingan individunya. Motivasi yang mengarahkan pencapaian tujuan adalah motivasi individu yang paling kuat. Hal seperti ini tidak akan memberikan keuntungan bagi lembaga pendidikan Islam. Untuk itu suatu usaha memperkecil kesenjangan bagi seseoran, sehingga individu-individu dalam lembaga tersebut termotivasi untuk mencapai tujuan sekolah.
               Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan mencurahkan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan lembaga. Pada dasarnya sekolahan bukan saja mengharapkan guru atau karyawan yang mampu, cakap, dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Kemampuan, kecakapan, dan keterampilan guru tidak ada artinya bagi sekolahan, jika mereka tidak mau bekerja keras dengan mempergunakan kemampuan, kecakapan, dan keterampilan yang dimiliknya. Motivasi penting karena dengan motivasi ini diharapkan setiap individu guru maupun karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi.

A.  Peranan Motivasi Dalam Lembaga Pendidikan Islam
        Guru atau rekan-rekan di lembaga pendidikan Islam merupakan suatu sumber penting bagi motivasi yang tinggi ataupun yang rendah. Untuk terus hidup dan berhasil baik, suatu lembaga pendidikan Islam memerlukan guru dan karyawan yang cakap dan termotivasi pada waktu yang tepat. Dalam kenyataan praktik kerja sehari-hari, baik di sekolahan maupun di kantor-kantor, bisa disaksikan adanya sebagian guru yang mengajar lebih bersemangat atau bergairah daripada yang lain. Bergairah atau tidaknya seseorang dalam bekerja sangat ditentukan oleh dorongan motivasi pada orang tersebut. Seseorang yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi akan bekerja lebih bersemangat dari pada orang lain yang mempunyai motivasi kerja yang rendah. Oleh karena itu peran motivasi di lembaga pendidikan Islam berpengaruh terhadap sikap seseorang dalam kerjanya karna ini merupakan suatu masalah yang penting dalam menentukan bagaimana seseorang melaksanakan pekerjaan atau tugasnya di lembaga pendidikan Islam.
        Peran motivasi sangat penting dalam menentukan hasil atau keberhasilan kerja. Seseorang bersedia melakukan suatu pekerjaan bila ia terdorong untuk melakukan faktor yang menjadi pendorong pada dasarnya cukup kuat serta mungkin juga tidak mendapat saingan dari sebab lain yang berlawanan. Demikian sebaliknya orang yang tiada merasa terdorong oleh faktor yang kuat, maka ia akan meninggalkan atau sekurang-kurangnya tidak bergairah melakukan pekerjaan itu. Faktor yang menjadi pendorong umum dinamakan faktor motivasi.  Semua faktor tersebut pada dasarnya merupakan bentuk-bentuk motif yang mendorong seseorang melakukan pekerjaannya secara sungguh-sungguh.
               Dalam bukunya Ambar T. Sulistiyani Rosidah menjelaskan ada dua jenis motif yakni motif intrinsik dan motif ekstrinsik[5]. Motif intrinsik yaitu dorongan yang terdapat dalam pekerjaan yang dilakukan. Misalnya, bekerja karena pekerjaan itu sesuai dengan bakat dan minat, dapat diselesaikan dengan maksimal dan terarah karena memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikannya.
               Motif ekstrinsik yaitu dorongan yang berasal dari luar pekerjaan yang sedang dilakukan. Misalnya, bekerja karena upah atau gaji yang tinggi, merasa mulia karena pengabdian dan sebagainya.[6]
               Dengan demikian dalam proses motivasi seseorang akan melibatkan beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi. Ada dua faktor yaitu, faktor internal dan faktor eksternal.[7] Faktor internal berasal dari diri seseorang seperti, persepsi diri sendiri, prestasi, harapan, kebutuhan, dan kepuasan kerja. Faktor eksternal yang berasal dari luar seseorang seperti, sifat pekerja atau tugas, kelompok kerja, situasi lingkungan, sistem imbalan. Dua faktor inilah yang mempengaruhi seseorang bisa mencapai tujuan atau tidak. Jika ditarik di lembaga pendidikan Islam maka ada nilai keikhlasan setiap faktor internal maupun eksternal yang akan menghasilkan seseorang pengajar berhasil mensukseskan anak bangsa tanpa uang. Karna dalam konsep keislaman sifat ikhlas sangat sulit diterapkan, kecali benar-benar ikhlas tanpa mengharapkan timbal balik. Ini yang menjadi perbedaan prestasi pengaruh faktor yang berbau keislaman dengan prestasi timbal balik secara umum. Misal, seorang guru pengajar di lembaga pendidikan Islam dengan tulus dan ikhlas ia bekerja semata-mata karna mengabdi berharap mendapatkan barokah atau kebaikan-kebaikan dari Tuhan. Berbeda dengan niat mengajar dengan harapan timbal bali secara sistem imbalan yang diterima.
B.  Konsep dan Definisi Produktivitas
               Dewasa ini kesadaran akan perlunya peningkatan produktivitas semakin meningkat karena adanya suatu keyakinan bahwa perbaikan produktivitas akan memberikan kontribusi positif dalam perbaikan ekonomi. Pandangan ini sudah melekat terhadap diri seseorang bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini, inilah prinsip seseorang untuk bisa lebih baik. Perlu dicermati pandangan ini merupakan pandangan yang memberi dorongan pemikiran ke arah produktivitas. Bagaimana sesuatu pekerja bisa menghasilkan yang lebih baik. Oleh karena itu, apabila suatu lembaga, atau organisasi ingin mendapatkan produktivitas yang tinggi maka lembaga, atau organisasi tersebut haruslah mempunyai semangat untuk bekerja lebih baik lagi.
               Produktivitas sering diartikan sebagai ukuran sampai sejauh mana sumber-sumber daya yang ada sebagai masukan sistem produksi dikelola sedemikian rupa untuk mencapai hasil  pada tingkat kuantitas tertentu. Sebagai tugas manajer operasional adalah meningkatkan perbanding antara output dengan input, dalam hal ini meningkatkan produktivitas berarti meningkatkan efisiensi. Konsep produktivitas terkait dengan pengertian efisiensi dan efektivitas kerja di lembaga. Suatu lembaga dikatakan mempunyai produktivitas tinggi jika dapat memanfaatkan sumber daya secara efektif dan efisien. Efisien dapat diartikan sebagai usaha pengelolaan sumber daya yang minimal, sedangkan efektif lebih ditekankan pada pencapaian hasil. Jadi, pengertian produktivitas sebagai perpaduan antara efisiensi dan efektivitas.
               Manusia dalam melakukan suatu pekerjaan yang diharapkan tiada lain adalah hasil dari pekerjaan itu sendiri, seperti seorang bendahara di sebuah lembaga mampu menjaga dan mengatur keuangan secara jelas maka hasil dari bendahara tersebut akan memberikan produk yang efektif dan efesien dan hasil inilah yang disebut dengan produktivitas seseorang disuatu lembaga pendidikan Islam. Dalam mengembangkan mutu pendidikan agama Islam sangatlah perlu memperhatikan aspek produktivitas ini agar semua elemen yang ada dalam naungan kependidikan dapat bekerja secara efektif dan efisien.
               Produktivitas pendidikan menjadi harapan semua elemen dalam organisasi pendidikan. Produktivitas pendidikan, bagaimanapun juga, dalam prosesnya ditentukan oleh produktivitas keputusan. Semakin produktif suatu keputusan semakin memungkinkan produktivitas pendidikan dalam suatu lembaga pendidikan semakin tinggi tingkat pencapaianya. Keputusan yang diambil oleh pemimpin begitu penting dalam organisasi karena keputusan itulah yang menghasilkan program-program yang akan dilaksanakan dalam organisasi.[8] Produktivitas pendidikan di samping menunjukkan bahwa unit-unit organisasi telah berjalan, juga berarti bahwa telah terjadi maksimalisasi kerja dalam suatu organisasi. Disin sangat diperluan seorang pemimpin mampu bersikap mandiri dan terarah setiap program yang dibuat. Untuk itu pengambilan keputusan oleh pimpinan penting artinya bagi keberhasilan organisasi.[9]
               Kriteria keberhasilan manajemen pendidikan adalah produktivitas pendidikan yang dapat diukur dari sudut efektivitas dan efisiensi pendidikan.[10] Efektivitas pendidikan dapat dilihat dari sudut prestasi, mutu, nilai ekonomis, dan proses pendidikan. Sementara itu, maksud efisiensi pendidikan adalah dengan memanfaatkan tenaga, fasilitas, dan waktu sesedikit mungkin yang mampu menghasilkan sesuatu yang banyak, bermutu, relevan, dan bernilai ekonomi yang tinggi. Efisiensi pendidikan merupakan suatu hubungan antara pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang terbatas sehingga mencapai optimalisasi tinggi. Perlu diketahui efektivitas membandingkan antara rencana dengan tujuan yang dicapai, maka efisiensi membandingkan antara input (sumber daya) dengan output. Efisiensi ini dianalogikan sebagaimana prinsip ekonomi yang mengatakan bahwa modal yang sedikit mungkin untuk menghasilkan keuntungan yang sebanyak mungkin.
            Hal ini mengandung pengertian bahwa produktivitas ditentukan oleh fungsi administratif, psikologis, dan ekonomis.[11]  Dalam konteks pendidikan Islam, diharapkan fungsi tersebut bisa dikembangkan dengan tambahan fungsi lain, seperti fungsi sosial dan fungsi kultural.
            Kepemimpinan efektif adalah kepemimpinan yang digawangi oleh pemimpin yang mampu menerjemahkan fungsinya menjadi perilaku nyata. Kepemimpinan efektif bukan sekedar pusat kedudukan dan kekuatan, tetapi merupakan interaksi aktif yang efektif. Efektivitas dalam mencapai tujuan dapat diperoleh dengan cara yaitu pertama, Kapabilitas, yaitu kemampuan yang berkesinambungan, bekerja, dan mempresentasikannya. Kedua, Pemahaman, yaitu ketajaman melihat tujuan dan memahami konsepsinya. Ketiga, Koordinasi, yaitu kemampuan mendefinisikan tugas merencanakan hubungan kerja dan mengorganisasikannya, mengefektifkan penyampaian dan penerimaan informasi.
          Adapun efisiensi menurut Ibrahim Bafadal merupakan suatu konsepsi perbandingan antara pelaksanaan suatu program dengan hasil akhir yang diraih atau dicapai. Rendahnya biaya dan tenaga yang dikerahkan dalam pelaksanaan suatu program, tapi diiringi hasil yang semakin tinggi berarti sangat efisien.[12] Apabila biaya dan tenaga yang dikeluarkan dalam suatu program tinggi, sedangkan hasil yang dicapai juga tinggi berarti belum efisien, apalagi bila biaya dan tenaga yang dikerahkan tergolong tinggi sedang hasil yang dicapai rendah berarti sangat tidak efisien, bahkan pemborosan.
              Dalam menggunakan segala sesuatunya perusahaan atau organisasi harus efisien atau hemat, tidak boleh berlebih-lebihan. Dalam al-Qur’an masalah hemat ini banyak diungkap seperti dalam surat Al-A’raaf ayat 31 dikatakan bahwa:
 يَـٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمۡ عِندَ كُلِّ مَسۡجِدٍ۬ وَڪُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ وَلَا تُسۡرِفُوٓاْ
 إِنَّهُ ۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ (٣١)
Artinya:
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (Al-A’raaf: 31)

           Dalam pandangan Islam, pemborosan itu menjadi larangan karena mengarah pada kerugian, bahkan kehancuran. Allah berfirman Q.S Al-Isra ayat 27 :
اِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْ إِخۡوَٲنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ وَكَانَ ٱلشَّيۡطَـٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورً۬ا (٢٧)

Artinya:
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Al-Isra: 27)
       
               Ayat ini mengandung beberapa pesan yang dapat kita angkat. Pertama, seseorang perlu memiliki prioritas tertentu. Kedua, prioritas itu diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Ketiga, Kanjuran bersikap hemat dalam mengatur ekonomi. Keempat, larangan bersikap boros (menjadi pemboros). Kelima, pemborosan tidak hanya terkait dengan dimensi ekonomi melainkan juga terkait dengan dimensi teologi.
               Untuk menghindari pemborosan sekaligus mengembalikan kepada efisiensi dibutuhkan pengondisian dan langkah-langkah strategis. Mulyasa mengatakan, Upaya peningkatan efisiensi pendidikan paling tidak dapat ditentukan oleh dua hal, yakni manajemen pendidikan yang profesional dan partisipasi dalam pengelolaan pendidikan yang meluas. Sedangkan Made Pidarta mengatakan bahwa manajemen yang efisien dapat diperoleh dengan cara ialah pertama, mengerjakan sesuatu dengan benar. Kedua, Kalau terjadi permasalahan dalam organisasi hendaknya segera diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Tiga, mengamankan sumber-sumber pendidikan dengan cara mengkoordinasikan sumber-sumber itu dengan sebaik-baiknya. Keempat, setiap petugas baik pegawai atau guru diharuskan mengikuti tugas-tugas pekerjaan. Kelima, setiap manajer diharapkan dapat menekan biaya pendidikan dengan tidak mengorbankan produksi.
               Efisiensi ini sangat bermakna dalam pengelolaan lembaga pendidikan Islam. Ada beberapa alasan untuk mendasari makna efisiensi itu khususnya bagi lembaga pendidikan Islam, baik alasan konvensional maupun fungsional, antara lain sebagai berikut:
1.  Secara Realitas
         Faktor terbesar kendala lembaga pendidikan Islam adalah persoalan pendanaan. Dengan melakukan efisiensi, dana yang serba terbatas bahkan serba kurang itu dapat dikelola untuk mewujudkan hasil yang memadai.
     2. Secara Strategis
          Bisa melatih para pimpinan lembaga pendidikan Islam untuk senantiasa berpikir dan bertindak secara produktif.
3.  Secara Psikologis
           Ketika pemimpin lembaga pendidikan Islam mau menjalankan tugasnya agar dapat memantapkan niatnya bahwa kepemimpinannya itu untuk mengembangkan lembaga bukan memperkaya melalui lembaga itu.
  4. Secara Fungsional
           Penerapan prinsip efisiensi dalam mengelola lembaga pendidikan Islam dapat dilakukan penghematan biaya dan tenaga dengan tidak mengorbankan hasil yang ingin dicapai.
           Dengan begitu, prinsip efisiensi ini harus dimiliki oleh komunitas lembaga pendidikan Islam dengan cara yang pertama, mentradisikan mereka untuk serba menghemat biaya maupun tenaga. Kedua, mentradisikan mereka untuk senantiasa menyeleksi kebutuhan yang penting-penting saja. Ketiga mentradisikan mereka untuk konsisten dengan skala prioritas terutama bila terjadi kesenjangan antara sumber dana serta sumber daya dengan tingkat kebutuhan. Kelima, mentradisikan mereka untuk menjalankan komitmen mengaplikasikan skala prioritas itu. Keenam, mentradisikan mereka untuk mampu merealisasikan hasil yang baik hanya dengan biaya dan tenaga yang relatif sedikit.
           Hal ini bukan berarti biaya pendidikan Islam harus dikurangi, tetapi bagaimana dengan biaya yang relatif kecil dapat mencapai hasil yang relatif besar. Konsekuensinya, bila biaya yang dipakai bertambah besar, maka hasil yang dicapai semakin besar. Alokasi biaya untuk pendidikan Islam itu harus diorientasikan untuk mencapai hasil pendidikan Islam yang sangat memuaskan semua pihak. Di samping itu, untuk dapat menjangkau produktivitas dan efisiensi yang tinggi perlu diadakan penataan kembali, terutama penataan MSDM. Orientasi SDM hendaknya tidak sekedar bekerja untuk mencari nafkah namun untuk mengembangkan diri. Dengan demikian keinginan menjangkau prestasi yang tinggi akan mengantarkannya pada upaya meningkatkan kualitas kerja dan produktivitas kerja.[13]

C.Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas di Lembaga Pendidikan  Islam

   Ada beberapa faktor yang menentukan besar kecilnya produktivitas suatu instansi antara lain:
1.  Pengetahuan
          Pengetahuan merupakan akumulasi hasil proses pendidikan baik yang diperoleh secara formal maupun non formal yang memberikan kontribusi pada seseorang di dalam pemecahan masalah, daya cipta, termasuk dalam melakukan atau menyelesaikan pekerjaan. Dengan pengetahuan yang luas dan pendidikan yang tinggi, seorang pegawai diharapkan mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan produktif.[14]

    2. Ketrampilan
          Keterampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknis operasional mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan. Ketrampilan diperoleh melalui proses belajar dan berlatih. Ketrampilan berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknis.

     3. Kemampuan
Kemampuan terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang pegawai. Konsep ini jauh lebih luas, karena dapat mencakup sejumlah kompetensi. Pengetahuan dan ketrampilan termasuk faktor pembentuk kemampuan. Dengan demikian apabila seseorang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi, diharapkan memiliki pengetahuan yang tinggi pula.

      4. Prinsip
          Prinsip atau bisa disebut attitude yang merupakan suatu kebiasaan terpolakan. Jika kebiasaan yang terpolakan tersebut memiliki implikasi yang positif dalam hubungannya dengan perilaku kerja seseorang maka akan menguntungkan. Maksudnya, apabila kebiasaan-kebiasaan pegawai adalah baik, maka hal tersebut dapat menjamin perilaku kerja yang baik pula. Misalnya, seorang pegawai mempunyai kebiasaan tepat waktu, disiplin, simple, maka perilaku kerja juga akan baik, apabila diberi tanggung jawab akan menepati aturan dan kesepakatan. Dengan demikian perilaku manusia juga akan ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan yang telah tertanam dalam diri pegawai sehingga dapat mendukung kerja yang efektif atau sebaliknya. Dengan kondisi pegawai tersebut, maka produktivitas dapat dipastikan akan terwujud.
            Menurut Purnomo, secara garis besar produktivitas kerja banyak dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:
            Pertama Faktor teknis, adalah segala hal yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya (selain sumber daya manusia) dalam suatu proses produksi yang bertujuan untuk mencapai tingkat produksi yang diharapkan.
            Kedua Faktor sumber daya manusia (tenaga kerja), adalah sebagai unsur utama dan penentu dalam sistem produksi, biasanya faktor ini lebih diutamakan.
            Menurut Fremont dan James terdapat 3 faktor kunci dalam meningkatkan produktivitas suatu organisasi:

1. Mutu dan kecocokan teknologi.
Keahlian manajemen mengembangkan strategi yang relevan, merancang sistem transformasi, dan mengintregasikan sumber daya manusia dengan sumber daya lainnya. Terkadang kita berfikir bahwa teknologi dan faktor ekonomi adalah satu-satunya alat untuk meningkatkan produktivitas. Sesungguhnya produktivitas itu sangat dipengaruhi oleh motivasi dan usaha orang-orang (pegawai). Pegawai yang mempunyai komitmen yang kuat pada suatu organisasi pada umumnya menunjukkan level prestasi yang tinggi. Meningkatkan produktivitas tenaga kerja (pegawai) bukan berarti mereka harus bekerja lebih keras, namun lebih kepada bagaimana mereka dapat bekerja lebih efisien. Hal ini berarti, perlu adanya pengintregasian yang efektif antara teknologi, struktur, proses manajerial, dan tenaga kerja.

 2. Peran Motivasi dalam Meningkatkan Produktivitas
Telah dimaklumi bahwa produktivitas suatu organisasi dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan tambahan, penilaian prestasi kerja yang adil, rasional, dan obyektif, serta imbalan dan berbagai faktor lainnya. Motivasi merupakan bagian dari berbagai faktor tersebut. Akan tetapi dilihat dari sudut pemeliharaan hubungan dengan para karyawan, motivasi kerja merupakan bagian yang penting. Oleh karena itu bagian yang mengelola sumber daya manusia mutlak perlu memahami hal ini dalam usahanya memelihara hubungan yang harmonis dengan seluruh anggota organisasi.
Di kalangan para teoritikus dan praktisi manajemen telah lama diketahui bahwa masalah motivasi bukanlah masalah yang mudah, baik dalam memahaminya apalagi menerapkannya. Tidak mudah karena berbagai alasan dan pertimbangan. Akan tetapi yang jelas ialah bahwa dengan motivasi yang tepat para karyawan akan terdorong untuk berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya karena meyakini bahwa dengan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, kepentingan-kepentingan pribadi para anggota organisasi tersebut akan terpelihara pula.
Untuk dapat meningkatkan motivasi kerja agar produktivitas dapat tercapai secara maksimal seperti yang diharapkan, maka setiap pimpinan dari kelompok pekerja harus dapat memahami dan menyadari kebutuhan manusia dalam aktivitas hidup dan kehidupannya serta kegiatan dalam pekerjaannya. Sebagai seorang pemimpin harus dapat membimbing dan mengarahkan anak buah atau karyawan agar mempunyai motivasi, sehingga mereka akan bekerja lebih keras, bekerja lebih senang, dan lebih menikmati pekerjaannya. Pemimpin harus mampu memahami kebutuhan dasar yang melekat dalam diri setiap individu yang melakukan aktivitas kerjanya. Sebab, kebutuhan dasar yang melekat dari setiap individu dapat dijadikan pendorong semangat kerja atau motivator.
           Penyelesaian tugas pekerjaan yang diberikan oleh pimpinan kepada karyawannya teramat penting bagi kepentingan suatu organisasi. Dan di sini peran motivasi terhadap pekerjaan merupakan kunci keberhasilan penunaian tugas dan sekaligus memberikan rasa kepuasan. Dengan demikian peran motivasi tampak nyata sekali, terhadap peningkatan produktivitas kerja. Pada dasarnya orang bekerja karena adanya motif tertentu. Motif memiliki hubungan yang erat dengan upaya pemenuhan kebutuhan. Kunci motivasi adalah pekerjaan itu sendiri.
            Motivasi merupakan syarat mutlak untuk tercapainya suatu produktivitas. Namun demikian motivasi untuk berprestasi harus dilengkapi dengan ability atau kemampuan. Apabila motivasi tinggi dengan didukung oleh kemampuan tinggi maka kinerja pegawai juga tinggi dan sebaliknya. Hanya saja yang menjadi permasalahan adalah jika motivasi tinggi tanpa didukung oleh kemampuan yang cukup, maka pada prinsipnya pegawai tersebut memiliki minat yang tinggi namun kemampuan kurang. Jika kasus ini yang ditemui, maka pegawai tersebut harus ditingkatkan kemampuannya baik melalui jalur kursus, pendidikan atau pelatihan. Sedangkan, jika pegawai tersebut memiliki kemampuan yang cukup namun tidak mempunyai motivasi tinggi, maka kasus ini dapat diselesaikan dengan pemberian insentif atau penghargaan. Dengan insentif tersebut maka orang yang memiliki kemampuan akan termotivasi.[15]
Karyawan yang produktif adalah mereka yang dapat membangkitkan sikap kerja yang positif. Sikap kerja dapat diwujudkan pada saat menyelesaikan pekerjaannya, mampu melaksanakan dengan hasil yang optimal, dapat mengambil keputusan sendiri sesuai dengan wewenang yang diberikan, dan menyelesaikan pekerjaan dengan caranya sendiri, dengan kemampuannya sendiri bukan semata-mata mencari uang, tetapi dengan adanya perhatian akan hasil kerjanya, komentar atau pernyataan penghargaan atas hasil kerja baik dalam bentuk ucapan atau dalam bentuk pengakuan.
            Motivasi atau dorongan dalam melakukan suatu pekerjaan itu sangat besar pengaruhnya terhadap efektivitas kerja. Seseorang bersedia melakukan sesuatu pekerjaan bilamana motivasi yang mendorongnya cukup kuat yang pada dasarnya tidak mendapatkan saingan atau tantangan dari motif lain yang berlawanan. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang tidak didorong oleh motif yang kuat akan meninggalkan pekerjaan atau sekurang-kurangnya tidak bergairah dalam melakukan suatu pekerjaan. Seseorang yang termotivasi akan cenderung bekerja dengan sungguh-sungguh.
3. Motivasi atau Dorongan pribadi.
Dalam skema tersebut dapat dijelaskan bahwa isyarat, kebutuhan, keinginan, motif, dan harapan merupakan faktor yang mempengaruhi tingkah laku. Jika hal ini tidak dipenuhi maka akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam diri seseorang sehingga yang bersangkutan, sehingga mereka akan mencari jalan untuk mereduksi ketidakseimbangan melalui tingkah laku atau tindakan tertentu. Sebaliknya jika kebutuhan, keinginan, motif, dan harapan itu terpenuhi maka akan menyempurnakan keseimbangan kembali. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebutuhan, keinginan, motif, dan harapan merupakan variabel yang mempengaruhi tingkah laku seseorang untuk menggerakkan dan mengarahkan tingkah laku atau meningkatkan motivasi kerja.
Motivasi kerja dianggap sebagai sarana demonstrasi dalam tindakan nyata pencapaian tujuan. Motivasi selanjutnya, memberikan potensi bagi semangat kerja. Dalam hal ini Lazaruth mengatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya semangat kerja seseorang dalam organisasi adalah perasaan puas, karena merasa kesejahteraan material dan spiritualnya terpenuhi. Dengan diperolehnya kepuasan dalam memenuhi keinginan dan cita-cita hidupnya, maka seseorang akan bekerja dengan efektif dan penuh semangat. Oleh sebab itu, maka seorang manajer harus memahami keinginan dan cita-cita hidup bawahan kemudian berusaha memenuhinya.
              Semangat kerja sangat diperlukan dalam tujuan organisasi. Membangun semangat kerja merupakan proses pengakomodasian kepentingan-kepentingan dan hal ini akan mempengaruhi keberhasilan seorang pemimpin. Pemimpin yang baik harus dapat menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan kelompok guna mengembangkan nilai-nilai dan sesuatu yang menarik dalam organisasi. Pemimpin juga harus dapat memotivasi bawahan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dengan demikian, semangat kerja yang baik dan tinggi disebabkan oleh adanya motivasi yang diberikan pimpinan dan hal tersebut merupakan suatu keberhasilan dari seorang pemimpin.
              Keberanekaragaman keinginan dan kebutuhan dari setiap individu dalam suatu organisasi inilah yang menyebabkan seorang motivator harus mampu menyelaraskan antara kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi. Pemberian motivasi harus memperhatikan kebutuhan-kebutuhan individu tersebut, atau dengan kata lain setiap anggota staf sangat perlu diperhatikan motif-motifnya, harapan-harapannya, dan insentif yang dibutuhkan sehingga akan dapat dilihat peningkatan semangat kerja para pekerja atau para anggota staf dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap efektifitas kerja.
               Upaya meningkatkan produktivitas kerja sehingga para pegawai memperoleh kepuasan kerja serta prestasi kerja yang tinggi selain dibutuhkan perubahan juga yang tidak kalah penting adalah menggerakkan pegawai. Tugas menggerakkan merupakan salah satu tugas pimpinan. Seorang pemimpin adalah produk dari hubungan-hubungannya yang fungsional dengan individu-individu tertentu dalam kelompok pada organisasi tertentu. Kepemimpinan bukanlah suatu fenomena yang abstrak, melainkan berhubungan dengan tujuan atau sasaran dari kelompok. Para individu atau bawahan akan mau menerima pengarahan atau kepemimpinannya terhadap kegiatan dalam organisasi, apabila ada kemungkinan dipuaskannya kebutuhan-kebutuhan mereka.
              Kepemimpinan sebagai kekuatan dinamik yang merangsang motivasi dan koordinasi organisasi dalam mencapai tujuan.  Kepemimpinan yang berhasil sangat dipengaruhi oleh perilaku pimpinan (leadership behavior), dimana seorang pimpinan melibatkan atau menempatkan diri pada proses memberi arahan dan mengkoordinasi tugas-tugas dari anggota kelompoknya. Dengan kata lain, bahwa konsep kepemimpinan adalah kontinum terhadap penggunaan kekuasaan (use of authority) dan kebebasan bawahan (freedom of subordinate).[16] Hal ini sejalan dengan Soetopo merumuskan hukum perburuhan sebagai suatu yang meliputi hubungan bekerja, dimana pekerja itu dilakukan dibawah pimpinan atau seorang kepala pekerja.[17]
               Adapun contoh dari bentuk motivasi dalam meningkatkan produktivitas adalah bisa dilakukan yaitu yang pertama melakukan pendekatan personal dengan stimulus (rangsangan-rangsangan) kepada guru atau pegawai agar lebih kreatif sesuai dengan kemampuannya. Kedua, adanya insentif/reward (penghargaan) terhadap hasil kerja mereka. Ketiga, adanya pemberian sarana untuk mendukung karir, misalnya: fasilitas kendaraan, laptop, dan alat komunikasi.
              Bilamana pemimimpin telah mampu memberikan motivasi pada waktu yang tepat sebagaimana sikap di atas misalnya, maka secara tidak langsung hal tersebut dapat memberikan suntikan semangat kepada para bawahannya untuk bekerja lebih giat dan lebih baik lagi, sehingga diharapkan produktivitas kerja akan meningkat. Lembaga pendidikan Islam terutama mampu memberikan motiv yang berbasis nilai-nilai keislaman dengan rasa ikhlas dan tulus dalam bekerja, bukan sekedar material maupun harapan upah imbalan kerja sesuai kerjanya.

KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Motivasi merupakan suatu perangsang atau keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Motivasi juga bisa diartikan sebagai proses yang menyebabkan tingkah laku seseorang menjadi bergairah, terarah, dan tidak mudah putus asa.
2.      Beberapa pengaruh motivasi terhadap lembaga pendidikan Islam ialah bahwa keberhasilan pendidikan dihasilkan oleh pengaruh produktivitas pendidikan yang dapat diukur dari sudut efektivitas dan efisiensi pendidikan. Karna hal ini mengandung pengertian bahwa produktivitas ditentukan oleh fungsi administratif, psikologis, dan ekonomis. Dalam konteks pendidikan Islam, diharapkan fungsi tersebut bisa dikembangkan dengan tambahan fungsi lain, seperti fungsi sosial dan fungsi kultural.
3.      Terdapat tiga faktor kunci dalam meningkatkan produktivitas suatu organisasi maupun lembaga pendidikan Islam ialah pertama, Mutu dan kecocokan teknologi. Ini berarti, perlu adanya pengintregasian yang efektif antara teknologi, struktur, proses manajerial, dan tenaga kerja. Keuda, peran motivasi dalam Meningkatkan Produktivitas seperti kesempatan memperoleh pendidikan, pelatihan tambahan, penilaian prestasi kerja yang adil, rasional, dan obyektif, serta imbalan dan berbagai faktor lainnya. Ketiga, motivasi atau Dorongan pribadi. Untuk keinginan dan kebutuhan dari setiap individu dalam suatu organisasi lembaga pendidikan Islam  inilah yang menyebabkan seorang motivator harus mampu menyelaraskan antara kebutuhan individu dengan kebutuhan lembaga.

DAFTAR RUJUKAN
Al-Qur’anulkarim, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an: Bogor, 2007.
Miftah, Thoha, Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Muzayyin, Arfin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012.
Kadarisman, Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013.
Qomar, Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta: Erlangga, 2007.
Stephen, Robbins P., Perilaku Organisasi, Terjemah Tim Indeks, Jakarta: PT. Indeks, 2003.
Sulistiyani, Ambar T. Rosidah, Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori, dan Pengembangan dalam konteks Organisasi Publik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2003.
Soetopo, Hukum Perbahruan, Bidang hukum kerja , Jakarta: Jambatan, 2010.
Winardi, Manajemen Prilaku, ( Bandung: PT. Citra Aditiya Bakti, 1992.


[1]Prim Masrokan Mutohar, Manajemen Mutu Sekolah, Srategi Peningkatan Mutu dan Daya Saing Lembaga Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), 159.
[2]Al-Qur’anulkarim, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya, (Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an: Bogor,   2007), 203.
[3]Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi, Terjemah Tim Indeks,( Jakarta: PT. Indeks, 2003), 208.
[4]Miftah Thoha, Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), 206.
[5]Ambar T. Sulistiyani Rosidah, Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori, dan Pengembangan dalam konteks Organisasi Publik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2003), 193-194.
[6]Ibid., 194.
[7]Winardi, Manajemen Prilaku, ( Bandung: PT. Citra Aditiya Bakti, 1992), 145.
[8]Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2007),  292.
[9]Ambar T. Sulistiyani, Manajemen Sumber..., 197.
[10]Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan..., 298.
[11]Ibid., 99.
[12]Ibid., 301.
[13]Ambar T. Sulistiyani, Manajemen Sumber..., 203.
[14]Ibid., 200-201.
[15]Ambar T. Sulistiyani, Manajemen Sumber...,190.
[16]Ibid., 197.
[17]Soetopo, Hukum Perbahruan, Bidang hukum kerja , (Jakarta: Jambatan, 2010), 66.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar