MOTIVASI DAN
PRODUKTIVITAS KERJA TENAGA KEPENDIDIKAN DALAM LEMBAGA
PENDIDIKAN ISLAM
Hasan Khariri
IAIN
TULUNGAGUNG
JL. Mayor
Sujadi Timur 46 Tulungagung, Jawa Timur
E-mail: Hasankhariri95@gmail.com
Abstract:
Banyak lembaga
pendidikan Islam yang gulung tikar bahkan sangat minim kualitas dan fasilitas
lembaga pendidikan Islam dikarnakan semakin banyak pesaing lembaga yang lebih
unggul. Bahkan masih banyak guru, karyawan maupun kepemimpinanya masih taraf
renah dalam memberikan produktivitas kerjanya.
Motivasi
sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja karna pegawai, manajer atau
para pemimpin dengan motivasi yang tinggi, maka pekerjaan atau tugas dilakukan
dengan bersemangat dan bergairah sehingga akan dicapai suatu hasil yang optimal
yang tentunya akan mendukung tercapainya tujuan yang diinginkan dengan efisien
dan efektif. Metode yang digunakan dalam penulisan studi ini adalah
kepustakaan. Untuk itu Motivasi sangat memberikan kinerja seseorang lebih
semangat dalam mencapai tujuan.
Untuk
memotivasi anggota kerja di lembaga pendidikan Islam, seorang harus mengetahui
lebih dahulu motif apa yang menyebabkan bawahannya berperilaku tertentu. Perlu
diperhatikan ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi ialah faktor internal
dan eksternal. Dua faktor ini yang membuat seseorang berprestasi dan mencapai
tujuan yang pasti, maka sangat dibutuhkan bagi anggota lembagga pendidikan
Islam untuk mencapai tujuanya dan dapat menanamkan motivasi yang berbau
keislaman seperti rasa bersyukur, dan ikhlas.
Untuk memperoleh motivasi dan
produktivitas kinerja dalam lembaga pendidikan islam lebih unggul harus
ditanamkan rasa ikhlas dan semangat dalam bekerja. Hal ini menunjukan bahwa
inovasi, kreativitas dan dorongan seseorang untuk mengelola lembaga pendidikan
Islam harus berjalan secara terus-menerus sejalan dengan laju pertumbuhan dan
perkembangan ilmu pengetahuan.
Keywords: motivasi, produktivitas, tenaga pendidikan, lembaga pendidikan Islam.
PENDAHULUAN
Keberhasilan lembaga
pendidikan Islam salah satu dari setiap anggota individu mempunyai motivasi
yang saling mendorong dan saling membantu mengatasi pekerjaan. Karna suatu
lembaga jika tidak saling memberi dorongan akan cenderung hasil yang tidak
diharapkan bagi seseorang. Ada dua permasalahan yang dimiliki seseorang yaitu
permasalahan internal dan eksternal. Permasalahan internal seperti permasalahan
diluar kinerja di lembaga pendidikan. Permasalahan eksternal diluar lembaga
pendidikan. Dengan adanya motivasi
menyelesaikan suatu masalah yang dimiliki seseorang maka akan membantu
seseorang dapat menempatkan sesuatu permasalahan pada tempatnya. Motivasi
kerja sangat penting bagi karyawan atau pegawai, manajer atau para pemimpin
karena dengan motivasi yang tinggi, maka pekerjaan atau tugas dilakukan
dengan bersemangat dan bergairah sehingga akan dicapai suatu hasil yang optimal
yang tentunya akan mendukung tercapainya tujuan yang diinginkan dengan efisien
dan efektif. Tujan ini untuk memotivasi anggota kerja di lembaga pendidikan Islam, seorang
harus mengetahui lebih dahulu motif apa yang menyebabkan bawahannya berperilaku
tertentu. Perlu diperhatikan ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi ialah faktor
internal dan eksternal. Dua faktor ini yang membuat seseorang berprestasi dan
mencapai tujuan yang pasti, maka sangat dibutuhkan bagi anggota lembagga
pendidikan Islam untuk mencapai tujuanya dan dapat menanamkan motivasi yang
berbau keislaman seperti rasa bersyukur, dan ikhlas.
Lembaga pendidikan Islam
juga harus selalu berbenah diri agar menjadi berkualitas dan memiliki daya
saing yang tinggi. Hal ini menunjukan bahwa inovasi, kreativitas dan dorongan
seseorang untuk mengelola lembaga pendidikan Islam harus berjalan secara
terus-menerus sejalan dengan laju pert umbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan.[1]
Seseorang karyawan atau kepengurusan lembaga pendidikan Islam dinilai produktif atau tidaknya dari kinerja.
Karena kinerja seorang dapat diukur dengan prestasi kinerja yang dilakukan.
Jika seseorang tidak pernah mampu mengatasi masalah di dalam kinerja maka sudah
terlihat produktivitas tersebut sangat minim dan perlu dibenahkan dari beberapa
faktor. Salah satunya motivasi yang memberikan dorongan agar seseorang
mempunyai produk yang lebih meningkat dalam tenaga kependidikan lembaga Islam.
Produktivitas merupakan sikap mendasar pada motivasi yang kuat untuk terus
menerus berusaha mencapai tujuan. Sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran surat
At Taubat ayat 105.[2]
وَقُلِ اعْمَلُو
فَسَيَرَى اللَّه عَمَلَكُمُوَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ
عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (١٠٥)
Artinya:
Dan katakanlah, “bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu,
begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada
Allah yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada
kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S At Taubah: 105).
Ayat diatas memberikan
penjelasan seseorang agar dapat bekerja dengan baik karna besok yang akan
datang tanpa tahu apa yang akan kita kerjakan, maka akan sulit kita
merealisasikan tujuan kita apakah sesuai maupun tidak karna setiap hari berbeda
dari hari sebelumnya. Walaupun agenda sudah dirancang namun terkadang belum
tentu mampu untuk mengondisikan keadaan. Karna itu motivasi harus tertanam
setiap seseorang untuk memberikan semangat pada diri seseorang dalam kinerja
agar dapat menghasilkan produktivitas yang lebih baik. Perlu cermati disini letak
pentingnya produktivitas seseorang. Maka dari sini penulis
merasa penting untuk melakukan pengkajian diatas.
METODE
Metode yang digunakan dalam penulisan studi ini adalah kepustakaan. Data
primer diperoleh dari pembacaan buku-buku mutakhir. Kajian dilakukan pada bulan
September sampai Desember 2016 dengan melibatkan teman kelas manajemen
pendidikan Islam semester pertama (MPI.A). Pada tahap awal, penulis berupaya
mengumpulkan data materi dari hasil diskusi kelas dan data buku motivasi
produktivitas kinerja di lembaga pendidikan yang berkembang, kemudian disusun
dalam bentuk naskah teks yang siap dibahas dalam tiap peer group. Berdasarkan
hasil diskusi kelas yang melibatkan teman-teman dan dosen pembimbing yang
memberikan arahan dan masukan, kemudian naskah ini diseting menjadi jurnal
sebagai tugas akhir semester awal.
HASIL DAN
BAHASAN
Untuk mengetahui piskologi seseorang sangat sulit tanpa didasari dengan
melihat sikap tingkah laku seseorang. Karna dengan sikap bisa menilai
seseorang. Sikap seseorang ketika dikatakan berhasil atau tidak bisa dilihat
tujuan seseorang karna itu seseorang pada hakikatnya adalah berorientasi pada
tujuan. Dari sinilah yang harus dilihat dari keberhasilan seseorang mampu
mencapai tujuan, mampu menyelesaikan masalah, dan mampu bekerja sebagai guru.
Seseorang akan melihat dan menentukan suatu keputusan atau pilihan yang
diambil, maka ada sesuatu yang menjadi daya tarik dari apa yang dipilih dan
merupakan unsur yang merangsang seseorang sehingga bekerja sebagai guru
pendidikan Islam maupun lainya, dan mampu memilih suatu bidang tertentu dalam
bekerja. Misalnya disuatu lembaga pendidikan Islam membutuhkan pengajar
dibidang agama Islam, dalam bidang agama ada beberapa sub mata pelajaran
dibidang agama Islam seperti sejarah Islam, aqidah, fiqih, bahasa arab dll.
Disini adanya pilihan tersebut menunjukkan bahwa ada indikasi motif tertentu
dalam memilih. Jika memang tidak memilih tapi sudah ditentukan dalam kerja maka
itu tergantung kemampuan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan. Biasanya
pekerja tidak didasari motivasi maka akan sulit untuk menghadapi persoalan atau
akan merasa ketidak puasan dalam bekerja. Maka dari itu motivasi sangat penting
bagi seseorang untuk bekerja lebih terarah.
Terkait motivasi yang sudah
dibahas diatas maka perlu diketahui bahwa motivasi merupakan suatu
perangsang atau keinginan dan
daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Setiap motivasi mempunyai
tujuan, arah dan ketekunan individu yang ingin dicapai.[3] Motivasi juga
bisa diartikan sebagai proses yang menyebabkan tingkah laku seseorang menjadi
bergairah, terarah, dan tidak mudah putus asa. Jika dilihat
keberhasilan seseorang akan nampak sikap yang semangat, bahkan akan mendorong
orang lain agar termotivasi pengalaman yang dibawah. Tujuan ini tidak lain
untuk mencapai tujuan atau keberhasilan seseorang yang dimotivasikan. Artinya
bahwa perilaku seseorang itu pada umumnya dirasakan oleh keinginan untuk
mencapai beberapa tujuan.[4]
Motivasi ada hubungannya dengan
jenis atau peringkat kebutuhan manusia. Apabila seseorang bekerja, karena ada
motif tertentu di belakang atau di balik kerjanya. Motif tertentu itu demikian
kuatnya sehingga dapat menimbulkan semangat dan gairah dalam bekerja. Semangat
kerja ini merupakan suatu aktivitas untuk bekerja lebih giat, sehingga dengan
demikian pekerjaan akan dapat diselesaikan lebih cepat dan lebih baik,
sedangkan gairah kerja adalah kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang
dilakukan.
Pemimpin akan berhasil
mendorong dan memotivasi karyawannya itu bilamana ia telah mampu menciptakan
suatu lingkungan yang menjamin adanya tujuan yang tepat bagi pemenuhan kepuasan
kebutuhan para bawahannya. Tujuan inilah yang akan diwujudkan melalui
aktivitas-aktivitas nyata dari seorang pekerja, seperti karyawan mendapatkan
honor gajih yang terbilang menyesuaikan pekerjaan. Masing-masing orang dalam suatu
organisasi atau lembaga mempunyai tujuan individu. Pekerja yang arif
akan seantiasa memperhatikan kesinambungan atau kesesuaian antara tujuan
individu dengan tujuan lembaga pendidikan Islam. Sehingga dengan demikian aktivitas yang
dilakukan oleh individu dalam suatu lembaga tidak jauh
menyimpang dari aktivitas sekolah. Jika terjadi kesenjangan
antara tujuan individu dengan tujuan lembaga atau organisasi maka akan tercipta
ketidakharmonisan kerja. Ini sering terjadi di lembaga pendidikan atau
organisasi atau ditempat kerja lainya. Seseorang akan mudah menyalahgunakan
tugas kewajibannya untuk kepentingan individunya. Motivasi yang mengarahkan
pencapaian tujuan adalah motivasi individu yang paling kuat. Hal seperti ini
tidak akan memberikan keuntungan bagi lembaga pendidikan Islam. Untuk itu
suatu usaha memperkecil kesenjangan bagi seseoran, sehingga
individu-individu dalam lembaga tersebut
termotivasi untuk mencapai tujuan sekolah.
Motivasi mempersoalkan bagaimana
caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan
mencurahkan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan
lembaga. Pada dasarnya sekolahan bukan saja mengharapkan guru atau karyawan
yang mampu, cakap, dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat
dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Kemampuan, kecakapan,
dan keterampilan guru tidak ada artinya bagi sekolahan, jika mereka tidak mau
bekerja keras dengan mempergunakan kemampuan, kecakapan, dan keterampilan yang
dimiliknya. Motivasi
penting karena dengan motivasi ini diharapkan setiap individu guru maupun
karyawan mau bekerja
keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi.
A. Peranan Motivasi Dalam Lembaga
Pendidikan Islam
Guru atau rekan-rekan di
lembaga pendidikan Islam merupakan suatu sumber penting bagi motivasi
yang tinggi ataupun yang rendah. Untuk terus hidup dan berhasil baik, suatu lembaga
pendidikan Islam memerlukan guru dan karyawan yang
cakap dan termotivasi pada waktu yang tepat. Dalam kenyataan praktik kerja
sehari-hari, baik di sekolahan maupun di
kantor-kantor, bisa disaksikan adanya sebagian guru yang mengajar lebih
bersemangat atau bergairah daripada yang lain. Bergairah atau tidaknya
seseorang dalam bekerja sangat ditentukan oleh dorongan motivasi pada orang
tersebut. Seseorang yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi akan bekerja
lebih bersemangat dari pada orang lain yang mempunyai motivasi kerja yang
rendah. Oleh karena itu peran motivasi di lembaga
pendidikan Islam berpengaruh terhadap sikap seseorang dalam kerjanya karna ini merupakan
suatu masalah yang penting dalam menentukan bagaimana seseorang melaksanakan
pekerjaan atau tugasnya di lembaga pendidikan Islam.
Peran motivasi sangat
penting dalam menentukan hasil atau keberhasilan kerja. Seseorang bersedia
melakukan suatu pekerjaan bila ia terdorong untuk melakukan faktor yang menjadi
pendorong pada dasarnya cukup kuat serta mungkin juga tidak mendapat saingan
dari sebab lain yang berlawanan. Demikian sebaliknya orang yang tiada merasa
terdorong oleh faktor yang kuat, maka ia akan meninggalkan atau
sekurang-kurangnya tidak bergairah melakukan pekerjaan itu. Faktor yang menjadi
pendorong umum dinamakan faktor motivasi.
Semua faktor tersebut pada dasarnya merupakan bentuk-bentuk motif yang
mendorong seseorang melakukan pekerjaannya secara sungguh-sungguh.
Dalam bukunya Ambar T.
Sulistiyani Rosidah menjelaskan ada dua jenis motif yakni motif intrinsik dan motif
ekstrinsik[5].
Motif intrinsik yaitu dorongan yang terdapat dalam pekerjaan yang dilakukan.
Misalnya, bekerja karena pekerjaan itu sesuai dengan bakat dan minat, dapat
diselesaikan dengan maksimal dan terarah karena memiliki pengetahuan dan keterampilan
dalam menyelesaikannya.
Motif ekstrinsik yaitu dorongan
yang berasal dari luar pekerjaan yang sedang dilakukan. Misalnya, bekerja
karena upah atau gaji yang tinggi, merasa mulia karena pengabdian dan
sebagainya.[6]
Dengan
demikian dalam proses motivasi seseorang akan melibatkan beberapa faktor yang
mempengaruhi motivasi. Ada dua faktor yaitu, faktor internal dan faktor
eksternal.[7]
Faktor internal berasal dari diri seseorang seperti, persepsi diri sendiri,
prestasi, harapan, kebutuhan, dan kepuasan kerja. Faktor eksternal yang berasal
dari luar seseorang seperti, sifat pekerja atau tugas, kelompok kerja, situasi
lingkungan, sistem imbalan. Dua faktor inilah yang mempengaruhi seseorang bisa
mencapai tujuan atau tidak. Jika ditarik di lembaga pendidikan Islam maka ada
nilai keikhlasan setiap faktor internal maupun eksternal yang akan menghasilkan
seseorang pengajar berhasil mensukseskan anak bangsa tanpa uang. Karna dalam
konsep keislaman sifat ikhlas sangat sulit diterapkan, kecali benar-benar
ikhlas tanpa mengharapkan timbal balik. Ini yang menjadi perbedaan prestasi pengaruh
faktor yang berbau keislaman dengan prestasi timbal balik secara umum. Misal,
seorang guru pengajar di lembaga pendidikan Islam dengan tulus dan ikhlas ia
bekerja semata-mata karna mengabdi berharap mendapatkan barokah atau
kebaikan-kebaikan dari Tuhan. Berbeda dengan niat mengajar dengan harapan
timbal bali secara sistem imbalan yang diterima.
B. Konsep dan Definisi Produktivitas
Dewasa ini
kesadaran akan perlunya peningkatan produktivitas semakin meningkat karena
adanya suatu keyakinan bahwa perbaikan produktivitas akan memberikan kontribusi
positif dalam perbaikan ekonomi. Pandangan ini sudah melekat terhadap diri
seseorang bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari
esok harus lebih baik dari hari ini, inilah prinsip seseorang untuk bisa lebih
baik. Perlu dicermati pandangan ini merupakan pandangan yang memberi dorongan
pemikiran ke arah produktivitas. Bagaimana sesuatu pekerja bisa menghasilkan
yang lebih baik. Oleh karena itu, apabila suatu lembaga, atau organisasi ingin
mendapatkan produktivitas yang tinggi maka lembaga, atau organisasi tersebut
haruslah mempunyai semangat untuk bekerja lebih baik lagi.
Produktivitas sering diartikan
sebagai ukuran sampai sejauh mana sumber-sumber daya yang ada sebagai masukan
sistem produksi dikelola sedemikian rupa untuk mencapai hasil pada tingkat kuantitas tertentu. Sebagai tugas manajer
operasional adalah meningkatkan perbanding antara output dengan input, dalam
hal ini meningkatkan produktivitas berarti meningkatkan efisiensi. Konsep
produktivitas terkait dengan pengertian efisiensi dan efektivitas kerja di lembaga. Suatu lembaga dikatakan
mempunyai produktivitas tinggi jika dapat memanfaatkan sumber daya secara
efektif dan efisien. Efisien dapat
diartikan sebagai usaha pengelolaan sumber daya yang minimal, sedangkan efektif
lebih ditekankan pada pencapaian hasil. Jadi, pengertian produktivitas sebagai
perpaduan antara efisiensi dan efektivitas.
Manusia dalam melakukan suatu
pekerjaan yang diharapkan tiada lain adalah hasil dari pekerjaan itu sendiri, seperti
seorang bendahara di sebuah lembaga mampu menjaga dan mengatur keuangan secara
jelas maka hasil dari bendahara tersebut akan memberikan produk yang efektif
dan efesien dan hasil inilah yang disebut dengan produktivitas seseorang
disuatu lembaga pendidikan Islam. Dalam mengembangkan mutu pendidikan agama
Islam sangatlah perlu memperhatikan aspek produktivitas ini agar semua elemen
yang ada dalam naungan kependidikan dapat bekerja secara efektif dan efisien.
Produktivitas pendidikan menjadi
harapan semua elemen dalam organisasi pendidikan. Produktivitas pendidikan,
bagaimanapun juga, dalam prosesnya ditentukan oleh produktivitas keputusan.
Semakin produktif suatu keputusan semakin memungkinkan produktivitas pendidikan
dalam suatu lembaga pendidikan semakin tinggi tingkat pencapaianya. Keputusan
yang diambil oleh pemimpin begitu penting dalam organisasi karena keputusan
itulah yang menghasilkan program-program yang akan dilaksanakan dalam
organisasi.[8] Produktivitas
pendidikan di samping menunjukkan bahwa unit-unit organisasi telah berjalan,
juga berarti bahwa telah terjadi maksimalisasi kerja dalam suatu organisasi. Disin sangat
diperluan seorang pemimpin mampu bersikap mandiri dan terarah setiap program
yang dibuat. Untuk itu
pengambilan keputusan oleh pimpinan penting artinya bagi keberhasilan
organisasi.[9]
Kriteria keberhasilan manajemen
pendidikan adalah produktivitas pendidikan yang dapat diukur dari sudut
efektivitas dan efisiensi pendidikan.[10]
Efektivitas pendidikan dapat dilihat dari sudut prestasi, mutu, nilai ekonomis,
dan proses pendidikan. Sementara itu, maksud efisiensi pendidikan adalah dengan
memanfaatkan tenaga, fasilitas, dan waktu sesedikit mungkin yang mampu
menghasilkan sesuatu yang banyak, bermutu, relevan, dan bernilai ekonomi yang
tinggi. Efisiensi pendidikan merupakan suatu hubungan antara pendayagunaan
sumber-sumber pendidikan yang terbatas sehingga mencapai optimalisasi tinggi. Perlu
diketahui efektivitas membandingkan
antara rencana dengan tujuan yang dicapai, maka efisiensi membandingkan antara
input (sumber daya) dengan output. Efisiensi ini dianalogikan sebagaimana
prinsip ekonomi yang mengatakan bahwa modal yang sedikit mungkin untuk
menghasilkan keuntungan yang sebanyak mungkin.
Hal ini mengandung pengertian bahwa
produktivitas ditentukan oleh fungsi administratif, psikologis, dan ekonomis.[11] Dalam konteks pendidikan Islam, diharapkan
fungsi tersebut bisa dikembangkan dengan tambahan fungsi lain, seperti fungsi
sosial dan fungsi kultural.
Kepemimpinan efektif adalah
kepemimpinan yang digawangi oleh pemimpin yang mampu menerjemahkan fungsinya
menjadi perilaku nyata. Kepemimpinan efektif bukan sekedar pusat
kedudukan dan kekuatan, tetapi merupakan interaksi aktif yang efektif.
Efektivitas dalam mencapai tujuan dapat diperoleh dengan cara yaitu pertama,
Kapabilitas,
yaitu kemampuan yang berkesinambungan, bekerja, dan mempresentasikannya. Kedua, Pemahaman,
yaitu ketajaman melihat tujuan dan memahami konsepsinya. Ketiga, Koordinasi,
yaitu kemampuan mendefinisikan tugas merencanakan hubungan kerja dan
mengorganisasikannya, mengefektifkan penyampaian dan penerimaan informasi.
Adapun efisiensi menurut Ibrahim
Bafadal merupakan suatu konsepsi perbandingan antara pelaksanaan suatu program
dengan hasil akhir yang diraih atau dicapai. Rendahnya biaya dan tenaga yang
dikerahkan dalam pelaksanaan suatu program, tapi diiringi hasil yang semakin
tinggi berarti sangat efisien.[12]
Apabila biaya dan tenaga yang dikeluarkan dalam suatu program tinggi, sedangkan
hasil yang dicapai juga tinggi berarti belum efisien, apalagi bila biaya dan
tenaga yang dikerahkan tergolong tinggi sedang hasil yang dicapai rendah
berarti sangat tidak efisien, bahkan pemborosan.
Dalam
menggunakan segala sesuatunya perusahaan atau organisasi harus efisien atau
hemat, tidak boleh berlebih-lebihan. Dalam al-Qur’an masalah hemat ini banyak
diungkap seperti dalam surat Al-A’raaf ayat 31 dikatakan bahwa:
يَـٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمۡ عِندَ كُلِّ مَسۡجِدٍ۬ وَڪُلُواْ
وَٱشۡرَبُواْ وَلَا تُسۡرِفُوٓاْ
إِنَّهُ ۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ (٣١)
Artinya:
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu
yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (Al-A’raaf:
31)
Dalam pandangan Islam, pemborosan
itu menjadi larangan karena mengarah pada kerugian, bahkan kehancuran. Allah
berfirman Q.S Al-Isra ayat 27 :
اِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ
كَانُوٓاْ إِخۡوَٲنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ وَكَانَ ٱلشَّيۡطَـٰنُ لِرَبِّهِۦ
كَفُورً۬ا (٢٧)
Artinya:
Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah
sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Al-Isra: 27)
Ayat ini mengandung beberapa pesan
yang dapat kita angkat. Pertama, seseorang perlu memiliki prioritas tertentu. Kedua, prioritas
itu diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Ketiga, Kanjuran bersikap hemat
dalam mengatur ekonomi. Keempat, larangan bersikap boros (menjadi pemboros).
Kelima, pemborosan tidak hanya terkait dengan dimensi ekonomi melainkan juga
terkait dengan dimensi teologi.
Untuk menghindari pemborosan
sekaligus mengembalikan kepada efisiensi dibutuhkan pengondisian dan
langkah-langkah strategis. Mulyasa mengatakan, Upaya
peningkatan efisiensi pendidikan paling tidak dapat ditentukan oleh dua hal,
yakni manajemen pendidikan yang profesional dan partisipasi dalam pengelolaan
pendidikan yang meluas. Sedangkan Made Pidarta mengatakan bahwa manajemen yang
efisien dapat diperoleh dengan cara ialah pertama, mengerjakan
sesuatu dengan benar. Kedua, Kalau terjadi
permasalahan dalam organisasi hendaknya segera diselesaikan dengan
sebaik-baiknya. Tiga, mengamankan
sumber-sumber pendidikan dengan cara mengkoordinasikan sumber-sumber itu dengan
sebaik-baiknya. Keempat, setiap petugas baik pegawai atau guru diharuskan mengikuti
tugas-tugas pekerjaan. Kelima, setiap manajer
diharapkan dapat menekan biaya pendidikan dengan tidak mengorbankan produksi.
Efisiensi ini sangat bermakna dalam
pengelolaan lembaga pendidikan Islam. Ada beberapa alasan untuk mendasari makna
efisiensi itu khususnya bagi lembaga pendidikan Islam, baik alasan konvensional
maupun fungsional, antara lain sebagai berikut:
1. Secara Realitas
Faktor terbesar kendala lembaga
pendidikan Islam adalah persoalan pendanaan. Dengan melakukan efisiensi, dana
yang serba terbatas bahkan serba kurang itu dapat dikelola untuk mewujudkan
hasil yang memadai.
2. Secara Strategis
Bisa melatih para pimpinan lembaga
pendidikan Islam untuk senantiasa berpikir dan bertindak secara produktif.
3. Secara Psikologis
Ketika pemimpin lembaga
pendidikan Islam mau menjalankan tugasnya agar dapat memantapkan niatnya bahwa kepemimpinannya
itu untuk mengembangkan lembaga bukan memperkaya melalui lembaga itu.
4. Secara Fungsional
Penerapan prinsip efisiensi dalam
mengelola lembaga pendidikan Islam dapat dilakukan penghematan biaya dan tenaga
dengan tidak mengorbankan hasil yang ingin dicapai.
Dengan begitu, prinsip efisiensi
ini harus dimiliki oleh komunitas lembaga pendidikan Islam dengan cara yang pertama,
mentradisikan
mereka untuk serba menghemat biaya maupun tenaga. Kedua, mentradisikan
mereka untuk senantiasa menyeleksi kebutuhan yang penting-penting saja. Ketiga mentradisikan
mereka untuk konsisten dengan skala prioritas terutama bila terjadi kesenjangan
antara sumber dana serta sumber daya dengan tingkat kebutuhan. Kelima, mentradisikan
mereka untuk menjalankan komitmen mengaplikasikan skala prioritas itu. Keenam, mentradisikan
mereka untuk mampu merealisasikan hasil yang baik hanya dengan biaya dan tenaga
yang relatif sedikit.
Hal ini bukan berarti biaya pendidikan
Islam harus dikurangi, tetapi bagaimana dengan biaya yang relatif kecil dapat
mencapai hasil yang relatif besar. Konsekuensinya, bila biaya yang dipakai
bertambah besar, maka hasil yang dicapai semakin besar. Alokasi biaya untuk
pendidikan Islam itu harus diorientasikan untuk mencapai hasil pendidikan Islam
yang sangat memuaskan semua pihak. Di samping itu, untuk dapat menjangkau
produktivitas dan efisiensi yang tinggi perlu diadakan penataan kembali,
terutama penataan MSDM. Orientasi SDM hendaknya tidak sekedar bekerja untuk
mencari nafkah namun untuk mengembangkan diri. Dengan demikian keinginan
menjangkau prestasi yang tinggi akan mengantarkannya pada upaya meningkatkan
kualitas kerja dan produktivitas kerja.[13]
C.Faktor Yang Mempengaruhi
Produktivitas di Lembaga Pendidikan
Islam
Ada beberapa faktor yang menentukan
besar kecilnya produktivitas suatu instansi antara lain:
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan akumulasi hasil
proses pendidikan baik yang diperoleh secara formal maupun non formal yang
memberikan kontribusi pada seseorang di dalam pemecahan masalah, daya cipta,
termasuk dalam melakukan atau menyelesaikan pekerjaan. Dengan pengetahuan yang luas dan
pendidikan yang tinggi, seorang pegawai diharapkan mampu melakukan pekerjaan
dengan baik dan produktif.[14]
2. Ketrampilan
Keterampilan adalah kemampuan dan penguasaan
teknis operasional mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan.
Ketrampilan diperoleh melalui proses belajar dan berlatih. Ketrampilan
berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknis.
3. Kemampuan
Kemampuan terbentuk dari
sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang pegawai. Konsep ini jauh lebih
luas, karena dapat mencakup sejumlah kompetensi. Pengetahuan dan ketrampilan
termasuk faktor pembentuk kemampuan. Dengan demikian apabila seseorang mempunyai
pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi, diharapkan memiliki pengetahuan yang tinggi
pula.
4. Prinsip
Prinsip atau bisa disebut attitude
yang merupakan
suatu kebiasaan terpolakan. Jika kebiasaan yang terpolakan tersebut memiliki
implikasi yang positif dalam hubungannya dengan perilaku kerja seseorang maka
akan menguntungkan. Maksudnya, apabila kebiasaan-kebiasaan pegawai
adalah baik, maka hal tersebut dapat menjamin perilaku kerja yang baik pula.
Misalnya, seorang pegawai mempunyai kebiasaan tepat waktu, disiplin, simple,
maka perilaku kerja juga akan baik, apabila diberi tanggung jawab akan menepati
aturan dan kesepakatan. Dengan demikian perilaku manusia juga akan ditentukan
oleh kebiasaan-kebiasaan yang telah tertanam dalam diri pegawai sehingga dapat
mendukung kerja yang efektif atau sebaliknya. Dengan kondisi pegawai tersebut,
maka produktivitas dapat dipastikan akan terwujud.
Menurut Purnomo, secara garis besar
produktivitas kerja banyak dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:
Pertama Faktor teknis, adalah
segala hal yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya (selain sumber daya
manusia) dalam suatu proses produksi yang bertujuan untuk mencapai tingkat
produksi yang diharapkan.
Kedua Faktor sumber daya manusia
(tenaga kerja), adalah sebagai unsur utama dan penentu dalam sistem produksi,
biasanya faktor ini lebih diutamakan.
Menurut Fremont dan James terdapat 3
faktor kunci dalam meningkatkan produktivitas suatu organisasi:
1. Mutu dan
kecocokan teknologi.
Keahlian
manajemen mengembangkan strategi yang relevan, merancang sistem transformasi,
dan mengintregasikan sumber daya manusia dengan sumber daya lainnya. Terkadang kita
berfikir bahwa teknologi dan faktor ekonomi adalah satu-satunya alat untuk
meningkatkan produktivitas. Sesungguhnya produktivitas itu sangat dipengaruhi
oleh motivasi dan usaha orang-orang (pegawai). Pegawai yang mempunyai komitmen
yang kuat pada suatu organisasi pada umumnya menunjukkan level prestasi yang
tinggi. Meningkatkan produktivitas tenaga kerja (pegawai) bukan berarti mereka
harus bekerja lebih keras, namun lebih kepada bagaimana mereka dapat bekerja
lebih efisien. Hal ini berarti, perlu adanya pengintregasian yang efektif
antara teknologi, struktur, proses manajerial, dan tenaga kerja.
2. Peran Motivasi dalam Meningkatkan
Produktivitas
Telah dimaklumi bahwa produktivitas suatu organisasi dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan tambahan,
penilaian prestasi kerja yang adil, rasional, dan obyektif, serta imbalan dan
berbagai faktor lainnya. Motivasi merupakan bagian dari berbagai faktor
tersebut. Akan tetapi
dilihat dari sudut pemeliharaan hubungan dengan para karyawan, motivasi kerja
merupakan bagian yang penting. Oleh karena itu bagian yang mengelola sumber
daya manusia mutlak perlu memahami hal ini dalam usahanya memelihara hubungan
yang harmonis dengan seluruh anggota organisasi.
Di kalangan para teoritikus dan praktisi manajemen telah lama diketahui
bahwa masalah motivasi bukanlah masalah yang mudah, baik dalam memahaminya
apalagi menerapkannya. Tidak mudah karena berbagai alasan dan pertimbangan.
Akan tetapi yang jelas ialah bahwa dengan motivasi yang tepat para karyawan
akan terdorong untuk berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya
karena meyakini bahwa dengan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan
berbagai sasarannya, kepentingan-kepentingan pribadi para anggota organisasi
tersebut akan terpelihara pula.
Untuk dapat meningkatkan motivasi kerja agar produktivitas dapat tercapai
secara maksimal seperti yang diharapkan, maka setiap pimpinan dari kelompok
pekerja harus dapat memahami dan menyadari kebutuhan manusia dalam aktivitas
hidup dan kehidupannya serta kegiatan dalam pekerjaannya. Sebagai seorang
pemimpin harus dapat membimbing dan mengarahkan anak buah atau karyawan agar
mempunyai motivasi, sehingga mereka akan bekerja lebih keras, bekerja lebih
senang, dan lebih menikmati pekerjaannya. Pemimpin harus mampu memahami
kebutuhan dasar yang melekat dalam diri setiap individu yang melakukan
aktivitas kerjanya. Sebab, kebutuhan dasar yang melekat dari setiap individu
dapat dijadikan pendorong semangat kerja atau motivator.
Penyelesaian tugas pekerjaan yang
diberikan oleh pimpinan kepada karyawannya teramat penting bagi kepentingan
suatu organisasi. Dan di sini peran motivasi terhadap pekerjaan merupakan kunci
keberhasilan penunaian tugas dan sekaligus memberikan rasa kepuasan. Dengan
demikian peran motivasi tampak nyata sekali, terhadap peningkatan produktivitas
kerja. Pada dasarnya orang bekerja karena adanya motif tertentu. Motif memiliki
hubungan yang erat dengan upaya pemenuhan kebutuhan. Kunci motivasi adalah
pekerjaan itu sendiri.
Motivasi
merupakan syarat mutlak untuk tercapainya suatu produktivitas. Namun demikian
motivasi untuk berprestasi harus dilengkapi dengan ability atau kemampuan.
Apabila motivasi tinggi dengan didukung oleh kemampuan tinggi maka kinerja
pegawai juga tinggi dan sebaliknya. Hanya saja yang menjadi permasalahan adalah
jika motivasi tinggi tanpa didukung oleh kemampuan yang cukup, maka pada
prinsipnya pegawai tersebut memiliki minat yang tinggi namun kemampuan kurang.
Jika kasus ini yang ditemui, maka pegawai tersebut harus ditingkatkan
kemampuannya baik melalui jalur kursus, pendidikan atau pelatihan. Sedangkan,
jika pegawai tersebut memiliki kemampuan yang cukup namun tidak mempunyai
motivasi tinggi, maka kasus ini dapat diselesaikan dengan pemberian insentif atau
penghargaan. Dengan insentif tersebut maka orang yang memiliki kemampuan akan
termotivasi.[15]
Karyawan yang
produktif adalah mereka yang dapat membangkitkan sikap kerja yang positif.
Sikap kerja dapat diwujudkan pada saat menyelesaikan pekerjaannya, mampu
melaksanakan dengan hasil yang optimal, dapat mengambil keputusan sendiri
sesuai dengan wewenang yang diberikan, dan menyelesaikan pekerjaan dengan
caranya sendiri, dengan kemampuannya sendiri bukan semata-mata mencari uang,
tetapi dengan adanya perhatian akan hasil kerjanya, komentar atau pernyataan
penghargaan atas hasil kerja baik dalam bentuk ucapan atau dalam bentuk
pengakuan.
Motivasi atau dorongan dalam melakukan suatu
pekerjaan itu sangat besar pengaruhnya terhadap efektivitas kerja. Seseorang
bersedia melakukan sesuatu pekerjaan bilamana motivasi yang mendorongnya cukup
kuat yang pada dasarnya tidak mendapatkan saingan atau tantangan dari motif
lain yang berlawanan. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang tidak didorong
oleh motif yang kuat akan meninggalkan pekerjaan atau sekurang-kurangnya tidak
bergairah dalam melakukan suatu pekerjaan. Seseorang yang termotivasi akan
cenderung bekerja dengan sungguh-sungguh.
3. Motivasi atau
Dorongan pribadi.
Dalam skema
tersebut dapat dijelaskan bahwa isyarat, kebutuhan, keinginan, motif, dan
harapan merupakan faktor yang mempengaruhi tingkah laku. Jika hal ini tidak
dipenuhi maka akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam diri seseorang sehingga
yang bersangkutan, sehingga mereka akan mencari jalan untuk mereduksi
ketidakseimbangan melalui tingkah laku atau tindakan tertentu. Sebaliknya jika
kebutuhan, keinginan, motif, dan harapan itu terpenuhi maka akan menyempurnakan
keseimbangan kembali. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebutuhan,
keinginan, motif, dan harapan merupakan variabel yang mempengaruhi tingkah laku
seseorang untuk menggerakkan dan mengarahkan tingkah laku atau meningkatkan
motivasi kerja.
Motivasi kerja
dianggap sebagai sarana demonstrasi dalam tindakan nyata pencapaian tujuan.
Motivasi selanjutnya, memberikan potensi bagi semangat kerja. Dalam hal ini
Lazaruth mengatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya
semangat kerja seseorang dalam organisasi adalah perasaan puas, karena merasa
kesejahteraan material dan spiritualnya terpenuhi. Dengan diperolehnya kepuasan
dalam memenuhi keinginan dan cita-cita hidupnya, maka seseorang akan bekerja
dengan efektif dan penuh semangat. Oleh sebab itu, maka seorang manajer harus
memahami keinginan dan cita-cita hidup bawahan kemudian berusaha memenuhinya.
Semangat kerja
sangat diperlukan dalam tujuan organisasi. Membangun semangat kerja merupakan
proses pengakomodasian kepentingan-kepentingan dan hal ini akan mempengaruhi
keberhasilan seorang pemimpin. Pemimpin yang baik harus dapat menyelaraskan
kebutuhan-kebutuhan kelompok guna mengembangkan nilai-nilai dan sesuatu yang
menarik dalam organisasi. Pemimpin juga harus dapat memotivasi bawahan untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dengan demikian, semangat kerja yang baik dan tinggi
disebabkan oleh adanya motivasi yang diberikan pimpinan dan hal tersebut
merupakan suatu keberhasilan dari seorang pemimpin.
Keberanekaragaman keinginan dan
kebutuhan dari setiap individu dalam suatu organisasi inilah yang menyebabkan
seorang motivator harus mampu menyelaraskan antara kebutuhan individu dengan
kebutuhan organisasi. Pemberian motivasi harus memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan individu tersebut, atau dengan kata lain setiap anggota
staf sangat perlu diperhatikan motif-motifnya, harapan-harapannya, dan insentif
yang dibutuhkan sehingga akan dapat dilihat peningkatan semangat kerja para
pekerja atau para anggota staf dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap
efektifitas kerja.
Upaya meningkatkan produktivitas
kerja sehingga para pegawai memperoleh kepuasan kerja serta prestasi kerja yang
tinggi selain dibutuhkan perubahan juga yang tidak kalah penting adalah
menggerakkan pegawai. Tugas menggerakkan merupakan salah satu tugas
pimpinan. Seorang pemimpin adalah produk dari hubungan-hubungannya yang
fungsional dengan individu-individu tertentu dalam kelompok pada organisasi
tertentu. Kepemimpinan bukanlah suatu fenomena yang abstrak, melainkan
berhubungan dengan tujuan atau sasaran dari kelompok. Para individu atau bawahan
akan mau menerima pengarahan atau kepemimpinannya terhadap kegiatan dalam
organisasi, apabila ada kemungkinan dipuaskannya kebutuhan-kebutuhan mereka.
Kepemimpinan sebagai kekuatan
dinamik yang merangsang motivasi dan koordinasi organisasi dalam mencapai
tujuan. Kepemimpinan yang berhasil
sangat dipengaruhi oleh perilaku pimpinan (leadership behavior), dimana seorang
pimpinan melibatkan atau menempatkan diri pada proses memberi arahan dan
mengkoordinasi tugas-tugas dari anggota kelompoknya. Dengan kata lain, bahwa
konsep kepemimpinan adalah kontinum terhadap penggunaan kekuasaan (use of
authority) dan kebebasan bawahan (freedom of subordinate).[16] Hal ini
sejalan dengan Soetopo merumuskan hukum perburuhan sebagai suatu yang meliputi
hubungan bekerja, dimana pekerja itu dilakukan dibawah pimpinan atau seorang
kepala pekerja.[17]
Adapun contoh dari bentuk
motivasi dalam meningkatkan produktivitas adalah bisa dilakukan yaitu yang
pertama melakukan pendekatan personal dengan stimulus (rangsangan-rangsangan)
kepada guru atau pegawai agar lebih kreatif sesuai dengan kemampuannya. Kedua,
adanya
insentif/reward (penghargaan) terhadap hasil kerja mereka. Ketiga, adanya
pemberian sarana untuk mendukung karir, misalnya: fasilitas kendaraan, laptop,
dan alat komunikasi.
Bilamana pemimimpin
telah mampu memberikan motivasi pada waktu yang tepat sebagaimana sikap di atas
misalnya, maka secara tidak langsung hal tersebut dapat memberikan suntikan
semangat kepada para bawahannya untuk bekerja lebih giat dan lebih baik lagi,
sehingga diharapkan produktivitas kerja akan meningkat. Lembaga pendidikan
Islam terutama mampu memberikan motiv yang berbasis nilai-nilai keislaman
dengan rasa ikhlas dan tulus dalam bekerja, bukan sekedar material maupun
harapan upah imbalan kerja sesuai kerjanya.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Motivasi merupakan suatu perangsang atau keinginan dan daya penggerak
kemauan bekerja seseorang. Motivasi juga bisa diartikan sebagai proses yang
menyebabkan tingkah laku seseorang menjadi bergairah, terarah, dan tidak mudah
putus asa.
2.
Beberapa pengaruh motivasi terhadap lembaga pendidikan Islam ialah bahwa
keberhasilan pendidikan dihasilkan oleh pengaruh produktivitas pendidikan yang
dapat diukur dari sudut efektivitas dan efisiensi pendidikan. Karna hal ini
mengandung pengertian bahwa produktivitas ditentukan oleh fungsi administratif,
psikologis, dan ekonomis. Dalam konteks pendidikan Islam, diharapkan
fungsi tersebut bisa dikembangkan dengan tambahan fungsi lain, seperti fungsi
sosial dan fungsi kultural.
3.
Terdapat tiga faktor kunci dalam meningkatkan produktivitas suatu
organisasi maupun lembaga pendidikan Islam ialah pertama, Mutu dan kecocokan
teknologi. Ini berarti, perlu adanya pengintregasian yang efektif antara
teknologi, struktur, proses manajerial, dan tenaga kerja. Keuda, peran motivasi dalam
Meningkatkan Produktivitas seperti kesempatan memperoleh pendidikan,
pelatihan tambahan, penilaian prestasi kerja yang adil, rasional, dan obyektif,
serta imbalan dan berbagai faktor lainnya. Ketiga, motivasi atau Dorongan pribadi. Untuk keinginan dan
kebutuhan dari setiap individu dalam suatu organisasi lembaga
pendidikan Islam inilah yang menyebabkan
seorang motivator harus mampu menyelaraskan antara kebutuhan individu dengan
kebutuhan lembaga.
DAFTAR RUJUKAN
Al-Qur’anulkarim,
Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an: Bogor,
2007.
Miftah, Thoha, Organisasi, Konsep Dasar
dan Aplikasinya Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Muzayyin, Arfin,
Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012.
Kadarisman, Manajemen
Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013.
Qomar, Mujamil, Manajemen
Pendidikan Islam, Jakarta:
Erlangga, 2007.
Stephen,
Robbins P., Perilaku Organisasi, Terjemah Tim Indeks, Jakarta: PT.
Indeks, 2003.
Sulistiyani,
Ambar T. Rosidah, Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori, dan
Pengembangan dalam konteks Organisasi Publik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2003.
Soetopo, Hukum
Perbahruan, Bidang hukum kerja , Jakarta: Jambatan, 2010.
Winardi, Manajemen
Prilaku, ( Bandung: PT. Citra Aditiya Bakti, 1992.
[1]Prim Masrokan Mutohar, Manajemen
Mutu Sekolah, Srategi Peningkatan Mutu dan Daya Saing Lembaga Pendidikan Islam,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), 159.
[2]Al-Qur’anulkarim,
Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya, (Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an:
Bogor, 2007), 203.
[3]Stephen P. Robbins, Perilaku
Organisasi, Terjemah Tim Indeks,( Jakarta: PT. Indeks, 2003), 208.
[4]Miftah Thoha, Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2008), 206.
[5]Ambar T. Sulistiyani
Rosidah, Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori, dan Pengembangan
dalam konteks Organisasi Publik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2003), 193-194.
[7]Winardi, Manajemen
Prilaku, ( Bandung: PT. Citra Aditiya Bakti, 1992), 145.
[17]Soetopo, Hukum
Perbahruan, Bidang hukum kerja , (Jakarta: Jambatan, 2010), 66.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar